Friday, November 28, 2008

Mengenang Asrul Sani

Rumah Mimpi Asrul
(Turut Melepaskan Seniman Besar Tanah Air & Bangsa: Asrul Sani)



Pada tanggal 11 Januari 2004, Asrul Sani yang lahir di Rao, Sumatera Barat, 10 Juni 1927, meninggal dunia di Jakarta. Selama 76 tahun, seniman-pemikir ini telah memberikan waktu hidupnya dengan isi yang padat, kaya-raya dan makna maksimal. Dengan isi waktu hidup yang demikian, Asrul yang dikenal sebagai ”pelopor sastra Angkatan ‘45” bersama Chairil Anwar dan Rivai Apin, seperti sudah mewujudkan apa yang dikatakan Chairil Anwar: ”sekali berarti sudah itu mati”, sehingga kematian akhirnya, jika menggunakan istilah sastrawan Slamet Sukirnanto, merupakan suatu ”kematian yang indah” (lihat: Kompas, Jakarta, 13 Januari 2004).

Mengapa Asrul bisa membuat kehidupan dan kematiannya indah? Jika memperhatikan lika-liku jalan kesenimanannya, maka kudapatkan jawabannya pada kenyataan bahwa Asrul merupakan seniman-pemikir yang selalu mencoba mencari jawab pertanyaan-pertanyaan yang dihadapkan zaman kepadanya. Asrul adalah seorang penanya dan pemimpi besar. Mimpi yang dibangunnya dengan membuka diri di hadapan dunia sehingga memungkinkan rupa-rupa acuan masuk leluasa memperkaya khazanah pengetahuannya. Kemudian ia menyusun dan membangun rumah mimpinya.


Berangkat dari rumah mimpi inilah, Asrul mencoba menjawab segala pertanyaan zaman yang tak pernah henti mengusik dan menggelitik. Jawaban-jawaban yang antara lain ia tuangkan dalam sanjak, esai dan rupa-rupa bentuk karya seni. Jalan pemimpi tentulah jalan sunyi dan bukanlah jalan lurus dan bertabur bunga, tapi justru lika-liku dan pergulatan ini pula yang menguji.

Mimpi bukanlah untuk mimpi. Mimpi seorang pemikir dan seniman sesungguhnya adalah mimpi untuk mewujudkan dunia baru yang manusiawi. Dengan segala kemampuan, Asrul dalam waktu hidup 76 tahun mencoba mewujudkan mimpinya jadi kenyataan dengan tidak menabukan bidang apa pun, termasuk berorganisasi dan berpolitik. Kegiatan berorganisasi dan berpolitik Asrul menunjukkan bahwa ia melihat jelas hubungan antarmimpi, sastra-seni, organisasi dan politik tanpa merumuskan dengan jelas misalnya ”politik sebagai panglima” dan sebagainya. Tapi, berangkat dari rumah mimpinya, ia praktikkan filsafat budaya dan politik. Jadi, tidak mengherankan jika ia melakukan politik praktis dengan menerima kedudukan sebagai anggota DPR dari tahun 1966 sampai 1982.

Jelas, Asrul bukanlah seniman-pemikir yang hanya bergelut dengan buku-buku di menara gadingnya. Terhadap mimpi dan jalan untuk mewujudkannya, orang bisa setuju atau tidak setuju, orang bisa sepakat atau menolak bahkan mengutuknya. Namun, Asrul sudah memberikan pilihannya. Pilihan ini menjadi sangat penting dalam tatanan masyarakat yang bhinneka sehingga memungkinkan dialog ide untuk mencapai jalan yang bisa ditempuh bersama dengan tenggang-menenggang terhadap hal-hal belum bisa disamakan. Kebhinnekaan akan sirna jika dialog ide tidak dimungkinkan. Dialog ide akan jadi omong kosong jika tidak disertai dengan rupa-rupa tawaran konsep dan diberlakukannya pikiran tunggal (pensée unique).

