Analisis Unsur Intrinsik Cerita Rekaan
(catatan ringkas)
1. Pengantar
Karya sastra (KS) menurut ragamnya dapat dibedakan atas prosa, puisi, dan drama. Cerita rekaan merupakan jenis KS yang beragam prosa. Berdasarkan panjang pendek cerita, ada yang membeda-bedakan cerita rekaan menjadi cerita pendek/cerpen, cerita menengah/cermen, dan cerita panjang/cerpan. Namun, patokan yang jelas tentang persyaratan panjang pendek ini belum ada, setidaknya bagi cerita rekaan Indonesia.
Orang membaca cerita rekaan dengan berbagai motivasi. Kebanyakan orang membacanya sebagai pengisi waktu saja. Dalam hal itu, tidaklah penting apakah karya tersebut bermutu/tidak; bahkan barangkali juga tidak menjadi soal apakah ceritanya menarik/tidak. Ada pula yang membaca cerita rekaan sebagai hiburan. Dalam hal ini, pembaca akan memilih cerita yang menarik baginya.
Menarik atau tidak adalah soal selera; jadi, subjektif sifatnya. Pembaca yang lebih serius; membaca cerita rekaan tidak hanya sebagai pengisi waktu/sebagai hiburan. Ia ingin memperoleh suatu pengalaman baru dari karya yang dibacanya itu. Ia ingin memperkaya batinnya dengan memperoleh wawasan yang menyebabkannya lebih memahami liku liku hidup ini. KS dihadapinya dengan anggapan bahwa KS yang baik dapat membekali dirinya dengan kearifan hidup (konsepsi pragmatis).
Menurut Horatius, KS bersifat dulce et utile (indah dan bermanfaat). Demikian pula cerita rekaan sebagai KS seharus-nya menarik dan merangsang rasa ingin tahu. Semua cerita rekaan ada kemiripan dengan sesuatu di dalam hidup ini karena bahannya diambil dari pengalaman hidup. Hal ini dapat ditemukan di dalam tiap tiap cerita, jika kita membacanya dengan cermat, dengan memperhatikan baik baik siapa tokoh ceritanya, apa peristiwa yang dialaminya, di mana peristiwa itu terjadi dan bagaimana terjadinya, dan sebagainya. Dengan menganalisis kita menjaddi paham akan duduk perkara ceritanya. Dalam hal ini, sebenarnya kita meneliti bangun/struktur cerita. Patut dicatat bahwa dengan berbuat demikian cerita mjd lebih menarik bagi kita.
Analisis unsur intrinsik cerita rekaan juga membantu pembaca memahami cara pengarang mengungkapkan batinnya secara kreatif (konsepsi ekspresif). Sebaliknya, analisis juga membantu pengarang mengembangkan kegiatan itu. Misalnya, seorang pengarang menulis menurutkan kata hati/ilham tanpa mempertimbangkan masak masak gagasan yang hendak dikemukakannya, pernokohan dan pengaluran tidak dirancang baik baik, bahasa tidak dieksploitasi kemungkinannya secara optimal. Hal ini sering berakibat imajinasinya tidak khas dan hasrat untuk menciptakan KS yang serius tidak timbul. Dengan analisis tersebu pengarang dapat memperbaiki proses kreatifnya.
Kalau cerita rekaan merupakan suatu sistem (ingat kerangka pandang strukturalis), maka subsistem yang terpenting di dalamnya adalah tokoh, alur, tema, dan amanat. Unsur unsur tersebut saling berkaitan satu sama lain membangun keutuhan cerita. Untuk itu, berikut ini akan dipaparkan ketiga hal di atas ditambah dgn unsur lain seperti latar dan sudut pandang.
2. Tokoh dan Penokohan
a. Tokoh
Tokoh ialah individu rekaan yang mengalami peristiwa/berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Tokoh pada umumnya berwujud manusia, tetapi dapat juga berwujud binatang/benda yang diinsankan. tokoh binatang/benda dalam suatu cerita rekaan dapat bertingkah laku seperti manusia, dapat berpikir dan berbicara seperti manusia; karena pengarangnya sendiri adalah manusia dan yang membaca juga manusia.
Semua unsur carita rekaan, termasuk tokohnya, bersifat rekaan semata mata. Tokoh itu di dalam dunia nyata tidak ada. Boleh jadi ada kemiripannya dengan individu tertentu di dalam hidup ini; artinya, ia memiliki sifat sifat yang sama dengan seseorang yang kita kenal di dalam hidup kita. Supaya tokoh dapat diterima pembaca, ia hendaklah memiliki sifat ( sifat) yang dikenal pembaca, yang tidak asing baginya, bahkan yang mungkin ada pada diri pembaca itu sendiri. Dengan kata lain, harus ada relevansi tokoh itu dengan pembaca.
Tokoh menjadi relevan dengan pembaca/pengalaman pembaca jika tokoh itu seperti si pembaca atau seperti seseorang yang dikenal pembaca. Setidak-tidaknya ada sesuatu pada diri tokoh yang juga ada pada dirinya; bahkan pada tokoh tokoh yang aneh pun ada sesuatu di dalam dirinya yang relevan dengan diri pembaca. Hanya dengan demikian tokoh itu berterima.
Sementara itu, harus tetap disadari bahwa di samping kemiripannya ada juga perbedaannya dengan manusia seperti yang dikenal di dalam hidup nyata. Hal ini disebabkan tokoh cerita rekaan tidak sepenuhnya bebas. Tokoh merupakan bagian/unsur dari suatu keutuhan artistik yaitu karya sastra yang hrs selalu menunjang keutuhan artistik itu.
Berdasarkan fungsi/kedudukannya di dalam cerita, tokoh dapat dibedakan menjadi dua, yakni: tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh yang memegang peran pokok dalam cerita disebut tokoh sentral/utama. Ia menjadi pusat sorotan di dalam kisahan.
