INDERA BUMAYA DAN PUTRI MANDU RATNA
Indera Bumaya 1), pun seorang raja manusia, melihat gambar putri keinderaan Kesuma Dewi dalam mimpinya dan ia pun pergi mencari putri itu. Ia bertemu dengan seorang putri peri, "Cendera Lela Nur Lela. Johan Syah Peri, tunangan putri itu, menyangka, bahwa maksudnya jahat dan karena itu memerangi dia, akan tetapi akhirnya keduanya jadi bersahabat. Indera Bumaya berangkat, mencari jalan ke kayangan.
Setelah sudah, baginda pun bermohonlah kepada raja Johan Syah Peri itu dan tuan putri Cendera Lela Nur Lela pun menangis dengan raja Johan itu. Setelah sudah, kata raja Johan Syah Peri, "Hai, saudaraku, jikalau ada suatu perihal tuan hamba, citalah 2) nama hamba, supaya hamba datang mendapatkan tuan hamba barang di mana."
Setelah sudah ia berteguh-teguhan setia itu, raja Indera Bumaya pun bermohonlah kepada raja Johan Syah Peri, lalu berjalan menuju matahari mati, dengan menurut isyarat raja Johan Syah Peri itu, dan beberapa melihat kekayaan- Allah subhanahu wataala yang indah-indah. Dan tiada berapa lama antaranya berjalan itu, baginda pun bertemulah dengan suatu padang terlalu luas dan suatu tasik, seperti laut rupanya kelihatan dari jauh. Kata raja Indera Bumaya, "Wahai, laut mana gerangan ini?"
Setelah ia berpikir demikian itu, baginda pun berjalanlah mendapatkan tasik itu. Setelah sampai ke sana, dilihat oleh baginda tasik itu berombak-ombak.
Pada tasik itu ada beberapa pohon bunga-bungaan dan buah-buahan daripada 3) anggur dan kurma, sekaliannya menegur akan baginda, katanya, "Datang tuanku raja Indera Bumaya, dendam kami selama ini, baharulah sekarang kita bersua." "Cinta berahi selama ini, baharu sekarang bersua," demikianlah pula katanya beberapa burung, seperti bayan dan nuri, emas dan tembaga suasa, ada yang tersenyum, ada yang tertawa dilihat oleh baginda, sekaliannya menegurkan, "Datang tuanku raja Indera Bumaya, dendam kami semua ini."
Oleh baginda diminum air yang di hulu tasik itu, rasanya manis, baginda pun bermain-main di tepi tasik itu. Seketika lagi angin pun bertiuplah, tasik itu berombak-ombak. Seketika itu timbullah ikan emas terlalu indah-indah rupanya. Katanya, "Datang tuanku raja Indera Bumaya, dendam kami selama ini, baharulah sekarang kita bertemu."
Kata raja Indera Bumaya, "Heran sekali aku melihat ikan di tasik ini pandai berkata-kata menegur."
Ikan itu pun berpantun, demikianlah bunyinya:
"Guliga di dalam puan,pakaian anak raja mandi.Alangkah payah gerangan tuan,dendam di mana akan dicari."
Demikianlah pantun segala ikan di dalam tasik itu menegur akan raja Indera Bumaya itu juga.
Kemudian ia berpantun pula :"Hanyutlah segar di laut gelora,besar ombaknya sebelah kiri.Jikalau cerdik barang bicara,segeralah juga akan mencari."
Ikan itu pun tenggelam pula, dan raja Indera Bumaya pun heranlah melihat hal ikan itu.