Dialog pun akan jadi pensée unique terselubung dengan meniadakan ruang bagi kebenaran pihak lain dan mengurung diri di satu ruang sempit berwarna hitam-putih. Dunia pensée unique dan kebhinekaan tidak pernah bisa mendamaikan diri. Agaknya sejarah selalu memperlihatkan diri bahwa cepat atau lambat akhirnya dunia pensée akan diruntuhkan oleh hakikat kemanusiaan. Dibandingkan dengan masa pemerintah Orde Baru Soeharto, boleh jadi periode tertentu pada pemerintah Soekarno memungkinkan kita melakukan dialog ide yang hidup dan cepat menumbuhkan pendewasaan pikiran.

Asrul dan Angkatannya

Asrul dan Angkatannya, aku kira justru tumbuh dan membesar dalam dialog ide ini. Antologi puisi tiga sekawan Chairil-Asrul-Apin Tiga Menguak Takdir (1950), bisa dipandang sebagai ”kuakan” terhadap pendapat-pendapat Angkatan Takdir Alisjahbana (Pujangga Baru). Sementara itu, ”Surat Kepercayaan Gelanggang” adalah jawaban terhadap kenyataan yang dihadapi oleh bangsa dan tanah air pada saat Republik Indonesia yang masih muda berada dalam keadaan gawat. Jawaban lain diberikan oleh Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) yang juga berdiri pada Agustus 1950 melalui Mukadimah-nya.

Dua jawaban dua arah yang membuka dialog ide yang serius. Dialog ini di mana Asrul turut
aktif bahkan menjadi salah seorang penggagas ”Surat Kepercayaan Gelanggang” mengajak seluruh anak bangsa berpikir dan memilih jalan. Dialog yang dimunculkan oleh keadaan memungkinkan kita untuk mencari jalan bersama. Tentu saja Republik dengan nilai-nilai republikennya menetapkan konsepnya sendiri yang tentu saja tidak akan memilih konsep yang melikuidasi diri secara sukarela. Dialog ide tidak bisa lepas dari kepentingan politik. Dan dialog kebudayaan merupakan bagian dari dialog ide.

Di antara ide-ide itu, tentu ada yang tidak tanggap terhadap nilai-nilai republiken pada zamannya. Dialog memungkinkan kita menemukan jalan bersama, sanggup hidup dalam perbedaan. Boleh jadi inilah salah satu kebesaran Asrul dan Angkatannya. Sikap terbuka Asrul jelas-jelas tampak dari ”Surat Kepercayaan Gelanggang” yang antara lain mengatakan:”Kami adalah ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia dan kebudayaan ini kami teruskan dengan cara kami sendiri....”. Bagaimana mungkin jadi ”ahli waris” kalau bersikap tertutup. ”Kebudayaan dunia” yang bagaimana yang akan diteruskan adalah masalah lain. Karena kebudayaan dunia pun bermacam-macam. Ini pun satu masalah polemis. Hanya yang paling pokok di sini adalah adanya sikap terbuka untuk dialog ide. Dan memang dialog ide pada masa Asrul dan Angkatannya sangat hidup. Polemik antara Harian Rakjat dan Harian Merdeka tentang Gerakan Aksi Sepihak, kukira merupakan contoh polemik bermutu yang jarang terjadi di negeri ini.

