Dimensi Psikologi Kepribadian Tokoh
Cerpen “Ave Maria” Karya Idrus
Agus Sujanto, Harlem Lubis, dan Taufig Hadi (2001 : 3) mengartikan psikologi kepribadian sebagai psikologi khusus yang membahas tentang psikhe seseorang. Sehubungan dengan hal itu, E Koeswara (1991 : 4) menjelaskan bahwa semua factor yang menentukan atau mempengaruhi tingkah laku manusia merupakan objek penelitian dan pemahaman para ahli psikologi kepribadian.
Untuk memperoleh gambaran tentang evaluasi tokoh dalam cerpen “Ave Maria” dari dimensi psikologi kepribadian dapat disimak melalui deskripsi dan eksplanasi sebagai berikut.
1. Zulbahri sebagai seorang suami termasuk berkepribadian pria tipe perasaan. Dalam dirinya dihantui perasaan bahwa kedatangan Syamsu dari Shonanto ke Jakarta untuk tinggal serumah dengan Zulbahri dan istrinya (Wartini) sangat membahayakan. Zulbahri merasa khawatir bahwa api cinta antara Syamsu dengan Wartini yang sudah padam menyala kembali. Sehubungan dengan itu Tracy Cabot (2000:112) menyatakan bahwa pria perasaan bersifat sensitif dan mudah dilukai.
Zulbahri yang telah menikahi Wartini, merasa bahwa dirinya “seorang perampok” karena sebenarnya Wartini pernah menjadi kekasih Syamsu ketika masih kecil, walaupun hal itu hanya cinta monyet.
Untuk memperoleh gambaran tentang evaluasi tokoh dalam cerpen “Ave Maria” dari dimensi psikologi kepribadian dapat disimak melalui deskripsi dan eksplanasi sebagai berikut.
1. Zulbahri sebagai seorang suami termasuk berkepribadian pria tipe perasaan. Dalam dirinya dihantui perasaan bahwa kedatangan Syamsu dari Shonanto ke Jakarta untuk tinggal serumah dengan Zulbahri dan istrinya (Wartini) sangat membahayakan. Zulbahri merasa khawatir bahwa api cinta antara Syamsu dengan Wartini yang sudah padam menyala kembali. Sehubungan dengan itu Tracy Cabot (2000:112) menyatakan bahwa pria perasaan bersifat sensitif dan mudah dilukai.
Zulbahri yang telah menikahi Wartini, merasa bahwa dirinya “seorang perampok” karena sebenarnya Wartini pernah menjadi kekasih Syamsu ketika masih kecil, walaupun hal itu hanya cinta monyet.
Penelitian tentang cerpen “Ave Maria” karya Idrus dari dimensi Psikologi kepribadian menggunakan landasan pijak psikologi sastra. Suwardi Endraswara (2003:96) berpendapat bahwa Psikologi Sastra merupakan kajian sastra yang memandang karya sastra sebagai aktivitas kejiwaan. Dalam hal ini karya sastra dipandang sebagai fenomena psikologis akan menampilkan aspekaspek kejiwaan melalui tokoh-tokoh.
Dalam hal ini, psikologi kepribadian didasarkan atas cara pendekatan (approach) terdiri atas dua macam teori.
(1) Teori yang mempunyai cara pendekatan tipologis (typological approach) misal teori Plato dan Hipocrates Galenus. (2) Teori yang menggunakan cara pendekatan penafsiran (trais approach) misal dari Freud dan teori Jung (Suryabrata, 2005:4).
Untuk menganalisis cerpen “Ave Maria” karya Idrus, peneliti menggunakan pendekatan Freud. Hal ini karena untuk memaknai karya sastra yang peneliti analisis berdasarkan teori penafsiran (Sumadi Suryabrata, 2005:4). Partini Sardjono Pradotokusumo (2005:55) mengartikan penafsiran adalah menafsirkan sebuah teks dan menyusun tafsiran-tafsiran itu secara sistematik.
