SAMBA DINOBATKAN
Samba, putra Batara Krisna, mati dalam peperangan dengan raja raksasa Sang Boma. Atas perintah Sang Yang Tunggal, maka Batara Syiwa menyuruh Batara Indera dan Batara Narada turun ke dunia menghidupkan Samba kembali.
Alkisah maka tersebutlah perkataan Batara Guru 1) menitahkan Begawan Batara Narada2) dan Batara Indera, katanya, "Hai tuan hamba kedua, pergilah tuan hamba kedua turun ke dunia menghidupkan Raden Samba Prawira itu, karena terlalu kasihan hamba melihat akan ayahanda bundanya terlalu sangat bercintakan anaknya itu." Setelah Begawan Batara Narada dan Batara Indera mendengar titah Batara Guru itu, maka ia pun segeralah turun ke dunia.
Adapun pada tatkala itu mayat Raden Samba Prawira pun hendak dibakar, karena api pembakar itu pun sudah bernyala-nyala besar. Maka Begawan Batara Narada dan Batara Indera datang berdiri di hadapan segala raja-raja. Setelah dilihat oleh Maharaja Darma Wangsa3) dan Arjuna, maka ia pun segera mendapat kan Begawan Batara Narada dan Batara Indera. Setelah Maharaja Bala Dewa4), Bima5), Sri Maharaja Hanuman6), Antareja7), dan Pangeran Gatutkaca 8), Purbaya melihat akan kedua Batara itu datang, maka sekalian raja-raja itu segera mendapatkan Begawan Batara Narada dan Indera itu. Maka kedua Batara itu pun memberi hormat akan segala raja-raja itu.
Adapun pada tatkala itu mayat Raden Samba Prawira pun hendak dibakar, karena api pembakar itu pun sudah bernyala-nyala besar. Maka Begawan Batara Narada dan Batara Indera datang berdiri di hadapan segala raja-raja. Setelah dilihat oleh Maharaja Darma Wangsa3) dan Arjuna, maka ia pun segera mendapat kan Begawan Batara Narada dan Batara Indera. Setelah Maharaja Bala Dewa4), Bima5), Sri Maharaja Hanuman6), Antareja7), dan Pangeran Gatutkaca 8), Purbaya melihat akan kedua Batara itu datang, maka sekalian raja-raja itu segera mendapatkan Begawan Batara Narada dan Indera itu. Maka kedua Batara itu pun memberi hormat akan segala raja-raja itu.
Syahdan maka Maharaja Darma Wangsa dan Arjuna membawa Begawan Batara Narada Batara Indera itu mendapatkan mayat Raden Samba Prawira diiringkan oleh segala raja-raja sekalian. Maka Begawan Batara Narada dan Batara Indera pun melihat mayat Raden Samba Prawira itu hendak dibakar oleh ayahnya Batara Krisna.
Hatta maka tatkala Batara Krisna melihat akan Begawan Batara Narada dan Batara Indera itu diiringkan oleh segala raja-raja datang mendapatkan mayat Raden Samba Prawira, maka ia pun memberi hormat akan Begawan Batara Narada dan Batara Indera itu.
Maka kata Batara Krisna, "Ya tuan hamba Begawan Batara Narada dan adinda tuan Batara Indera! Apakah pekerjaan tuan hamba kedua ini datang kepada hamba?"
Maka kata Begawan Batara Narada, "Adapun akan hamba kedua ini datang dititahkan oleh Yang Peramesti Guru 9) akan menghidupkan Raden Prawirajaya ini."
Syahdan setelah Batara Krisna mendengar kata Begawan Batara Narada dan Batara Indera itu, maka ia pun terlalu sukacita hatinya, lalu dibawanya hampir kepada mayat Raden Samba Prawirajaya itu. Maka Batara Indera pun mengeluarkan air utama jiwa, lalu disiramkannya kepada bayu10) Raden Samba Prawira. Maka Raden Samba Prawirajaya pun bersin-bersin lalu bangun serta duduk seperti dahulu itu. Maka ia pun menyembah pada kaki Begawan Batara Narada, pada kaki Batara Indera dan pada kaki ayahanda Batara Krisna.
Maka segera dipeluk dan diciumnya oleh ayahandanya. Setelah itu, maka ia pun menyembah pulalah pada kaki Maharaja Darma Wangsa, pada kaki Arjuna, pada kaki ayahanda Maharaja Bala Dewa, pada kaki Bima, pada kaki Sri Maharaja Hanuman, pada adinda Antareja, pada Raden Gatutkaca Pangeran Purbaya dan pada mamanda Nakula 11) dan Sadewa 12) sekalian itu, lalu berpeluk dan bercium-ciuman berganti-ganti. Kemudian daripada itu maka datanglah segala raja-raja kaum Pendawa sekalian seraya berpeluk dan bercium dengan Raden Samba Prawirajaya. Maka pada ketika itu bertukarlah duka dengan suka. Maka segala dewa-dewa kayangan pun mencucurkan air mawar dan menghamburkan bunga rampai emas. Maka akan Begawan Batara Narada dan Batara Indera itu pun bermohonlah kepada Batara Krisna dan kepada Maharaja Darma Wangsa serta kepada sekalian raja-raja, kembali ke kayangannya. Setelah itu maka Batara Krisna pun menurunkan Dewi Januati dan Dewi Tunjung Sari dari atas usungan tujuh pangkat itu, seraya menitahkan membuang usungan itu ke dalam laut.