Lepas dari persetujuan dan penolakan, adanya gagasan-gagasan demikian dalam sejarah bangsa Indonesia merupakan satu kekayaan ide dan konsep budaya negeri ini. Manifes Kebudayaan pun, lepas dari kita setujui atau tidak, adalah salah satu kekayaan milik bangsa dan negeri. Republiken tidaknya konsep yang dibawanya adalah soal lain yang bisa diperdebatkan. Bisa tidaknya kita menghormati para penggagas konsep budaya merupakan petunjuk bisa tidaknya kita menghargai kebudayaan sendiri dan eksistensi sebagai bangsa. Satu contoh yang mencolok adalah bagaimana Prancis tetap memberikan penghargaan kepada Celine, penulis roman dan pemikir yang sangat menyokong ide fasisme. Tapi Celine sebagai budayawan tetap diakui kalangan sastrawan dan tetap dicatat dalam sejarah sastra Prancis. Dianggap sebagai milik Prancis sekalipun ide Celine bertentangan dengan ide-ide republiken: liberté, égalité dan fraternité (kebebasan, kesetaraan dan persaudaraan). Tentu saja Celine tidak dinilai sebagai sastrawan-pemikir Republik tapi salah seorang sastrawan-pemikir Prancis. Di negeri kita, sayangnya kemampuan menghargai budayawan dan sastrawan masih minim apalagi jika sudah berbeda pandang. Jangankan menghargai, para sastrawan-seniman dan budayawan tidak sedikit yang dihadapi dengan penglikuidasian fisik, pemenjaraan, pembuangan dan dibatasi dengan rupa-rupa larangan.

Sadar atau tidak sadar cara-cara kekerasan menghadapi perbedaan ide demikian, sebenarnya merupakan lanjutan logis dari pensée unique yang bertolakbelakang dengan kebhinnekaan

Asrul dan Karya-Karyanya

Untuk memahami karya-karyanya, kukira patut disimak cermat filsafat politik dan budaya Asrul. Karena boleh jadi segalanya bermula dari filsafat politik dan budaya yang kusebut rumah mimpi Asrul. Bidang-bidang yang dia kecimpungi tidak lain merupakan pernyataan dan usaha nyatanya mewujudkan filsafat politik dan budaya tersebut karena Asrul selain pemimpi, ia juga seorang praktisi-pencinta kemanusiaan yang tidak memisahkan ide dan praktik. Dari memahami isi rumah mimpi Asrul lalu bisa direntangkan deretan panjang segala kegiatan dan karya-karyanya di berbagai bidang. Kegiatan-kegiatan dan karya-karya Asrul tidak lain dari terjemahan nyata isi rumah mimpinya.

Yang menarik dan patut diteladani adalah dalam berkarya Asrul selalu menuangkan isi rumah mimpinya ke tingkat artistik yang tinggi. Sejak puisi-puisinya dalam ”Tiga Menguak Takdir” sampai karya-karya terakhir, Asrul selalu mencoba mencapai taraf artistik yang maksimal dan mengelak kemungkinan merosot ke taraf slogan atau propaganda mentah. Ini pun tampak dari karya-karya filmnya yang kemudian mendapat penghargaan nasional dan internasional.

Misalnya diberikannya Bintang Mahaputera Utama dan perolehan piala Golden Harvest dalam Festival Film Asia tahun 1970 untuk Apa Yang Kau Cari Palupi. Sejak film pertamanya Titian Serambut Dibelah Tujuh (1959), ia kemudian menghasilkan sekitar 12 film dan menulis lebih dari 50 skenario film bioskop, televisi dan panggung. Ada di antara skenario ini yang belum dipublikasikan. Kuantitas dan kualitas karyanya di bidang perfilman, panggung dan televisi saja memperlihatkan tingkat tak terbantah bahwa Asrul adalah seorang seniman besar bangsa, merupakan kekayaan dan salah seorang pembangun budaya bangsa ini. Kenyataan ini diperkuat oleh bagaimana kegiatan Asrul membentuk barisan penerus sastra-seni yang berwawasan melalui membangun ATNI (Akademi Teater Nasional Indonesia). Salah seorang anak asuhnya adalah dramawan N. Riantiarno. Saban Asrul memberi kuliah, ruangan selalu ramai mahasiswa yang ingin mendengar kuliah Asrul.