Kriteria yang digunakan untuk menentukan tokoh utama BUKAN pada frekuensi kemunculan tokoh itu di dalam cerita, melainkan intensitas keterlibatan tokoh di dalam peristiwa peristiwa yang membangun cerita. Tokoh sentral dapat juga ditentukan dengan memperhatikan hubungan antartokoh. Tokoh sentral selalu berhubungan dgn tokoh tokoh yang lain, sedangkan tokoh tokoh itu sendiri tidak semua saling berhubungan satu dengan yang lain. Judul cerita seringkali juga mengungkapkan siapa yang dimaksudkan sebagai tokoh utama. Misalnya Tuyet, Sitti Nurbaja, Hikayat Hang Tuah. Akan tetapi, patut diteliti lebih lanjut apakah maksud menokohutamakan tokoh tertentu itu ditunjang oleh penokohan dan pengaluran cerita. Artinya, apakah tokoh yang namanya tercantum di dalam judul itu benar benar ditampilkan sebagai tokoh utama.
Tokoh utama/sentral masih bisa dibagi bagi lagi menjadi (a) protagonis, (b) antagonis, wirawan/wirawati; dan (d) anti wirawan/wirawati. Tetapi perlu diingat, tidak setiap cerita rekaan pasti mempunyai keempat jenis tokoh ini. Hanya cerita cerita klasik kuno/cerita cerita didaktis (mendidik) saja yang umumnya mempunyai jenis jenis tokoh di atas
Tokoh protagonis adalah tokoh utama yang mewakili kebaikan. Tokoh penentang utama dari protagonis disebut antagonis atau tokoh lawan. Antagonis termasuk tokoh sentral. Di dalam KS tradisional seperti cerita rakyat, biasanya pertentangan antara protagonis dan antagonis jelas sekali. Protagonis mewakili yang baik dan terpuji karena itu biasanya menarik simpati pembaca, sedang antagonis mewakili pihak yang jahat/salah. Wirawan atau wirawati adalah tokoh yang panting di dalam cerita, dan karena pentingnya cenderung menggeser kedudukan tokoh utama. Sebaliknya, antiwirawan/ti adalah tokoh utama yang membantu tokoh antagonis, dan karena kedudukannya itu sering pula menggeser kedudukan tokoh antagonis.
Tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam cerita, tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk menunjang/mendukung tokoh utama. Tokoh bawahan masih dapat dibagi menjadi 2, yakni (a) tokoh andalan dan (b) tokoh tambahan/lataran. Tokoh andalan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam cerita tetapi kehadirannya berfungsi untuk memperjelas tokoh utama. Sedangkan tokoh tambahan/lataran adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam cerita dan kehadirannya hanya berfungsi untuk menambah suasana, mempertegas setting/latar cerita.
Tokoh menjadi relevan dengan pembaca/pengalaman pembaca jika tokoh itu seperti si pembaca atau seperti seseorang yang dikenal pembaca. Setidak-tidaknya ada sesuatu pada diri tokoh yang juga ada pada dirinya; bahkan pada tokoh tokoh yang aneh pun ada sesuatu di dalam dirinya yang relevan dengan diri pembaca. Hanya dengan demikian tokoh itu berterima.
Sementara itu, harus tetap disadari bahwa di samping kemiripannya ada juga perbedaannya dengan manusia seperti yang dikenal di dalam hidup nyata. Hal ini disebabkan tokoh cerita rekaan tidak sepenuhnya bebas. Tokoh merupakan bagian/unsur dari suatu keutuhan artistik yaitu karya sastra yang hrs selalu menunjang keutuhan artistik itu.
Berdasarkan fungsi/kedudukannya di dalam cerita, tokoh dapat dibedakan menjadi dua, yakni: tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh yang memegang peran pokok dalam cerita disebut tokoh sentral/utama. Ia menjadi pusat sorotan di dalam kisahan.
Kriteria yang digunakan untuk menentukan tokoh utama BUKAN pada frekuensi kemunculan tokoh itu di dalam cerita, melainkan intensitas keterlibatan tokoh di dalam peristiwa peristiwa yang membangun cerita. Tokoh sentral dapat juga ditentukan dengan memperhatikan hubungan antartokoh. Tokoh sentral selalu berhubungan dgn tokoh tokoh yang lain, sedangkan tokoh tokoh itu sendiri tidak semua saling berhubungan satu dengan yang lain. Judul cerita seringkali juga mengungkapkan siapa yang dimaksudkan sebagai tokoh utama. Misalnya Tuyet, Sitti Nurbaja, Hikayat Hang Tuah. Akan tetapi, patut diteliti lebih lanjut apakah maksud menokohutamakan tokoh tertentu itu ditunjang oleh penokohan dan pengaluran cerita. Artinya, apakah tokoh yang namanya tercantum di dalam judul itu benar benar ditampilkan sebagai tokoh utama.
Tokoh utama/sentral masih bisa dibagi bagi lagi menjadi (a) protagonis, (b) antagonis, wirawan/wirawati; dan (d) anti wirawan/wirawati. Tetapi perlu diingat, tidak setiap cerita rekaan pasti mempunyai keempat jenis tokoh ini. Hanya cerita cerita klasik kuno/cerita cerita didaktis (mendidik) saja yang umumnya mempunyai jenis jenis tokoh di atas
Tokoh protagonis adalah tokoh utama yang mewakili kebaikan. Tokoh penentang utama dari protagonis disebut antagonis atau tokoh lawan. Antagonis termasuk tokoh sentral. Di dalam KS tradisional seperti cerita rakyat, biasanya pertentangan antara protagonis dan antagonis jelas sekali. Protagonis mewakili yang baik dan terpuji karena itu biasanya menarik simpati pembaca, sedang antagonis mewakili pihak yang jahat/salah. Wirawan atau wirawati adalah tokoh yang panting di dalam cerita, dan karena pentingnya cenderung menggeser kedudukan tokoh utama. Sebaliknya, antiwirawan/ti adalah tokoh utama yang membantu tokoh antagonis, dan karena kedudukannya itu sering pula menggeser kedudukan tokoh antagonis.
Tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam cerita, tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk menunjang/mendukung tokoh utama. Tokoh bawahan masih dapat dibagi menjadi 2, yakni (a) tokoh andalan dan (b) tokoh tambahan/lataran. Tokoh andalan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam cerita tetapi kehadirannya berfungsi untuk memperjelas tokoh utama. Sedangkan tokoh tambahan/lataran adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam cerita dan kehadirannya hanya berfungsi untuk menambah suasana, mempertegas setting/latar cerita.
b.Penokohan
Penokohan adalah cara pengarang menyajikan/melukiskan watak tokoh dalam cerita. Sedangkan watak sendiri bisa diartikan sebagai kualitas daya nalar, cara berfikir, dan bertindak tokoh yang membedakannya dengan tokoh lain.
Penokohan dilihat dari cara penyajiannya dapat dibedakan menjadi 2, yakni (a) penokohan secara analitis/langsung/perian/diskursif; (b) penokohan secara tak langsung / ragaan / dramatik. Penokohan secara langsung artinya pengarang menyajikan watak tokoh secara langsung melalui uraian uraian dalam cerita; sehingga pembaca dengan gampang mengetahui bagaimana watak tokoh tersebut. Sedangkan penokohan secara tidak langsung terjadi jika pengarang menggambarkan watak tokoh dengan menguraikan perilaku, cara berpikir, dialog dgn tokoh lain; sehingga pembaca harus menyimpulkan sendiri watak tokoh dari perilakunya, cara memecahkan masalah, atau lewat dialog dengan tokoh lain.
Dilihat dari kualitasnya, cara penokohan dapat dibedakan menjadi 2, yakni (a) tokoh bulat/kompleks; dan (b) tokoh datar/pipih. Tokoh bulat adalah tokoh yang disorot dari banyak sisi, baik sikap sikap yang positif maupun negatif. Disebut tokoh bulat round character) karena tokoh itu terlihat segala seginya, kelemahan maupun kekuatannya, sehingga tidak menimbulkan kesan "hitam putih". Berbagai segi wataknya itu tidak ditampilkan sekaligus, tetapi berangsur angsur/berganti ganti. Sedangkan tokoh pipih/datar adalah tokoh yang hanya disorot dari satu sisi saja. Ada tokoh yang selalu baik, dan ada tokoh yang selalu jahat.
Perlu ditekankan, bahwa sesungguhnya tidak ada tokoh yang betul betul dapat disebut datar atau benar bener bulat. Yang benar adalah bahwa ada tokoh yang lebih ditonjolkan kedataran atau kesederhanaan wataknya, ada yang lebih ditampilkan kebulatan atau kekompleksannya. Pengertian datar dan bulat pada umumnya digunakan secara relatif saja.
Sering orang beranggapan bahwa tokoh bulat lebih tinggi nilainya daripada tokoh datar. Tokoh bulat dengan liku liku wataknya lebih sulit diciptakan daripada tokoh datar yang hanya satu segi dominannya yang ditonjolkan sepanjang cerita.
Sesungguhnya penilaiannya tidak sederhana itu. Tokoh bulat memang lebih sukar direka daripada tokoh datar. Tokoh bulat lebih menyerupai pribadi yang hidup, dan kemiripan ini adalah salah satu bentuk relevansi. Dgn kata lain, kekompleksan tokoh dapat membuat KS itu mirip kehidupan yang sebenarnya. Akan tetapi, sifat cerita, fungsi tokoh di dalam cerita, dan perkembangan zaman ikut menentukan bagaimana sebaiknya tokoh ditampilkan. Cerita didaktis lebih terdukung oleh tokoh datar.
Penilaian terhadap tokoh datar dan tokoh bulat harus dilakukan dengan mempertimbangkan sumbangan tokoh itu terhadap cerita dan fungsi tokoh itu di dalam cerita. Dengan berpedoman pada pertimbangan itu, kita dapat lebih memahami peran dan sumbangan tokoh yang absurd. Tokoh absurd ialah tokoh yang tidak memiliki kedirian yang khas, tidak dapat dirujukkan kepada satu identitas yang jelas. Tokoh absurd merupakan gambaran tokoh yang sangat mungkin mendiami manusia manusia kini, yang kehilangan kediriannya.
Penokohan dilihat dari cara penyajiannya dapat dibedakan menjadi 2, yakni (a) penokohan secara analitis/langsung/perian/diskursif; (b) penokohan secara tak langsung / ragaan / dramatik. Penokohan secara langsung artinya pengarang menyajikan watak tokoh secara langsung melalui uraian uraian dalam cerita; sehingga pembaca dengan gampang mengetahui bagaimana watak tokoh tersebut. Sedangkan penokohan secara tidak langsung terjadi jika pengarang menggambarkan watak tokoh dengan menguraikan perilaku, cara berpikir, dialog dgn tokoh lain; sehingga pembaca harus menyimpulkan sendiri watak tokoh dari perilakunya, cara memecahkan masalah, atau lewat dialog dengan tokoh lain.
Dilihat dari kualitasnya, cara penokohan dapat dibedakan menjadi 2, yakni (a) tokoh bulat/kompleks; dan (b) tokoh datar/pipih. Tokoh bulat adalah tokoh yang disorot dari banyak sisi, baik sikap sikap yang positif maupun negatif. Disebut tokoh bulat round character) karena tokoh itu terlihat segala seginya, kelemahan maupun kekuatannya, sehingga tidak menimbulkan kesan "hitam putih". Berbagai segi wataknya itu tidak ditampilkan sekaligus, tetapi berangsur angsur/berganti ganti. Sedangkan tokoh pipih/datar adalah tokoh yang hanya disorot dari satu sisi saja. Ada tokoh yang selalu baik, dan ada tokoh yang selalu jahat.