Diceritakan oleh orang yang empunya cerita ini 4): Adapun di dalam tasik itu ada seorang peri terlalu besar kerajaannya bernama Baharum 5) Dewa. Akan raja itu beranak seorang perempuan terlalu amat elok parasnya. Beberapa anak raja, mambang dan dewa-dewa telah meminang tuan putri itu, tiada diberi oleh baginda, karena baginda itu asalnya daripada anak cucu Batara Gangga 6) yang terlalu masyhur, baginda itu hendakkan anak manusia, tiadalah suka diberi anaknya bersuamikan raja jin atau mambang. Oleh ayah bunda baginda dinamai akan dia tuan putri Mandu Ratna, terlalu elok parasnya seperti anak-anakan emas, umurnya baharu empat belas tahun, tubuhnya seperti cermin yang sudah terupam dan rambutnya ikal dan bibirnya merah seperti delima merkah, dahinya seperti sehari bulan, pipinya pauh dilayang, hidungnya bagai sekuntum melur dan dagunya laksana lebah bergantung, baik barang lakunya, gilang-gemilang, kilau-kilauan, tiada dapat ditentang nyata parasnya dan tiada jemu mata memandang tuan putri itu.
Tersebutlah perkataan raja Indera Bumaya bermain-main di tepi tasik itu, baginda pun berhenti di bawah pohon kayu beringin yang terlalu besar batangnya dan rimbun daunnya, serta harum bau bunganya; angin pun bertiuplah lemah lembut. Baginda pun tidur terlalai di atas batu hampar di situ, seperti balai rupanya. Seketika lagi peri penunggu pintu tasik itu pun datanglah hampir kepada baginda itu.
Baginda itu tidur tiada sadarkan dirinya, sebab sejuk ditiup angin. Seketika lagi baginda pun terkejutlah serta membukakan matanya, dilihatnya ada seorang perempuan tua duduk hampir kepada baginda. Baginda pun bangunlah, seraya katanya, "Hai orang tua, siapa tuan hamba ini dan apa nama tasik ini?"
Sahut peri itu, "Hai orang muda, hamba ini peri penunggu tasik ini. Tuan hamba ini anak siapa dan bangsa apa tuan hamba, apa maksud tuan hamba kemari ini?"
Sahut raja Indera Bumaya, "Hai Nenekku, hamba ini bangsa manusia, dan nama hamba raja Indera Bumaya, dan ayah bunda hamba raja Maharaja Indera Kuci dan nama negeri hamba Lela Gambara 7)". Lalu diceritakannyalah segala hal-ihwalnya, dikatakannya kepada peri itu.
Kata peri itu, "Hai cucuku, marilah tuan ke rumah nenek barang sehari dua hari."
Kata raja Indera Bumaya, "Baiklah, Nenekku."
Baginda dibawa oleh peri itu ke rumahnya. Setelah sampai, di perjamuanya makan dan minum. Setelah sudah kata raja Indera Bumaya, "Ya Nenekku, taman siapa gerangan ini?"
Kata peri itu, "Ya, cucuku, inilah taman anak raja Baharum Dewa dan nama anaknya yaitu tuan putri Mandu Ratna." Lalu dikatakannya segala hal-ihwal tuan putri itu, bahwa parasnya terlalu elok.
Raja Indera Bumaya pun berkata, "Hai Nenekku, bolehkah hamba melihat tuan putri itu?"
Kata peri itu, "Jika tuan hamba hendak melihat tuan putri itu, nantilah ketika ia datang ke taman ini, dapatlah tuan hamba melihat tuan putri itu."
Kata raja Indera Bumaya, "Waktu manakah ia datang mandi ke taman ini?"
Kata peri itu, "Tiga hari lagi datanglah ia mandi kemari."
Tersebutlah perkataan tuan putri Mandu Ratna Dewi, pada malam itu duduk dihadap oleh segala dayang-dayang pengasuhnya sekalian.
Sembah inangda 8), "Ya, Tuanku tuan putri, patik bermimpi semalam, Tuanku, langit berpayung bulan dipagar bintang rupanya."
Segala dayang-dayang pun tertawa.
Sahut tuan Putri, "Aku pun bermimpi juga tidur tadi malam, berselimut bunga di karang rasanya; sekarang juga baunya pun belum hilang, lekat pada tubuhku. Ingin- aku beroleh bunga itu, baunya ada, rupanya tidak."
Sembah seorang dayang-dayang, katanya, "Kalau-kalau tuanku hendak bersuami."
Tuan putri pun memalis 9) mukanya supaya tersenyum; ramailah dayang-dayang biti-biti perwara 10) bergurau dan bersenda dengan tuan putri sekalian.
