Cerita jenaka atau cerita lucu diisaratkan yang dapat membangkitkan tawa, kocak, lucu dan menggelikan. Dapat juga sesuatu yang cerdik, berakal dan faham ilmu siasat. Ya cerita jenaka merupakan cerita tentang tokoh yang lucu, menggelikan dan licik atau licin. Dalam kesusastraan Melayu Klassik cerita jenaka dikenal dengan, Pak Kaduk, Lebai Malang, Si Luncai, Pak Pandir, Pak Belalang dan Hikayat Meudeuhak. Nama Hikayat Meudeuhak dikenal sebutan di Aceh. Bagi orang Aceh, Meudeuhak, yang merupakan tokoh utama dalam cerita jenaka ini, adalah seorang pemimpin yang diidamkan.
Hikayat Meudeuhak merupakan karya sastra yang tidak diketahui pengarangnya. Dr. Snouck Hurgrunje mengklarifikasi Hikayat Meudeuhak versi Aceh, berasal dari hikayat Melayu yang berjudul Masyhudulhak yang pernah diterbitkan oleh G.A. Koff pada tahun 1882. HikayatMeudeuhak ini ditulis dalam huruf Arab-Melayu dengan bahasa Aceh. Pada halaman akhir hikayat setebal 342 halaman ini, dicantumkan nama pemiliknya, yaitu Teungku Akob Gampong Blang Panyang Meunasah Baro. Tidak diketahui siapa penyalin hikayat versi Aceh ini, namun dicantumkan tanggal penyalinannya, yaitu hari Sabtu tanggal 15 Zulkaedah 1333 H atau 25 September 1915. Adapun beberapa cerita telah diubah-suai dengan ditambah oleh penyalin ke dalam Bahasa Aceh. Adapun ringkasan cerita hikayat ini adalah sebagai berikut:
Bermula dari seorang raja di negeri Wutu bernama Sultan Wadihara yang mempunyai seorang kadi bernama Bangka Sakti. Kadi ini mempunyai istri yang bernama Rakna Kasan. Dari perkawinannya tersebut lahirlah seorang putra yang diberi nama Meudeuhak. Sejak kecil Meudeuhak telah memperlihatkan kecerdasannya. Hal ini terbukti dengan mampu menyelesaikan beberapa perkara dengan bijaksana; diantaranya Si Bangkok dengan pencuri, dua orang ibu memperebutkan anak, dan setan mencuri pedati.
Pada umur tujuh tahun kepintarannya diuji oleh raja dan empat orang guru ahli. Meudeuhak dapat menjawab semua persoalan yang diajukan dengan benar. Suatu ketika raja meminta Meudeuhak untuk memindahkan gunung ke istana. Dengan kecerdasannya ia menyang¬gupi permintaan raja tersebut, asalkan raja bisa menyediakan tali yang kuat untuk menarik gunung. Setelah melihat kecerdasan Meudeuhak, maka raja mengangkatnya menjadi penasihat pribadi. Hal ini membuat keempat orang guru menjadi iri, dan selalu berusaha untuk menjatuhkan Meudeuhak, namun selalu gagal berkat kecerdikannya. Kaseumi Diwi ditinggalkan oleh suaminya yang jahat, lalu dijadikan istri oleh Raja Wadiharah. Sedangkan Meudeuhak menyunting gadis yang bernama Amrak. Keempat guru tersebut terus menyebarkan fitnah, namun berkat kecerdikan Amrak dapat dibuktikan Meudeuhak tidak bersalah. Akhirnya keempat guru tersebut dihukum oleh raja. Raja Wadihirah diuji oleh jin yang menjelma menjadi seorang laki-laki bernama Diwatu. Dengan bantuan Meudeuhak semua pertanyaan Diwatu dapat dijawab dengan benar oleh raja. Diwatu menyarankan seorang raja bisa bermega-mega apabila mempunyai orang tua yang bijaksana sebagai penasihat, seorang hartawan sebagai teman dekat, dan raja harus cinta kepada alim ulama. Akhirnya semua urusan pemerintahan diserahkan raja kepada Meudeuhak. Negeri pun menjadi makmur dan maju.