Perlu ditekankan, bahwa sesungguhnya tidak ada tokoh yang betul betul dapat disebut datar atau benar bener bulat. Yang benar adalah bahwa ada tokoh yang lebih ditonjolkan kedataran atau kesederhanaan wataknya, ada yang lebih ditampilkan kebulatan atau kekompleksannya. Pengertian datar dan bulat pada umumnya digunakan secara relatif saja.
Sering orang beranggapan bahwa tokoh bulat lebih tinggi nilainya daripada tokoh datar. Tokoh bulat dengan liku liku wataknya lebih sulit diciptakan daripada tokoh datar yang hanya satu segi dominannya yang ditonjolkan sepanjang cerita.
Sesungguhnya penilaiannya tidak sederhana itu. Tokoh bulat memang lebih sukar direka daripada tokoh datar. Tokoh bulat lebih menyerupai pribadi yang hidup, dan kemiripan ini adalah salah satu bentuk relevansi. Dgn kata lain, kekompleksan tokoh dapat membuat KS itu mirip kehidupan yang sebenarnya. Akan tetapi, sifat cerita, fungsi tokoh di dalam cerita, dan perkembangan zaman ikut menentukan bagaimana sebaiknya tokoh ditampilkan. Cerita didaktis lebih terdukung oleh tokoh datar.
Penilaian terhadap tokoh datar dan tokoh bulat harus dilakukan dengan mempertimbangkan sumbangan tokoh itu terhadap cerita dan fungsi tokoh itu di dalam cerita. Dengan berpedoman pada pertimbangan itu, kita dapat lebih memahami peran dan sumbangan tokoh yang absurd. Tokoh absurd ialah tokoh yang tidak memiliki kedirian yang khas, tidak dapat dirujukkan kepada satu identitas yang jelas. Tokoh absurd merupakan gambaran tokoh yang sangat mungkin mendiami manusia manusia kini, yang kehilangan kediriannya.
3. Alur dan Pengaluran
a. Stuktur Alur
Dalam sebuah carita rekaan berbagai peristiwa disajikan dengan urutan tertentu. Peristiwa yang diurutkan dan membangun tulang punggung cerita disebut alur. Sedangkan pengaluran adalah cara pengarang mengurutkan peristiwa yang membentuk cerita. Alur bisa diibaratkan sebagai rangka dalam tubuh manusia. Tanpa rangka, tubuh tidak dapat berdiri. Di dalam fungsinya yang demikian dapat dibedakan peristiwa peristiwa utama yang membentuk alur utama, dan peristiwa peristiwa pelengkap yang membentuk alur bawahan atau mengisi jarak antara dua peristiwa utama.
Peristiwa yang dialami tokoh dalam cerita dapat disusun menurut urutan waktu terjadinya (chronological order). Alur dengan susunan peristiwa yang kronologis semacam itu disebut alur linier . Tetapi menyajikan rentetan peristiwa dalam urutan waktu bukanlah satu satunya cara dan bukan cara yang utama di dalam penyusunan cerita rekaan Peristiwa peristiwa dalam cerita rekaan dapat juga disusun dengan memperhatikan hubungan kausalnya (sebab akibat).
Walaupun urutan peristiwa dalam cerita rekaan itu beragam coraknya, tetapi ada pola pola tertentu yang hampir selalu terdapat di dalam sebuah cerita rekaan, ada struktur umum alur cerita rekaan. Struktur umum alur itu dapat digambarkan sebagai berikut.
Peristiwa yang dialami tokoh dalam cerita dapat disusun menurut urutan waktu terjadinya (chronological order). Alur dengan susunan peristiwa yang kronologis semacam itu disebut alur linier . Tetapi menyajikan rentetan peristiwa dalam urutan waktu bukanlah satu satunya cara dan bukan cara yang utama di dalam penyusunan cerita rekaan Peristiwa peristiwa dalam cerita rekaan dapat juga disusun dengan memperhatikan hubungan kausalnya (sebab akibat).
Walaupun urutan peristiwa dalam cerita rekaan itu beragam coraknya, tetapi ada pola pola tertentu yang hampir selalu terdapat di dalam sebuah cerita rekaan, ada struktur umum alur cerita rekaan. Struktur umum alur itu dapat digambarkan sebagai berikut.
AWAL:
paparan (exposition)
rangsangan (inciting moment)
gawatan (rising action)
TENGAH
tikaian (conflict)
rumitan (complication)
klimaks
AKHIR
leraian (failing action)
selesaian (denouement)
Paparan biasanya merupakan fungsi utama awal suatu cerita untuk memudahkan pembaca mengikuti kisahan selanjutnya. Situasi yang digambarkan pada paparan harus membuka kemungkinan cerita itu berkembang. Pada awal carita sering diselipkan persoalan persoalan yang memancing rasa ingin tahu pembaca akan kelanjutan carita. Pembaca yang peka akan menangkap ketidakstabilan yg tersirat maupun yg tersurat di awal cerita. Ketidakstabilan itu memiliki potensi untuk mengembangkan cerita dan mulai terasa adanya rangsangan.
Rangsangan adalah peristiwa yang mengawali timbulnya gawatan. Rengsangan sering ditimbulkan oleh masuknya seorang tokoh baru yang berlaku sebagai katalisator, atau oleh adanya persoalan persoalan lain. Jika urutan kronologis peristiwa peristiwa yang disajikan dalam KS disela dengan peristiwa yang terjadi sebelumnya, maka terjadilah apa yang disebut dengan sorat balik/flashback. Peristiwa yang menurut urutan kronologi merupakan peristiwa terakhir ditempatkan pada awal cerita.
