Pages

Wednesday, August 26, 2009

Selasih: Sang Pejuang

Selasih: Seorang Pengarang Seorang Pejuang

Korrie Layun Rampan

Proses kreatif setiap pengarang tak pernah sama. Selalu ada hal-hal khusus yang memberi daya dorong untuk tercipta karyanya tersebut. Bahkan untuk kelahiran setiap karya – seni dan pengarang yang sama – selalu bermula dari proses yang berlainan. Selasih menjelaskan bahwa motif penciptaannya berangkat dari peristiwa realistik yang meninggalkan kesan khusus. Peristiwa itu terus membayanginya dan menuntut pelampiasan secara estetik. Di samping itu, perasaan memiliki bakat mendorong disalurkan sebagai pengujian terhadap kemampuan literer. Hal lain dan dorongan kreatif itu adalah imbalan yang sangat menggiurkan yang diberikan penerbit di zaman itu

Pada dasarnya karya sastra Selasih semuanya berangkat dari tema. Kalau Tak Untung menampakkan temanya yang amat kentara tentang takdir dan upaya menempatkan wanita pada kedudukannya yang utama sebagai sumber kearifan. Emansipasi yang digagas oleh RA Kartini diterima Selasih dengan cara yang khas, di mana cara emansipasi itu bersifat didaktik yang dilandasi cinta kasih

Tokoh Rasmani tidak melakukan perlawanan terhadap kaum lelaki, karena ia berpandangan bahwa kaum lelaki merupakan partner yang seimbang dan serasi dalam usaha membangun kebahagiaan di atas dunia ini. Oleh sebab itu kaum lelaki wajar mendapat tempat yang –dalam hal tertentu—sedikit di atas kaum wanita, karena tanpa lelaki kaum wanita tidak mungkin melakukan aktivitas reproduktif – yang memungkinkan manusia menjadi khalifah di bumi Allah ini. Semua tindakan persuasi yang dilakukan Rasmani justru bertujuan untuk membangun kemaslahatan pasangan keluarga dengan menempatkan cinta sebagai perekat utama. Kemuliaan hati dan kebesaran jiwa yang dimilik kaum wanita harus didayagunakan secara maksimum guna menjamin kebajikan tegak secara bertanggung.

Kalau Tak Untung menampakkan gagasan pokok Selasih tentang kedudukan wanita di dalam rumah tangga dan masyarakat Dalam salah satu puisinya "Cinta yang Suci” (Puiangga Baru, No. 10, Th. IV, April 1937) Selasih merumuskan makna cinta yang menjadi landasan emansipasi bagi wanita Indonesia. Dalam beberapa bait berikut ini tampak gagasan itu dinyatakan Selasih dengan cara yang gamblang tentang hubungan cinta antarsuami-istri

Kucintai kanda sepenuh hati
Dengan cinta ibu, yang mahasuci
Suka membela berbuat jasa
Sekuat tulang sehabis tenaga.

Kucintai kanda sebagai istri
Suka menyerah berbuat bakti
Kasih bercampur dendam birahi
Penghibur sukma, penggembira hati.

Kucintai kanda sebagai anak
Seperti anak sayangkan 'kan bapak
Kupandang tinggi, serta mulia
Kutakuti tuan, kuhormati kanda.

Kucintai kanda sebagai saudara
Tempat adinda minta bicara
Sebagai dahan tempat bergantung
Di waktu panas tempat berlindung.

Kucintai kanda sebagai sahabat
Lawan bergurat bermusyawarat
Teman bersuka bercengkerama
Menghilangkan bimbang pelipur duka.

Kucintai kanda dengan cinta suci
Cinta ibu cinta sejati
Cinta istri, cinta birahi
Cinta anak cinta berbakti
Cinta saudara penjauh cidera
Cinta sahabat pokok gembira.