Menurut hemat peneliti, Zulbahri tidak merebut Wartini dari tangan Syamsu. Hal itu karena ketika Zulbahri menikah dengan Wartini keadaan Wartini vakum (tidak memiliki kekasih). Oleh karena itu Wartini sah sebagai istri Zulbahri, dan sepenuhnya Wartini menjadi hak Zulbahri.
Superego Zulbahri dalam menyikapi perselingkuhan antara Wartini dengan Syamsu tidak tepat. Seharusnya Zulbahri tidak meninggalkan Wartini begitu saja, melainkan mengajak Wartini dan Syamsu duduk satu meja menyelesaikan persoalan “bagaimana sebaiknya dan bagaimana seharusnya.” Dalam hal ini Zulbahri tidak perlu meninggalkan Jakarta menuju ke Malang.
Pada kenyataannya kepergian Zulbahri ke kota Malang untuk mencari ketenangan tidak menyelesaikan persoalan. Di kota tersebut, rasa sakit hatinya terhadap Wartini dan Syamsu semakin menjadi-jadi yang mengakibatkan ia jatuh sakit, dirawat di rumah sakit selama tiga bulan. Oleh karena itu, setelah sembuh ia kembali ke Jakarta. Di tengah perjalanan, Zulbahri timbul perasaan ingin membunuh Wartini dan Syamsu, namun berdasarkan pertimbangan psikologis niat tersebut diurungkan. Hal ini menunjukkan Zulbahri sadar bahwa membunuh bukan solusi yang baik.
Di Jakarta, ia tidak dapat tinggal berlama-lama di hotel karena keuangannya menipis. Ia memilih tinggal di sebuah kampung bergang kecil. Di sinilah ia banyak membaca buku. Setelah membaca sebuah cerpen, ia sadar bahwa kehidupan masa lalunya selalu menuntut kepentingan pribadi (egois) sehingga hidupnya tidak tenang. Akhirnya ia sadar yang sesadar-sadarnya memilih jalan hidup menjadi anggota barisan jibaku untuk membela nusa dan bangsa. Atas solusi tersebut, Zulbahri merasa hidupnya bermakna. Pilihan jalan hidup tersebut menurut peneliti merupakan solusi yang sangat baik pada masa itu.
2. Syamsu (adik Zulbahri) pada mulanya menghargai Wartini sebagai istri Zulbahri. Akan tetapi beberapa lama kemudian pikiran dan perasaan Syamsu berubah mencintai Wartini. Kepribadian Syamsu dikusai id.
Berdasarkan hasil observasi, Syamsu terklasifikasi sebagai pria tipe auditory yaitu pria yang lebih memperhatikan suara (Cabot, 2000:90). Hal itu dapat dibuktikan begitu ia selesai memainkan musik lagu “Ave Maria” bersama Wartini, disadari atau tidak Syamsu terlena, jatuh cinta kepada Wartini sehingga terjadilah perselingkuhan.
Seharusnya Syamsu tahu diri bahwa Wartini istri sah Zulbahri. Syamsu dalam hal ini sebaiknya mengekang id (alam bawah sadarnya) menjaga keutuhan keluarga (Zulbahri dengan Wartini).
Bagaimanapun Syamsu melakukan perbuatan yang tidak etis. Ia merampas istri Zulbahri yang seharusnya menghargai dan melindunginya. Syamsu sosok pria yang ekstrem karena membuat situasi keluarga Zulbahri ceraiberai. Dalam hal ini Syamsu terperangkap cinta Wartini.
3. Sosok Wartini terklasifikasi tipe wanita hetaira yaitu berhubungan dengan pria dengan maksud untuk menarik eros atau cintanya. Wanita tipe ini berbahaya karena tidak pernah mengadakan hubungan yang kekal. Dia dengan mudah berpindah dari pria yang satu ke pria lain (Sebatu, 1994:110). Kepiawaiannya bermain piano ia salah gunakan untuk membuat orang lain jatuh cinta.