Rangsangan adalah peristiwa yang mengawali timbulnya gawatan. Rengsangan sering ditimbulkan oleh masuknya seorang tokoh baru yang berlaku sebagai katalisator, atau oleh adanya persoalan persoalan lain. Jika urutan kronologis peristiwa peristiwa yang disajikan dalam KS disela dengan peristiwa yang terjadi sebelumnya, maka terjadilah apa yang disebut dengan sorat balik/flashback. Peristiwa yang menurut urutan kronologi merupakan peristiwa terakhir ditempatkan pada awal cerita.
Gawatan adalah rangsangan yang semakin besar sehingga mulai terjadi ketegangan yang semakin gawat. Sorot balik juga dapat digunakan di tengah carita sebagai usaha menambah tegangan (suspense--ketidakpastian yg berkepanjangan dan semakin menjadi jadi). Adanya tegangan ini akan menyebabkan pembaca terpancing keingintahuannya terhadap kelanjutan cerita serta akan penyelesaian masalah yang dihadapi tokoh.
Namun, terlalu sering menggunakan sorot balik juga tidak baik karena dapat mengganggu kelancaran cerita dan cerita mjd terputus-putus.
Dalam menumbuhkan tegangan ini pengarang sering menciptakan beberapa regangan, yaitu proses penambahan ketegangan emosional dan beberapa susutan, yaitu proses pengurangan ketegangan emosional. Inilah yang dengan istilah Inggris disebut toppings and droppings. Sarana lain yang dapat digunakan untuk menciptakan tegangan ini ialah Padahan (foreshadowing); pengarang memasukkan butir butir carita yang membayangkan akan terjadinya sesuatu, atau seolah olah mempersiapkan paristiwa yang akan datang.
Tikaian/konflik adalah menculnya unsur unsur yang mengarah pada ketidakstabilan dan konflik dlm cerita. Tikaian ialah perselisihan yang timbul sebagai akibat adanya dua kekuatan yang bertentangan. Tikaian merupakan pertentangan antara tokoh utama dengan kekuatan alam, dengan masyarakat, orang atau tokoh lain, atau pun pertentangan antara dua unsur di dalam diri/batin tokoh utama sendiri (konflik batin). Dalam cerita rekaan, rumitan sangat panting. Tanpa rumitan yang memadai tikaian akan lamban. Rumitan mempersiapkan pembaca untuk menerima seluruh dampak dari klimaks. Penciptaan dan cara mengendalikan rumitan menunjukkan kemahiran pengarang.
Rumitan adalah perkembangan dari gejala permulaan tikaian menuju ke klimaks cerita. Sedangkan klimaks tercapai bila rumitan mencapai puncak kehebatannya. Dari titik ini penyelesaian cerita biasanya sudah dapat dibayangkan.
Bagian struktur alur sesudah klimaks meliputi leraian yang menunjukkan perkembangan peristiwa ke arah selesaian. Perlu diperhatikan bahwa yang dimaksud dengan selesaian bukan penyelesaian masalah yang dihadapi tokoh cerita. Selesaian adalah bagiaan akhir atau penutup carita. Selesaian bisa berbentuk happy ending, boleh juga sad ending. Boleh jadi juga pokok masalah tetap menggantung tanpa pemecahan (open ending) Jadi cerita sampai pada selesaian tanpa penyelesaian masalah, keadaan yang penuh ketidakpastian, ketidakjelasan, ataupun ketidakpahaman.
Namun, terlalu sering menggunakan sorot balik juga tidak baik karena dapat mengganggu kelancaran cerita dan cerita mjd terputus-putus.
Dalam menumbuhkan tegangan ini pengarang sering menciptakan beberapa regangan, yaitu proses penambahan ketegangan emosional dan beberapa susutan, yaitu proses pengurangan ketegangan emosional. Inilah yang dengan istilah Inggris disebut toppings and droppings. Sarana lain yang dapat digunakan untuk menciptakan tegangan ini ialah Padahan (foreshadowing); pengarang memasukkan butir butir carita yang membayangkan akan terjadinya sesuatu, atau seolah olah mempersiapkan paristiwa yang akan datang.
Tikaian/konflik adalah menculnya unsur unsur yang mengarah pada ketidakstabilan dan konflik dlm cerita. Tikaian ialah perselisihan yang timbul sebagai akibat adanya dua kekuatan yang bertentangan. Tikaian merupakan pertentangan antara tokoh utama dengan kekuatan alam, dengan masyarakat, orang atau tokoh lain, atau pun pertentangan antara dua unsur di dalam diri/batin tokoh utama sendiri (konflik batin). Dalam cerita rekaan, rumitan sangat panting. Tanpa rumitan yang memadai tikaian akan lamban. Rumitan mempersiapkan pembaca untuk menerima seluruh dampak dari klimaks. Penciptaan dan cara mengendalikan rumitan menunjukkan kemahiran pengarang.
Rumitan adalah perkembangan dari gejala permulaan tikaian menuju ke klimaks cerita. Sedangkan klimaks tercapai bila rumitan mencapai puncak kehebatannya. Dari titik ini penyelesaian cerita biasanya sudah dapat dibayangkan.
Bagian struktur alur sesudah klimaks meliputi leraian yang menunjukkan perkembangan peristiwa ke arah selesaian. Perlu diperhatikan bahwa yang dimaksud dengan selesaian bukan penyelesaian masalah yang dihadapi tokoh cerita. Selesaian adalah bagiaan akhir atau penutup carita. Selesaian bisa berbentuk happy ending, boleh juga sad ending. Boleh jadi juga pokok masalah tetap menggantung tanpa pemecahan (open ending) Jadi cerita sampai pada selesaian tanpa penyelesaian masalah, keadaan yang penuh ketidakpastian, ketidakjelasan, ataupun ketidakpahaman.
b. Macam macam alur
Dilihat dari yang mengikat rangkaian peristiwa dalam cerita; alur dapat dibedakan menjadi 2, yakni: (a) alur temaan dan (b) alur tokohan. Alur temaan terjadi jika rangkaian peristiwa dalam cerita itu diikat dan disatukan oleh tema cerita. Sedangkan alur tokohan terjadi jika rangkaian peristiwa dalam cerita itu diikat dan disatukan oleh hadirnya tokoh tertentu dalam cerita. Tokoh itulah yang mengikat rangkaian peristiwa dlm cerita.
