TAMU
Lelaki yang mengetuk pintu pagi hari
sudah duduk di ruang tamu. Aku baru
bangun. Tapi rupanya ia tidak
merasa tersinggung waktu aku belum
mandi dan menemui dia. Rambutku masih
kusut dan pakaianku hanya baju kumal
dan sarung lusuh.
“Aku mau menjemput,” katanya pasti,
seolah-olah aku sudah berjanji sebelumnya
dan tahu apa rencananya.
“Bukankah ini terlalu pagi?” tanyaku ragu.
“Dia sudah menunggu!” Ia nampak tak sabar
dan tak senang dibantah. Aku belum tahu
siapa yang ia maksudkan dengan “dia”,
tetapi sudah bisa kuduga siapa.
“Tetapi aku perlu waktu untuk berpisah
dengan keluarga. Terlalu kejam untuk
meninggalkan mereka begitu saja. Mereka
akan mencari.”
Nampaknya tamu itu begitu angkuh seperti
tak mau dikecilkan arti. Siapa dapat lolos
dari tuntutannya.
Sebelum aku sempat berbenah diri ia telah
menyeret aku ke kendaraannya dan aku dibawanya
lari entah ke mana. ke sorga atau ke neraka?”
TAMU
masih ada yang mau singgah
di pondok tua — kesan sesal
gamit rindu, gores duka
biar terbuka pintu muka
buat tamu tak terduga
siapa akan mengajak berbicara —
rumput, batu, matahari
arti kabur di pudar hari
di bawah jenjang berdiri bayang
di tangan pisau belati
tiba ia menoleh memperhati
1 comments:
Dalem banget. Saya suka puisi-puisi Subagio Sastro Wardoyo. Sangat simbolik ya. Makasih sudah menguplode puisi ini
Post a Comment