Pada akhir hikayat ini diceritakan Raja Sumbang Hiran yang kalah berperang dengan Meudeuhak mengatur siasat baru. Raja Wadiharah dipancing dengan gadis-gadis cantik dan putrinya yang bernama Rak Keubandi. Raja Wadiharah pun tertarik terhadap Rak Keubandi. Maka raja pergi ke negeri Panca Lara, namun Raja Sumbang Hiran sudah merencanakan pembunuhan, tetapi diketahui dan digagalkan oleh Meudeuhak. Akhirnya raja selamat dan dapat mempersunting Rak Keubandi. Raja Sumbang Hiran pun menyerah dan dinasihati oleh Meudeuhak. Pemerintahan negeri Panca Larah diserahkan kepada Meudeuhak, kemudian diatur sebagai mana mestinya. Setelah itu, Meudeuhak dan Raja Wadiharah pulang ke negeri Wutu. (Ensiklopedi Aceh)
Kearifan Lokal
Sebagai jerita jenaka Hik Meudeuhak juga mengandung kearifan lokal. Dikisahkan ada seorang perempuan muda pergi bermain ke sebuah padang. Perempuan muda itu membawa seorang bayi laki-laki. Ketika sampai di sebuah kolam, bayi itu diletakkan di pinggir kolam lalu ia menimba air. Sementara itu datang seorang perempuan cantik seusia dengan perempuan muda tadi. Perempuan cantik itu mengambil bayi lalu membawa pergi. Melihat bayinya dibawa pergi, perempuan muda itu mengejar karena ingin mengambil bayinya. Sambil bertanya kenapa bayinya dibawa. Namun wanita cantik itu mengatakan bahwa bayi itu adalah anaknya. Pertengkaran antara kedua perempuan itu semakin meruncing karena saling mengaku bayi yang satu itu anak mereka. Akhirnya orang-orang meminta kedua perempuan itu membawa persoalannya ke Meudeuhak.
Dihadapan Meudeuhak kedua perempuan itu menjelaskan bahwa bayi yang satu adalah anak mereka. Kedua perempuan itu meminta agar Meudeuhak dapat memutuskan secara adil.
Meudeuhak mulai bertanya kepada perempuan cantik itu, anak siapakah bayi itu. Ini segera dijawab dan ia menjelaskan bahwa bayi itu adalah anaknya.
Kemudian Meudeuhak bertanya pula kepada perempuan muda itu bayi itu sebenarnya anak siapa. Perempuan muda itupun menjawab bahwa bayi itulah adalah anaknya. Orang-orang yang mendengar merasa heran; dua orang perempuan mengaku anak pada seorang bayi.
Meudeuhak mulai berpikir. Seorang anak dua ibunya. Tak lama kemudian Meudeuhak menemukan cara. Bayi itu diletakkan pada sebuah tempat. Kedua perempuan yang mengaku ibu bayi disuruh berjalan yang satu ke timur yang satu ke barat dengan jarak masing-masing 100 depa. Ketika gong yang dipalu nanti berbunyi keduanya berlari adu cepat untuk mendapatkan si bayi. Siapa yang lebih cepat dialah ibu bayi itu.