Dilihat dari kualitasnya, kita bisa membedakan 2 jenis alur, yakni (a) alur ketat dan (b) alur longgar. Alur ketat terjadi jika rangkaian peristiwa dalam cerita itu berlangsung amat rapat. Rentetan peristiwa sambung menyambung, susul menyusul menjadi suatu cerita yang serius dan butuh kecermatan untuk memahaminya. Jika beberapa bagian dari alur itu kita lewatkan, maka kita akan bingung untuk merangkaikan urutan peristiwanya kembali. Cerita yang demikian bisa disebut beralur ketat. Sedangkan cerita beralur longgar terjadi jika dalam cerita tersebut banyak terdapat lanturan lanturan (regresi) peristiwa peristiwa lain yang tidak berupa alur pokok. Sehingga meskipun kita meninggalkan beberapa bagian peristiwa, kita masih tetap bisa memahami cerita itu secara keseluruhan. Cerita yang demikian itu disebut dengan cerita beralur longgar.
Dilihat dari kuantitasnya, alur bisa dibedakan menjadi 2, yaitu (a) alur tunggal, dan (2) alur ganda. Alur tunggal terjadi jika dalam suatu carita hanya ada satu peristiwa pokok yang menjadi pokok peristiwa dalam cerita. Sedangkan alur ganda terjadi jika dalam cerita tersebut ada berbagai peristiwa sebagai sampingan dari peristiwa pokok cerita. Pada carita cerita bersambung dan novel punya kecanderungan beralur ganda, sehingga cerita bisa berkembang menjadi panjang.
Dilihat dari arahnya, alur bisa dibedakan menjadi 3, yaitu alur maju, alur mundur, dan alur campuran.
Dilihat dari kualitasnya, kita bisa membedakan 2 jenis alur, yakni (a) alur ketat dan (b) alur longgar. Alur ketat terjadi jika rangkaian peristiwa dalam cerita itu berlangsung amat rapat. Rentetan peristiwa sambung menyambung, susul menyusul menjadi suatu cerita yang serius dan butuh kecermatan untuk memahaminya. Jika beberapa bagian dari alur itu kita lewatkan, maka kita akan bingung untuk merangkaikan urutan peristiwanya kembali. Cerita yang demikian bisa disebut beralur ketat. Sedangkan cerita beralur longgar terjadi jika dalam cerita tersebut banyak terdapat lanturan lanturan (regresi) peristiwa peristiwa lain yang tidak berupa alur pokok. Sehingga meskipun kita meninggalkan beberapa bagian peristiwa, kita masih tetap bisa memahami cerita itu secara keseluruhan. Cerita yang demikian itu disebut dengan cerita beralur longgar.
Dilihat dari kuantitasnya, alur bisa dibedakan menjadi 2, yaitu (a) alur tunggal, dan (2) alur ganda. Alur tunggal terjadi jika dalam suatu carita hanya ada satu peristiwa pokok yang menjadi pokok peristiwa dalam cerita. Sedangkan alur ganda terjadi jika dalam cerita tersebut ada berbagai peristiwa sebagai sampingan dari peristiwa pokok cerita. Pada carita cerita bersambung dan novel punya kecanderungan beralur ganda, sehingga cerita bisa berkembang menjadi panjang.
Dilihat dari arahnya, alur bisa dibedakan menjadi 3, yaitu alur maju, alur mundur, dan alur campuran.
4. Latar / Setting
Secara sederhana, latar dapat didefinisikan sebagai sgl keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam karya sastra. Secara terperinci latar meliputi penggambaran lokasi geografis, termasuk topografi, pemandangan, sampai kepada perincian perlengkapan sebuah ruangan; pekerjaan atau kesibukan sehari hari para tokoh; waktu berlakunya kejadian, masa sejarahnya, musim terjadinya; lingkungan agama, moral, intelek-sosial, dan emosional para tokoh.
Hudson membedakan latar menjadi 3, yakni (a) latar sosial, (b) latar fisik/material, dan (3) latar spiritual. Latar sosial mencakup penggambaran keadaan masyarakat, kelompok kelompok sosial dan sikapnya, adat kebiasaan, cara hidup, bahasa, dan lain lain yang melatari peristiwa. Sedangkan latar fisik adalah tempat di dalam ujud fisiknya, yaitu bangunan, daerah, dsb. Latar spiritual adalah latar fisik yang menimbulkan dugaan atau tautan pikiran tertentu.
Pada prinsipnya latar berfungsi untuk memberikan informasi tentang situasi (ruang dan waktu) sebagaimana adanya. Latar juga berfungsi sebagai proyeksi keadaan batin para tokoh. Latar juga dapat berfungsi sebagai metafor dari keadaan emosional dan spiritual tokoh.
Hudson membedakan latar menjadi 3, yakni (a) latar sosial, (b) latar fisik/material, dan (3) latar spiritual. Latar sosial mencakup penggambaran keadaan masyarakat, kelompok kelompok sosial dan sikapnya, adat kebiasaan, cara hidup, bahasa, dan lain lain yang melatari peristiwa. Sedangkan latar fisik adalah tempat di dalam ujud fisiknya, yaitu bangunan, daerah, dsb. Latar spiritual adalah latar fisik yang menimbulkan dugaan atau tautan pikiran tertentu.
Pada prinsipnya latar berfungsi untuk memberikan informasi tentang situasi (ruang dan waktu) sebagaimana adanya. Latar juga berfungsi sebagai proyeksi keadaan batin para tokoh. Latar juga dapat berfungsi sebagai metafor dari keadaan emosional dan spiritual tokoh.