Soalnya, mereka ingin mendengar ungkapan-ungkapan Asrul yang disampaikan dalam bahasa Indonesia yang sangat bagus, ujar Riantiarno dalam mengenang sang guru. Begitu pula dalam penulisan skenario, yang disebut Riantiarno ”sangat bagus, sampai sulit di-breakout”.

Dalam konteks membangun barisan sastrawan-seniman penerus ini, Asrul juga telah menemukan dan mengangkat penyair-dramawan Rendra. Mengenang sang penemunya Rendra berkata: Asrul Sani sebagai seorang penyair dan esais yang menonjol. Dia mengaku bahwa Asrul Sani-lah yang ”menemukannya”. Kata Rendra, ”Saya masih kelas II SMA. Asrul memuat sajak saya di lembaran ‘Gelanggang’ dari majalah Siasat. Baru setelah itu tokoh seperti HB Jassin tertarik pada sajak saya.” Sajak-sajak pertama Rendra yang dimuat di Gelanggang antara lain ”Telegram Tiba Senja”, ”Gerilya”, ”Balada Petualang”, ”Balada Kasan”, dan ”Fatima”. (Lihat: Kompas, Jakarta, 13 Januari 2004).

Asrul melakukan semua ini dengan kesadaran. Sadar pula bahwa ia cepat atau lambat akan pergi. Karena itu ia menyiapkan tenaga baru agar rumah mimpinya tetap berpenghuni dan melanjutkan pelaksanaan mimpi yang tak sempat ditunai, yakin pula bahwa penghuni rumah mimpinya akan memberi pengayaan. Kesadaran akan pentingnya membangun barisan sastrawan-seniman penerus ini menunjukkan pula bahwa Asrul tahu pekerjaannya belum selesai, ”belum apa-apa”.

Asrul ”memburu arti”

Meninggalnya Asrul berarti Indonesia kehilangan seorang besar dalam bidang sastra-seni dan pemikiran. Baris-baris ini adalah salam hormat penghabisan kepada Asrul yang telah mengisi hidup 76 tahunnya dengan ”arti” sehingga membuat kematian jadi indah. Tapi kematian ini pula yang oleh Chairil Anwar bermakna: ”… adalah karena kesementaraan segala yang mencap tiap benda, lagi pula terasa matikan datang merusak” (dari: Chairil Anwar, ”Kepada Pelukis Affandi”, dalam: Deru Campur Debu, Dian Rakyat, Jakarta, 1993, hlm. 31).

Benarkah kematian merusak mimpi? Penghuni baru rumah mimpilah yang paling bisa menjawabnya. Indonesia pun menanyakan para penghuni baru itu, sedang Asrul telah pergi! Akankah kepergian Asrul juga tanda kepergian kebhinnekaan dan berkuasanya kembali pensée unique yang membuat Indonesia merupakan rumah mimpi yang kosong dan lengang?!

Paris, Januari 2004.

JJ Kusni, Sinar Harapan, 2004

Thursday, November 27, 2008

Calon Arang

Pada suatu masa di Kerajaan Daha yang dipimpin oleh raja Erlangga, hidup seorang janda yang sangat bengis. Ia bernama Calon Arang. Ia tinggal di desa Girah. Calon Arang adalah seorang penganut sebuah aliran hitam, yakni kepercayaan sesat yang selalu mengumbar kejahatan memakai ilmu gaib. Ia mempunyai seorang putri bernama Ratna Manggali. Karena puterinya telah cukup dewasa dan Calon Arang tidak ingin Ratna Manggali tidak mendapatkan jodoh, maka ia memaksa beberapa pemuda yang tampan dan kaya untuk menjadi menantunya. Karena sifatnya yang bengis, Calon Arang tidak disukai oleh penduduk Girah. Tak seorang pemuda pun yang mau memperistri Ratna Manggali. Hal ini membuat marah Calon Arang. Ia berniat membuat resah warga desa Girah.