Di depan Zulbahri, Wartini berikrar bahwa tidak mungkin Wartini jatuh cinta kepada Syamsu. Akan tetapi di depan Syamsu, Wartini mengatakan “Dapatkah seorang wanita mencintai dua orang sekaligus?” Dalam hal ini Wartini egois, pengecut, dan plin-plan. Ia tidak dapat mengekang id, dan superegonya tidak berfungsi dengan baik. Berkaitan dengan hal tersebut, Korrie Layun Rampan (2005:21) mengungkapkan bahwa pengarang membeberkan kenyataan yang ada, seperti apa yang dilihat oleh mata jasmani sehari-hari.
Sebaiknya, walaupun Wartini sangat mencintai Syamsu, ia harus dapat menghalang-halangi id-nya sehingga perkawinannya dengan Zulbahri dapat terbina dengan baik.
1. Zulbahri.
Kelebihan:
- dapat menghalang-halangi id-nya yang berkeinginan untuk membunuh Wartini dan Syamsu.
- Setelah perkawinannya dengan Wartini gagal, ia dengan kesadarannya melakukan kompensasi positif masuk tentara jibaku membela nusa dan bangsa.
Kekurangan:
- Zulbahri keliru dalam menyikapi hubungan Wartini dengan Syamsu. Sebaiknya Zulbahri tidak perlu meninggalkan rumahnya. Zulbahri sebaiknya mengajak Wartini dan Syamsu duduk satu meja untuk menyelesaikan persoalan.
- Zulbahri tidak berani menghadapi Syamsu walaupun sebenarnya Wartini sepenuhnya hak Zulbahri.
2. Syamsu
Kelebihan
- Berpenampilan tenang dan percaya diri.
- Berjiwa optimis dan militan untuk dapat meraih kembali mantan kekasihnya yang sudah menikah.
Kekurangan:
- Pengganggu keharmonisan perkawinan Zulbahri dan Wartini.
- Seorang pemuda yang ekstrem.
3. Wartini
Kelebihan:
- Pandai bermain piano dengan penuh perasaan sehingga Syamsu empati.
- Wanita tipe hetaira, pandai membangkitkan kembali cinta Syamsu yang sudah rapuh.
Kekurangan
- Egois, Pengecut, dan plin-plan
- Tidak mau tahu tentang kewajiban seorang istri.
Berdasarkan psikologi kepribadian, baik Zulbahri, Syamsu, maupun Wartini tidak digambarkan sebagai tokoh “hitamputih” yang berarti tokoh yang baik digambarkan baik sekali, tokoh yang jahat, jahat sekali. Pengarang dalam cerpen “Ave Maria” menggunakan teknik campuran yaitu masing-masing tokoh memiliki sisi baik sekaligus memiliki sisi buruk.
Sesuatu yang menjadi benang merah pemicu retaknya perkawinan dalam cerpen “Ave Maria” ialah perselingkuhan. Dalam hal ini penyelewengan berarti meracuni cinta. Penyelewengan merupakan pelanggaran dasar atas komitmen sebuah perkawinan.
Sumber: INSAN Vol. 8 No. 1, April 2006
Heru Supriyadi
Fakultas Sastra Universitas Airlangga Surabaya
Heru Supriyadi
Fakultas Sastra Universitas Airlangga Surabaya
Download tulisan ini?
KLIK di sini
KLIK di sini
Referensi
Cabot, Tracy. (2000). Rahasia Membuat Pria Jatuh Cinta. Jakarta: Pustaka Delapratasa.
Endraswara, Suwardi. (2003). Metodologi Penelitian Sastra. Yoyakarta: Penerbit Pustaka Widyatama.
Idrus (2004). Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma. Jakarta: Balai Pustaka.
Koswara, E. (1991). Teori-Teori Kepribadian. Bandung: PT Eresco.
Pradotokusumo, Partini Sardjono. (2005), Pengkajian Sastra. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Sarana.
Rampan, Korrie Layun.(2005). Tokoh-tokoh cerita Pendek Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Sebatu, Alfons. (1994). Psikologi Jung. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Sujanto, Agus. Harlem Lubis dan Taufig Hadi. (2001). Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT Bina Aksara.
Suryabrata, Sumadi. (2005). Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
No comments:
Post a Comment