5. Tema dan Amanat
Tema adalah gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari penulisan suatu KS. Hadirnya tema dlm KS justru membuat KS lebih penting/berharga dari sekedar bacaan hiburan.
Tema yang banyak dijumpai di dalam KS yang bersifat didaktis adalah pertentangan antara buruk dan baik. Secara lebih kongkret tema pertentangan baik dan buruk ini dinyatakan di dalam bentuk kebohongan melawan kejujuran, kelaziman melawan keadilan, korupsi lawan hidup sederhana, misalnya.
Ada kalanya tema cerita dengasn jelas dinyatakan; artinya dinyatakan secara eksplisit. Ada yang terlihat pada judul karya, seperti Salah Asuhan. Ada juga yang dinyatakan secara simbolik; misalnya Belenggu, Dua Dunia ialah kumpulan cerpen Nh. Dini yang dari judulnya saja sudah menyiratkan tema tragedi yang ditimbulkan oleh pertentangan dua dunia yang berbeda: tradisional lawan modern, pria lawan wanita, dsb. Akan tetapi tidak selalu semudah itu menemukan tema cerita karena lebih sering tema itu implisit (tersirat). Hanya dengan membaca cerita secara tekun dan cermat kita dapat menemukan temanya.
Seperti telah dikatakan, tema adalah gagasan yang mendasari KS. Tema kadang kadang didukung oleh pelukisan latar, di dalam karya yang lain tersirat di dalam lakuan tokoh, atau di dalam penokohan. Tema bahkan dapat menjadi faktor yang mengikat peristiwa peristiwa di dalam satu alur (ingat alur temaan). Ada kalanya gagasan itu begitu dominan sehingga menjadi kekuatan yang mempersatukan pelbagai unsur yang bersama sama membangun KS, dan menjadi motif tindakan tokoh.
Tema cerita ada beraneka ragam, baik ditinjau dari segi corak maupun dari segi kemendalamannya. Ada tema yang ringan, dan ada gagasan sentral yang berat/besar.
Cerita rekaan di dalam majalah hiburan pada umumnya bertema ringan; misalnya kegembiraan cinta berbalas. Penggarapan temanya pun tidak mendalam. Cinta, kehidupan keluarga, merupakan tema yang disukai dan bersifat universal. Dalam cerita rekaan yang menggarap tema kehidupan keluarga scr serius, yg diutamakan bukan peristiwa peristiwa yang berlaku di dalam kehidupan keluarga, melainkan falsafah yang terkandung di dalamnya, falsafah kemanusian yang berlaku universal. Misalnya, kesadaran akan kekuatan batin manusia di balik kelemahan fisiknya; kemuliaan budi yang tersalut tingkah laku yang kasar, mengenal orang lain tetapi tidak pemah mengenal diri sendiri. Ada tema yang "biasa”, misalnya, bahwa cinta itu abadi, ada juga yg tidak biasa; misalnya, cinta itu curang. Gagasan yang sama dapat menjadi tema atau pokok di dalam berpuluh puluh cerita rekaan yang baik, yang sedang, maupun yang buruk.
Dari sebuah KS ada kalanya dapat diangkat suatu ajaran moral, pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang. Itulah yang disebut amanat. Jika permasalahan yang diajukan di dalam cerita juga diberi jalan keluarnya oleh pengarang, maka jalan keluarnya itulah yang disebut amanat. Amanat terdapat pada sebuah KS secara implisit ataupun eksplisit. Implisit, jika jalan keluar/ajaran moral itu disiratkan di dalam tingkah laku tokoh menjelang cerita berakhir. Eksplisit, jika pengarang pada tengah atau akhir carita menyampaikan seruan, saran, peringatan, nasihat, anjuran, larangan, dsb., berkenaan dgn gagasan yang mendasari cerita itu.
Tema yang banyak dijumpai di dalam KS yang bersifat didaktis adalah pertentangan antara buruk dan baik. Secara lebih kongkret tema pertentangan baik dan buruk ini dinyatakan di dalam bentuk kebohongan melawan kejujuran, kelaziman melawan keadilan, korupsi lawan hidup sederhana, misalnya.
Ada kalanya tema cerita dengasn jelas dinyatakan; artinya dinyatakan secara eksplisit. Ada yang terlihat pada judul karya, seperti Salah Asuhan. Ada juga yang dinyatakan secara simbolik; misalnya Belenggu, Dua Dunia ialah kumpulan cerpen Nh. Dini yang dari judulnya saja sudah menyiratkan tema tragedi yang ditimbulkan oleh pertentangan dua dunia yang berbeda: tradisional lawan modern, pria lawan wanita, dsb. Akan tetapi tidak selalu semudah itu menemukan tema cerita karena lebih sering tema itu implisit (tersirat). Hanya dengan membaca cerita secara tekun dan cermat kita dapat menemukan temanya.
Seperti telah dikatakan, tema adalah gagasan yang mendasari KS. Tema kadang kadang didukung oleh pelukisan latar, di dalam karya yang lain tersirat di dalam lakuan tokoh, atau di dalam penokohan. Tema bahkan dapat menjadi faktor yang mengikat peristiwa peristiwa di dalam satu alur (ingat alur temaan). Ada kalanya gagasan itu begitu dominan sehingga menjadi kekuatan yang mempersatukan pelbagai unsur yang bersama sama membangun KS, dan menjadi motif tindakan tokoh.
Tema cerita ada beraneka ragam, baik ditinjau dari segi corak maupun dari segi kemendalamannya. Ada tema yang ringan, dan ada gagasan sentral yang berat/besar.