Setelah sudah, kata tuan putri, "Hai, dayang-dayang, esok harilah kita pergi ke taman mandi, berbedak dan berlangir." Segala dayang-dayang perwara pun berbuat bedak dan langir.
Setelah pagi hari, tuan putri dan sekalian dayang-dayang itu pun pergilah turun ke taman. Setelah dilihat oleh penunggu tasik itu tuan putri datang, katanya, "Hai cucuku, itulah tuan putri. Mandu Ratna datang, pergilah tuan hamba bersembunyi pada tempat yang sunyi."
Tuan putri pun datang dengan segala dayang-dayang inang pengasuhnya. Setelah sampai ke taman itu tuan putri berseru-seru, "Adakah nenekku di rumah?"
Sahut peri itu, "Ada, cucuku."
Kata tuan putri pula, "Tikar dan bantal, seperti ada orang tidur."
Kata segala dayang-dayang itu, "Benarlah kata tuan putri baharu pula di rumah nenekku ini ada tempat ketiduran laki-laki rupanya."
Kata peri itu, "Adapun tempat tidur itu tempat hamba tidur malam hari." Ia pun tertawa serta bergurau dan bersenda.
Tuan putri pun keluarlah dari dalam rumah itu, pergi mandi, serta diiringkan oleh segala dayang-dayang dan inang pengasuh sekalian, Setelah sudah tuan putri mandi, raja Indera Bumaya pun turun berjalan di tepi kolam itu, seorang pun tiada melihat dia; raja Indera Bumaya berlindung kepada pohon kemuning. Baginda pun menjadikan dirinya seekor burung bayan terlalu indah-indah rupanya. Matanya itu daripada intan dan puspa ragam bulunya dan kakinya daripada emas; Bayan itu pun hinggap pada pohon kemuning itu seraya berbunyilah terlalu merdu suaranya.
Setelah terdengar oleh tuan putri bunyi bayan itu, tuan putri pun memandang ke atas pohon kemuning itu. Oleh tuan putri tampaklah seekor burung bayan terlalu indah rupanya. Kata tuan putri kepada dayang-dayangnya, "Tangkapkanlah aku bayan itu!"
Dayang-dayang pun segeralah naik hendak menangkap bayan itu, dan bayan itu pun terbanglah ke atas pohon kemuning itu.
Sembah dayang-dayang kepada tuan putri, "Tiada dapatlah patik tangkap bayan itu!"
Serta didengar oleh tuan putri sembah dayang-dayang itu, titah tuan putri kepada seorang dayang-dayang, "Pergilah din 11) tangkapkan aku bayan itu!"
Dayang-dayang itu pun segeralah berbangkit naik daripada kolam itu dengan kain basah-basah, maka dijujut oleh dayang itu. Bayan itu pun terbanglah pula kepada suatu dahan seraya tertawa.
Sembah dayang itu, "Ya Tuanku, tuan putri, bayan itu tiada tertangkap oleh patik, terlalu liar burung itu."
Kemudian disuruh seorang lagi tiada juga tertangkap bayan itu.
Tuan putri pun tersenyum seraya naik dengan kain basahan juga, dan bayan itu pun hinggap pada tangan tuan putri itu; tuan putri pun terlalu sukacitanya mendapat bayan itu, diberikannya kepada dayang-dayang. Tuan putri pun bersalin kain, lalu pulang ke rumah peri itu.
Setelah sampai ke rumah peri itu, berkata peri itu, "Di manakah tuanku beroleh bayan ini?"
Tuan putri tersenyum, seraya katanya, "Bayan ini dapat di pohon kemuning, tadi beta tangkap."
Bayan itu pun terbanglah keribaan tuan putri itu seraya berpantun, demikian bunyinya:
"Buah pauh buah rumbia,santapan putri dini hari 12),Sungguh jauh tanah manusia,lekaslah kami mendapatkan diri."
Setelah tuan putri mendengar pantun itu, tuan putri pun tersenyum, seraya katanya, "Hai bayan, dari manakah engkau datang ini, maka sampai kemari?"
Sahut bayan itu, "Datang13) patik dari negeri Lela Gambara.