“Kerahkan anak buahmu! Cari seorang anak gadis hari ini juga! Sebelum matahari tenggelam anak gadis itu harus dibawa ke candi Durga!“ perintah Calon Arang kepada Krakah, seorang anak buahnya. Krakah segera mengerahkan cantrik-cantrik Calon Arang untuk mencari seorang anak gadis. Suatu perkerjaan yang tidak terlalu sulit bagi para cantrik Calon Arang.

Sebelum matahari terbit, anak gadis yang malang itu sudah berada di Candi Durga. Ia meronta-ronta ketakutan. “Lepaskan aku! Lepaskan aku!“ teriaknya. Lama kelamaan anak gadis itu pun lelah dan jatuh pingsan. Ia kemudian di baringkan di altar persembahan. Tepat tengah malam yang gelap gulita, Calon Arang mengorbankan anak gadis itu untuk dipersembahkan kepada Betari Durga, dewi angkara murka.


Kutukan Calon Arang menjadi kenyataan. “Banjir! Banjir!“ teriak penduduk Girah yang diterjang aliran sungai Brantas. Siapapun yang terkena percikan air sungai Brantas pasti akan menderita sakit dan menemui ajalnya. “He, he... siapa yang berani melawan Calon Arang ? Calon Arang tak terkalahkan!” demikian Calon Arang menantang dengan sombongnya. Akibat ulah Calon Arang itu, rakyat semakin menderita. Korban semakin banyak. Pagi sakit, sore meninggal. Tidak ada obat yang dapat menanggulangi wabah penyakit aneh itu..

“Apa yang menyebabkan rakyatku di desa Girah mengalami wabah dan bencana ?” Tanya Prabu Erlangga kepada Paman Patih. Setelah mendengar laporan Paman Patih tentang ulah Calon Arang, Prabu Erlangga marah besar. Genderang perang pun segera ditabuh. Maha Patih kerajaan Daha segera menghimpun prajurit pilihan. Mereka segera berangkat ke desa Girah untuk menangkap Calon Arang. Rakyat sangat gembira mendengar bahwa Calon Arang akan ditangkap. Para prajurit menjadi bangga dan merasa tugas suci itu akan berhasil berkat doa restu seluruh rakyat.

Prajurit kerajaan Daha sampai di desa kediaman Calon Arang. Belum sempat melepaskan lelah dari perjalanan jauh, para prajurit dikejutkan oleh ledakan-ledakan menggelegas di antara mereka. Tidak sedikit prajurit Daha yang tiba-tiba menggelepar di tanah, tanpa sebab yang pasti.

Korban dari prajurit Daha terus berjatuhan. Musuh mereka mampu merobohkan lawannya dari jarak jauh, walaupun tanpa senjata. Kekalahan prajurit Daha membuat para cantrik, murid Calon Arang bertambah ganas. “Serang! Serang terus!” seru para cantrik. Pasukan Daha porak poranda dan lari pontang-panting menyelamatkan diri. Prabu Erlangga terus mencari cara untuk mengalahkan Calon Arang. Untuk mengalahkan Calon Arang, kita harus menggunakan kasih saying”, kata Empu Barada dalam musyawarah kerajaan. “Kekesalan Calon Arang disebabkan belum ada seorang pun yang bersedia menikahi puteri tunggalnya.“

Empu Barada meminta Empu Bahula agar dapat membantu dengan tulus untuk mengalahkan Calon Arang. Empu Bahula yang masih lajang diminta bersedia memperistri Ratna Manggali. Dijelaskan, bahwa dengan memperistri Ratna Manggali, Empu Bahula dapat sekaligus memperdalam dan menyempurnakan ilmunya.

Akhirnya rombongan Empu Bahula berangkat ke desa Girah untuk meminang Ratna Manggali. “He he … aku sangat senang mempunyai menantu seorang Empu yang rupawan.” Calon Arang terkekeh gembira. Maka, diadakanlah pesta pernikahan besar-besaran selama tujuh hari tujuh malam. Pesta pora yang berlangsung itu sangat menyenangkan hati Calon Arang. Ratna Manggali dan Empu Bahula juga sangat bahagia. Mereka saling mencintai dan mengasihi. Pesta pernikahan telah berlalu, tetapi suasana gembira masih meliputi desa Girah. Empu Bahula memanfaatkan saat tersebut untuk melaksanakan tugasnya.