Cerita rekaan di dalam majalah hiburan pada umumnya bertema ringan; misalnya kegembiraan cinta berbalas. Penggarapan temanya pun tidak mendalam. Cinta, kehidupan keluarga, merupakan tema yang disukai dan bersifat universal. Dalam cerita rekaan yang menggarap tema kehidupan keluarga scr serius, yg diutamakan bukan peristiwa peristiwa yang berlaku di dalam kehidupan keluarga, melainkan falsafah yang terkandung di dalamnya, falsafah kemanusian yang berlaku universal. Misalnya, kesadaran akan kekuatan batin manusia di balik kelemahan fisiknya; kemuliaan budi yang tersalut tingkah laku yang kasar, mengenal orang lain tetapi tidak pemah mengenal diri sendiri. Ada tema yang "biasa”, misalnya, bahwa cinta itu abadi, ada juga yg tidak biasa; misalnya, cinta itu curang. Gagasan yang sama dapat menjadi tema atau pokok di dalam berpuluh puluh cerita rekaan yang baik, yang sedang, maupun yang buruk.
Dari sebuah KS ada kalanya dapat diangkat suatu ajaran moral, pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang. Itulah yang disebut amanat. Jika permasalahan yang diajukan di dalam cerita juga diberi jalan keluarnya oleh pengarang, maka jalan keluarnya itulah yang disebut amanat. Amanat terdapat pada sebuah KS secara implisit ataupun eksplisit. Implisit, jika jalan keluar/ajaran moral itu disiratkan di dalam tingkah laku tokoh menjelang cerita berakhir. Eksplisit, jika pengarang pada tengah atau akhir carita menyampaikan seruan, saran, peringatan, nasihat, anjuran, larangan, dsb., berkenaan dgn gagasan yang mendasari cerita itu.
6. Sudut Pandang / Fokus Pengisahan
Sudut pandang adalah cara pengarang menempatkan dirinya dalam cerita. Scr garis besar sudut pandang prosa cerita dpt dibedakan menjadi 2, yakni (a) sudut pandang orang I atau akuan; dan (b) sudut pandang orang ke 3 atau diaan.
Sudut pandang akuan (orang 1) dpt dibedakan lagi mjd 2, yakni (a) akuan sertaan, dan (b) akuan taksertaan. Akuan sertaan terjadi jika tokoh utama menyampaikan kisah diri dan sorotan pada tokoh utama. Sedangkan sudut pandang akuan taksertaan terjadi jika tokoh bawahan menyampaikan kisah tentang tokoh utama, sorotan pada tokoh utamanya.
Sudut pandang diaan (orang ke 3) dpt juga dibedakan menjadi 2, yakni: (a) diaan terbatas, dan (b) diaan serba tahu. Diaan terbatas tjd jika pengarang bertindak sbg pengamat yang menceritakan kisah tjd-nya sesuatu, dan sorotan pada tokoh utamanya. Sedangkan diaan serba tahu tjd jika pengarang scr serba tahu menyampaikan kisah dari sgl sudut, dan sorotan tetap pada tokoh utama.
Sudut pandang akuan (orang 1) dpt dibedakan lagi mjd 2, yakni (a) akuan sertaan, dan (b) akuan taksertaan. Akuan sertaan terjadi jika tokoh utama menyampaikan kisah diri dan sorotan pada tokoh utama. Sedangkan sudut pandang akuan taksertaan terjadi jika tokoh bawahan menyampaikan kisah tentang tokoh utama, sorotan pada tokoh utamanya.
Sudut pandang diaan (orang ke 3) dpt juga dibedakan menjadi 2, yakni: (a) diaan terbatas, dan (b) diaan serba tahu. Diaan terbatas tjd jika pengarang bertindak sbg pengamat yang menceritakan kisah tjd-nya sesuatu, dan sorotan pada tokoh utamanya. Sedangkan diaan serba tahu tjd jika pengarang scr serba tahu menyampaikan kisah dari sgl sudut, dan sorotan tetap pada tokoh utama.
Ingin download tulisan ini? Klik di sini
4 comments:
assalamualaikum, salam kenal.
saya guru sastra Indonesia di smA JURUSAN BAHASA. TOLONG JELASKAN DENGAN CONTOH CARA MEMBEDAKAN KEDUA SUDUT PANDANG. YAITU AKUAN SERTAAN DAN TAKSERTAAN, SERTA ORANG KETIGA. DIAAN TERBATAS DAN DIAAN SERBA TAHU. KARENA SAYA BINGGUNG MENJELASKAN KEPADA SISWA SAYA
Ibu guru sastra, sejauh saya tahu, yang dimaksud sudut pandang akuan jika aku (pengarang) ikut menjadi salah satu tokoh dalam cerita. Jadi aku (pengarang) seolah-olah menceritakan dirinya atau sesuatu yang dilihatnya. Sedang diaan kalau pencerita tidak terlibat dalam cerita tetapi hanya menyajikan kisah. Akuan sertaan, jika aku sebagai tokoh utama sedang akuan tak sertaan jika aku bukan sebagai tokoh utama. Diaan terbatas, jika pengarang hanya menyajikan cerita secara terbatas, artinya konflik batin yang dialami tokoh tidak pengarang gambarkan/ceritakan secara detail. Sedangkan diaan serba tahu, biasanya pengarang menceritakan sesuatu yg dialami tokoh scr detail termasuk hal-hal yang dirasakan/sipikirkan. Contoh paling konkrit dari diaan serbatahu ya seorang dalang. Dia (pengarang) bisa mengembangkan cerita termasuk apa yang dirasakan "dia" (tokoh dalam cerita). Mudah-mudahan membantu. Atau ada pembaca yang bisa menjelaskan lebih rinci pada ibu kita ini? Semoga saya bisa segera memposting penjelasan ini. Salam kenal juga
sy mahaswa sasindo, mau tanya tentang fungsi utama cerita itu apa?.. sekalian buku sumbernya kalau bisa.. terima kasih
bisa bantu saya? saya kesulitan memahami sistem nilai dalam cerkan dan dalam masyarakat. dan apakah keduanya memiliki keterkaitan?
trimakasih
Post a Comment