Kata tuan putri, "Di manakah negeri Lela Gambara itu?"
Sahut bayan itu, "Ya, Tuanku, tuan putri, negeri Lela Gambara itu sebelah daerah matahari hidup."
Kata tuan putri, "Besarkah negeri itu?"
Kata bayan itu, "Besar, Tuanku, negeri Lela Gambara itu, rajanya beranak seorang laki-laki bernama raja Indera Bumaya, baginda itulah tuan patik, serta baik budi bahasanya, lagi dengan bijaksana dan rupanya terlalu elok."
Kata dayang-dayang tuan putri yang bernama Sandi 14) seraya tertawa-tawa, katanya, "Hai bayan, sungguhkah elok tuanmu itu?"
Bayan itu pun melompat-lompat keribaan Dang 15) Sandi itu, seraya berpantun, demikian bunyinya:
"Gambar lela di dalam puan,dang Jirat duduk menjudi.Jika beta khabarkan tuan,Niscaya gairat 16) di dalam hati."
Tuan putri pun tersenyum, seraya berkata, "Hai bayan, ceritakanlah, supaya kami dengar."
Bayan itu pun berceritalah akan hal-ihwalnya hendak pergi kepada Sri Maharaja Sakti itu, dan peri ia bertemu dengan Tuan putri Cendera Lela Nur Lela itu. Jadinya perang dengan raja Johan Syah Peri, tunangan tuan putri Cendera Lela Nur Lela, dan perinya didudukkan 17) oleh Maharesi 18) Antakusa dan mendudukkan 19) raja Johan Syah Peri dengan tuan putri, sekalian diceritakan kepada tuan putri.
Setelah didengar oleh tuan putri cerita bayan itu, kata tuan putri, "Hai bayan, adakah datang tuanmu itu kemari?"
Sahut bayan itu, "Ya, Tuan putri, kira-kira patik, datang juga, raja Indera Bumaya itu ke mari."
Sudah berkata-kata itu, tuan putri itu pun kembali ke mahligainya membawa bayan itu. Disuruh oleh tuan putri perbuatkan sangkarnya daripada emas sepuluh matu 20) dan bertatahkan ratna mutu manikam berumbai-umbaikan mutiara. Setelah sudah sangkar itu, bayan itu pun dimasukkan ke dalam sangkar itu. Apabila hari malam, bayan itu pun dikeluarkan dari dalam sangkarnya, ia pun datang ke hadapan tuan putri.
Dang Siti Mengerna 21) pun berdatang sembah kepada tuan putri , "Lihatlah bayan ini jinak kepada tuan putri."
Sahut bayan itu, "Hai Dang Sitti Mengerna, dimanakan tiada jinak, karena beta beroleh tuan yang baik parasnya."
Dayang-dayang pun sekalian ramai-ramai tertawa mendengar kata bayan itu.
Kata bayan, "Ya Tuan putri, tuan beta itu akan datang menghadap Tuan."
Kata tuan putri, "Bilamana tuanmu itu akan datang kemari?"
Sahut bayan itu, "Bulan ini dan ketika ini juga tuan patik akan datang kemari."
Setelah tuan putri mendengar kata bayan itu, terlalu sukacita hatinya hendak melihat raja Indera Bumaya itu. Setelah seketika itu, bayan itu pun menjadi nuri, datang ke atas ribaan tuan putri itu, seraya berpantun; demikian bunyinya:
"Pergi ke padang membakar puan,ikat timba bertali-tali.Datang dagang menghadap tuan,minta perhamba sekali-kali."
Setelah tuan putri serta dayang-dayang, inang pengasuh mendengar dan melihat nuri itu berpantun, sekalian itu pun heranlah di dalam hatinya.
Kata tuan putri (maksudnya di dalam hati), "Bijaksana sekali raja Indera Bumaya ini."
Kata tuan putri, "Hai nuri, di manakah raja Indera Bumaya itu sekarang?"
Sahut nuri itu, "Ya, Tuanku tuan putri, adapun baginda itu hampirlah datang ke negeri ini."