Cara seperti ini disetujui oleh kedua perempuan itu dan mulailah dilaksanakan. Gong dibunyikan dan kedua perempuan berlari cepat mendapatkan si bayi. Perempuan cantik itu sangat cepat larinya segera mengambil bayi dan menggendongnya. Perempuan muda terlambat namun mengejar ingin merebut si bayi. Nampaklah kedua perempuan itu saling berebut bayi. Melihat kejadian itu Meudeuhak mencegah. Lalu Meudeuhak meminta agar bayi diberikan padanya. Sambil berkata:
Siblah sapo ta meutueng-tueng
Bah meubulueung jinoe sigra
(Ambil oleh kalian masing-masing sebelah
Biar kubelah sekarang juga)
Mendengar usul itu perempuan cantik segera setuju. Sedang perempuan muda tidak. Perempuan muda itu berucap: (terjemahan T.A.Sakti)
Aneuk diulon teu bek taplahDiulon sah nyo aneukdaTajot keujih nyang ban sabohBek cit tapoh aneuk hamba(Anakku jangan tuan belahDia sungguh anakku sendiriBerikan saja untuk diaJangan di bunuh anak hamba)
Lalu perempuan muda itu berserah diri pada Tuhan. Mendengar tutur kata perempuan muda itu, Meudeuhak percaya bahwa benarlah ia ibu bayi itu. Dan tak mungkin bayi itu anak perempuan cantik yang tak punya kasih sayang sehingga rela anaknya dibelah. Hewan saja tidak akan memangsa anaknya.
Sementara itu perempuan cantik masih bersitegang mengaku dialah ibu bayi itu. Bukankah sesuai aturan perjanjian yang menye¬butkan siapa yang duluan mendapatkan anak dialah ibu sang bayi. Mengapa memungkiri perjanjian itu.
Meudeuhak menyebutkan perempuan cantik itu jelmaan setan oleh karena itu ia cepat berlari. Setan juga suka mengacau dan suka bersilat lidah. Lalu Meudeuhak memerintahkan setan perempuan cantik itu pergi dan jangan mengganggu dan mengkhianati manusia lagi. Setelah disumpah ia pun pergi.
Masih banyak kearifan lokal yang dapat ditemukan dalam hikayat Meudeuhak yang terdiri dari 2600 bait itu. Coba kita ikuti satu kisah lainnya lagi.
Raja memerintahkan kepada seorang bujang membawa sepotong kayu. Kayu itu disampaikan kepada Meudeuhak dan minta ditentukan mana yang ujung dan mana yang pangkal. Bila jawaban Meudeuhak salah ia akan didenda dengan membayar 1000 dinar.
Bujang cepat pergi menemui Meudeuhak dengan penuh rasa takut. Bagamana tidak takut kayu itu diraut sama besar pangkal dan ujung sehingga sukar ditebak. Dengan rasa takut yang amat sangat karena kawatir Meudeuhak tak bisa menjawab dan harus membayar mahal kayu itu dibawa ke Meudeuhak. Sambil memberikan kayu, disampaikan pertanyaan Raja kepada Meudeuhak. (terjemahan T.A. Sakti)
Ujong ngon uram ta peumeuriMeueng han tabri siribee dinaMasa neukheuen Sakeuti neumoeMeuteu taloe ro ie mata(Yang mana pangkal yang mana ujungJika tidak harus kita bayar 1000 dinarBerkati sakti sambil menangisBercucuran air matanya)
Meudeuhak memperhatikan kayu dan mengatakan, janganlah kita gundah, nanti Allah akan menolong. Dimasukkan kayu ke dalam air nanti akan nampak mana ujung dan mana pangkal. Yang tenggelam adalah pangkal dan yang timbul adalah ujung. Lalu kayu itu diberi tanda. Bujang menghadap raja dan menyampaikan jawaban yang diberikan Meudeuhak. Mendengar jawaban Meudeuhak yang tepat Raja terkagum-kagum.
Kearifan lokal diatas dapat kita lihat yang pertama menyentuh batin manusia sedang yang kedua menguji akal pikiran. Semakin banyak kearifan lokal kita temukan niscaya semakin kenal kita betapa nenek moyang telah membekali kita dengan kearifan yang diwariskan yang tersimpan dalam berbagai bentuk budaya. Tinggal lagi bagaimana upaya kita memungutnya.
LK Ara
Download tulisan ini KLIK di sini