Di suatu hari, Empu Bahula bertanya kepada istrinya, “Dinda Manggali, apa yang menyebabkan Nyai Calon Arang begitu sakti?“ Ratna Manggali menjelaskan bahwa kesaktian Nyai Calon Arang terletak pada Kitab Sihir. Melalui buku itu, ia dapat memanggil Betari Durga. Kitab sihir itu tidak bisa lepas dari tangan Calon Arang, bahkan saat tidur, Kitab sihir itu digunakan sebagai alas kepalanya.

Empu Bahula segera mengatur siasat untuk mencuri Kitab Sihir. Tepat tengah malam, Empu Bahula menyelinap memasuki tempat peraduan Calon Arang. Rupanya Calon Arang tidur terlalu lelap, karena kelelahan setelah selama tujuh hari tujuh malam mengumbar kegembiraannya. Empu Bahul berhasil mencuri Kitab sihir Calon Arang dan langsung diserahkan ke Empu Baradah. Setelah itu, Empu Bahula dan istrinya segera mengungsi.

Calon Arang sangat marah ketika mengetahui Kitab sihirnya sudah tidak ada lagi, ia bagaikan seekor badak yang membabi buta. Sementara itu, Empu Baradah mempelajari Kitab sihir dengan tekun. Setelah siap, Empu Baradah menantang Calon Arang. Sewaktu menghadapi Empu Baradah, kedua belah telapak tangan Calon Arang menyemburkan jilatan api, begitu juga kedua matanya. Empu Baradah menghadapinya dengan tenang. Ia segera membaca sebuah mantera untuk mengembalikan jilatan dan semburan api ke tubuh Calon Arang. Karena Kitab sihir sudah tidak ada padanya, tubuh Calon Arang pun hancur menjadi abu dan tertiup kencang menuju ke Laut Selatan. Sejak itu, desa Girah menjadi aman tenteram seperti sediakala.

Diambil dari: http://www.e-smartschool.com

Download Novel Sastra
Ronggeng Dukuh Paruk (Ahmad Tohari) - Lintang Kemukus Dini Hari (Ahmad Tohari) - Jentera Bianglala (Ahmad Tohari) - Kubah (Ahmad Tohari) - Di Kaki Bukit Cibalak (Ahmad Tohari) - Bekisar Merah (Ahmad Tohari) - Siti Nurbaya (Marah Rusli) - Di Bawah Lindungan Kabah (Hamka) - Azab dan Sengsara (Merari Siregar) - Harimau-Harimau (Mochtar Lubis) - Supernova (akar - Dee) - Supernova (petir - Dee) - - Sengsara Membawa Nikmat (Tulis Sutan Sati) - Mantra Penjinak Ular (Kuntowijoyo) - Mangir (Pramoedya Ananta Toer) - Arok-Dedes (Pramoedya Ananta Toer) - Perburuan (Pramoedya Ananta Toer) - Kasih Tak Terlerai (Suman Hs) - Gadis Pantai (Pramoedya Ananta Toer) - Atheis (Achdiat Kartamiharja)


goesprih.blogspot.com Overview

goesprih.blogspot.com has 1.444.907 traffic rank in world by alexa. goesprih.blogspot.com is getting 761 pageviews per day and making USD 3.70 daily. goesprih.blogspot.com has 210 backlinks according to yahoo and currently not listed in Dmoz directory. goesprih.blogspot.com is hosted in United States at Google data center. goesprih.blogspot.com is most populer in INDONESIA. Estimeted worth of goesprih.blogspot.com is USD 2701 according to websiteoutlook