Tuan putri pun berahilah hendak melihat akan raja Indera Bumaya itu. Tuan putri pun berkata, "Hai nuri, dapatkah engkau menunjukkan kepadaku, rupa raja Indera Bumaya itu?"
Sahut nuri itu, "Dapatlah juga patik tunjukkan."
Nuri itu pun menyelisik dada tuan putri itu dengan sayapnya, kelihatanlah rupa raja Indera Bumaya oleh tuan putri itu.
Seketika itu nuri itu pun menjadi bunga yang sudah dikarang, cemerlang terlalu indah-indah rupanya. Setelah tuan putri dan segala dayang-dayang melihat nuri itu menjadi bunga, tuan putri
heranlah, seraya mengambil bunga itu lalu diciumnya.
Setelah sudah, raja Indera Bumaya pun mengembalikan dirinya sebagai sediakala, duduk di kanan tuan putri Mandu Ratna. Setelah dilihat oleh tuan putri bunga itu menjadi seorang laki-laki terlalu elok parasnya dan sikapnya terlalu baik, di dalam pikir hati tuan putri, "Inilah rupanya yang dikatakan oleh nuri, rupanya yang menjadi bayan raja Indera Bumayalah."
Diambil dari Bunga Rampai Melayu Lama
DOWNLOAD HIKAYAT INI ?
Catatan:
Dipetik dari Hikayat Langlang Buana yang diterbitkan oleh Balai Pustaka menurut naskah lama.
- Rupanya pengarang hendak menyatakan, bahwa putra raja itu manusia, berasal dari bumi.
- kenanglah; cita-cita = harapan. Mencita, misalnya mencita negeri, dalam hikayat-hikayat, yakni membangun (negeri) dengan cara gaib, asalnya cipta.
- Pengaruh Arab. Maksudnya: buah-buahan, yakni anggur dan kurma.
- Acapkali juga disebut: sahibullukayat dan rawi.
- Bahrun dalam bahasa Arab artinya laut.
- Gangga sungai di India. Sepanjang kepercayaan Hindu yang ada ialah dewi Gangga, jadi seorang perempuan.
- Biasanya yang disebut Kuci atau Koci ialah Cochin-China; gembara = hutan.
- Inang pengasuh; da pada akhir kata itu ialah seperti dalam ayahanda anakda, ibunda, yakni penunjuk dengan hormat. Inang asalnya ina, artinya ibu dalam bahasa Indonesia yang lain-lain.
- Menggerakkan kepalanya, sehingga memandang ke arah lain sedang muka menyatakan malu atau berkecil hati biasanya memalis saja.
- Biti-biti perwara = perempuan pelayan di istana; perwara, sebenarnya prawara perempuan yang utama.
- Lebih halus daripada engkau; disebut juga untuk menyebut diri sendiri. Bandingkan dengan perkataan awak, yang berarti diri atau tubuh juga.
- Dina hari (biasanya dini hari"); dina kata Sangs. = hari. Dini hari atau dina hari artinya pagi-pagi benar sebelum fajar.
- Di sini "nama benda" (yang tidak nyata), bukan "nama pekerjaan".
- Sandi: perhubungan (sendi).
- Asal katanya da (lihat catatan ke-8); dang dipakai di muka nama perempuan akan tetapi ada kecualinya yaitu Dang Tuanku, nama putra raja dalam cerita Minangkabau "Cindua Mato" (Cindur Mata, Cendera Mata). Dalam bahasa Minangkabau disebut pula "dang mahkota". Dalam cerita-cerita disebut misalnya dang kakap. Bandingkan dengan sang naga, Mng gajah dan sebagainya
- Nafsu; di sini rindu.
- Barangkali artinya di sini didamaikan. Boleh jadi salah salin.
- Resi = orang suci, orang bertapa yang tinggi derajatnya.
- Mengawinkan.
- Bahasa Tamil; sebenarnya mutu, ukuran banyaknya mas dalam, suatu benda; mas sepuluh mutu artinya mas 24 karaat.
- Mengerna asalnya mengurna (lihat keterangan "Serangga Bayu dan Putri 'Mandu Ratna di pulau Biram Dewa")
No comments:
Post a Comment