Gagasan cinta yang demikian ini membuat Kalau Tak Untung menempati posisi penting tentang kedudukan wanita di tengah masyarakat, khususnya kedudukan seorang istri. Dengan pokok tema seperti itu, Rasmani menemukan dirinya sebagai kekasih –dan calon istri—serta hadir dalam posisi saudara maupun sahabat Masrul yang sedang dirundung kesukaran perkawinan. Ideal cinta yang emansipatif dalam situasi tradisional seperti ini memperlihatkan pola pikiran unik dalam hubungan gagasan individual yang dipenetrasikan dari Barat. Kekuatan Kalau Tak Untung justru karena mulusnya pemaduan antara gagasan individu dengan akar-akar konvensi yang bersemayam di dalam tradisi tempatan. Dalam hubungan demikian itu, sebuah rumah tangga lebih berupa bayangan akan pembinaan rumah tangga bangsa, sebagaimana yang dikatakan Selasih bahwa pengarang itu —pada zaman novel ini ditulis—adalah pejuang untuk memerdekakan Tanah Air. Kemerdekaan secara simbolis merupakan pembebasan dari segala hal yang membelenggu kebahagiaan.

Novel Pengaruh Keadaan (1937) tampaknya merupakan lanjutan gagasan Kalau Tak Untung tentang kemuliaan hati. Secara deterministik, lingkungan menunjukkan perannya terhadap watak dan kehidupan keseharian umat manusia. Dalam novel ini Selasih menampilkan protagonis Yusnani yang harus melewati tekanan berat seorang ibu tiri yang kejam. Namun gadis yang berhati emas itu membina kesabarannya secara luar biasa, membuat kecantikan fisiknya makin bertambah karena di dalam jiwanya terpendam kecantikan batin yang secara simultan memelihara keluhuran budi.

Tema manusia luhur dengan menampilkan sosok wanita berjiwa kesatria merupakan tipikal sastra Selasih. Baik Rasmani, Yusnani, maupun Rosnelli tokoh menunjukkan tipe-tipe khas kemuliaan hati yang menunjukkan konsistensi novelis ini pada watak tulus serta kebajikan hati yang tak pernah dikalahkan dengki dan dendam. Bahkan pada novel Kembali ke Pangkuan AyahKembali ke Pangkuan Ayah Selasih menulis motto, "Perjuangan di bidang apa pun yang dilakukan dengan penuh keinsyafan, dan menyerahkan diri pada Allah, pasti akan menghasilkan buah yang manis cita rasanya. Berilah sendi pada keinsyafan dan penyerahan itu, yaitu: takwa, jujur, tulus ikhlas." Motto ini menunjukkan sifat didaktik yang mencirikan segi-segi khas emansipasi yang dicoraki budaya nenek-moyang, bahwa seorang wanita sesungguhnya bagian integral seorang lelaki.

Sebagai pembuka jalan bagi novelis lainnya yang lahir lebih kemudian, Selasih meletakkan dasar perjuangan kaum wanita yang dilandasi sifat-sifat luhur dan berbudi tinggi pada tokoh-tokoh wanitanya. Pada dekade-dekade selanjutnya, persambungan tokoh-tokoh emansipatif itu dikenal lewat karya-karya Nh. Dini dan Titis Basino. Dua novelis ini memperlihatkan citra wanita yang berjuang menemukan jati diri sesungguhnya sebagai manusia di tengah perkembangan dunia modern yang serba canggih. Jika dalam novel-novel Selasih wanita umumnya menerima nasib, pada novel-novel novelis terkini ini tokoh wanita berusaha mengubah nasib dengan berjuang lewat kemam puan kemanusiaan yang mereka miliki.

Dengan memulai ceritanya dari tema, maka Selasih menempatkan tokoh-tokohnya sebagai identifikasi perjuangan. Caranya membangun pikiran dan watak mencerminkan kematangan gagasan yang ditransformasikan ke dalam jiwa para pelakunya. Dinamika jiwa dan sifat tawakal yang dibina di dalam watak para tokohnya, membuat tokoh-tokoh Selasih selalu mampu keluar dari kemelut, meskipun mereka berjuang sendiri tanpa bantuan kekuatan lain yang mendongkrak keberhasilan. Meskipun masih bersemayam jiwa romantik, namun tokoh-tokoh wanita Selasih merupakan tokoh-tokoh yang kuat dan mampu menjadi teladan. Kekukuhan pada pendirian sendiri, sifat tawakal dan beriman, serta pemilihan pada pengambilan keputusan yang tepat dengan cara yang jujur membuat cerita-cerita Selasih menempati peringkat tersendiri di antara fiksi-fiksi zamannya. Fiksi-fiksi itu aktual dan terus dibaca karena pesan positifnya yang membangun semangat kejuangan untuk membuka masa depan yang lebih baik!***

No comments:

Post a Comment