Maka Baginda Batara Krisna membawa anakanda laki-istri ketiganya itu diiringkan oleh segala dayang-dayangnya dan segala raja-raja sekalian masuk ke dalam kota. Setelah sampai ke dalam, maka Baginda pun memberi anugerah kepada sekalian menteri Dwarawati13) tiada khali lagi kecil dan besar hina-dina sekalian.
Setelah itu maka Batara Krisna menitahkan orang berjaga-jaga empat puluh hari empat puluh malam lamanya. Setelah sudah Baginda bertitah demikian itu, maka Batara Krisna pun menghimpunkan segala raja-raja Pendawa dan sekalian raja-raja kaum Pendawa serta segala menteri, hulubalang dan rakyat sekalian. Setelah berhimpunlah sekaliannya, maka duduklah ia makan minum bersuka-sukaan dengan segala raja-raja itu. Maka segala raja-raja itu pun duduklah pada tempat sesamanya raja-raja, patih duduk sesamanya patih, menteri duduk sesamanya menteri, hulubalang duduk sesamanya hulubalang dan rakyat sekalian duduk sesamanya rakyat pula. Maka sekalian itu duduklah makan minum bersuka-sukaan terlalu ramai dengan segala bunyi-bunyian, dan segala permainan itu tiada langkah lagi bunyinya, karena segala raja-raja itu masing-masing membawa bunyi-bunyian. Maka permainan pun berbagai-bagai rupanya, karena orang berjaga-jaga itu terlalu ramai, karena Baginda Batara Krisna itu mengerjakan anaknya dua laki-istri.
Syahdan setelah genaplah empat puluh hari empat puluh malam, makan dan minum berjaga-jaga itu, maka Baginda Batara Krisna pun menitahkan segala raja-raja itu menghiasi Raden Samba Prawirajaya. Maka Dewi Jembuati dan segala putri-putri pun menghiasi Dewi Januati dan Dewi Tunjung Sari. Setelah sudah berhias ketiganya, maka dinaikkan oranglah ke atas jempana14) emas bertatahkan ratna mutu manikam berumbai-umbaikan mutiara. Setelah Raden Samba Prawirajaya dan Dewi Januati serta Dewi Tunjung Sari dinaikkan orang ke atas jempana emas itu, maka segala bunyi-bunyian pun dipalu oranglah dan segala permainan pun dimainkannyalah, lalu diarak oranglah berkeliling negeri Dwarawati Purwa Negara itu, diiringkan oleh segala raja-raja dan menteri, hulubalang serta rakyat sekalian berjalan dengan segala bunyi-bunyian.
Syahdan maka Pangeran Adipati Dananjaya Arjuna pun memanahkan panahnya ke udara, maka turunlah hujan air mawar Segala pakaian yang berjalan itu basahlah. Pangeran Purbaya Gatutkaca pun melontarkan gadanya ke udara, maka turunlah angin lemah lembut akan mengeringkan segala pakaian raja-raja dan sekalian yang berjalan itu. Sri Maharaja Hanuman melontarkan pula panahnya ke udara, maka turunlah bunga rampai emas. Maka ramailah sekalian orang memungut bunga rampai emas itu Nakua dan Sadewa pun keduanya memanah ke udara, maka turunlah hujan permata terlalu lebat. Maka ramailah segala orang Dwarawati Purwa Negara memungut segala permata yang berbagai-bagai warna rupanya itu, daripada segala intan dan baiduri.
Maka Raden Samba Prawirajaya, Dewi Januati dan Dewi Tunjung Sari ketiganya itu pun diarak oranglah berkeliling negeri Dwarawati Purwa Negara itu, terlalu ramai dengan segala bunyi-bunyian dan permainan serta dengan segala tempik sorak segala menteri, hulubalang dan rakyat sekalian, tiada apalagi yang kedengaran hanya segala permainan dan segala bunyi-bunyian itu jua
Syahdan setelah genaplah tujuh hari berkeliling negeri maka dibawa oranglah masuk ke dalam istana, lalu didudukkan di atas takhta kerajaan yang keemasan. Maka Raden Samba Prawirajaya dan Dewi Januati serta Dewi Tunjung Sari itu pun duduklah ketiga laki-istri di atas takhta kerajaan itu.
Setelah demikian maka datanglah segala jogi dan segala brahmana dan\segala pendeta mencucurkan narwastu serta sujud tujuh kali kepalanya lalu ke tanah, seraya katanya, "Daulat Tuanku Syah Alam, moga-moga dilanjutkan kiranya oleh Dewata Mulia Raya akan tuanku menjadi raja besar di dalam dunia ini'" Maka segala Jogi, brahmana dan pendeta sekalian itu memuji-muji Raden Samba Prawirajaya menjadi raja besar di dalam negeri Dwarawati Purwa.
Syahdan setelah Raden Samba Prawirajaya naik raja dalam negeri Dwarawati Purwa Negara, maka Batara Krisna keempat laki istri pun naiklah ke atas singgasana memeluk dan mencium akan anakanda laki-istri ketiganya itu. Seraya katanya, "Ya anakku tuan, moga-moga dipeliharakan oleh Dewa Mulia Raya akan anakanda di atas kerajaan anakku ini."
Setelah sudah maka Maharaja Darma Wangsa pun naik ke atas singgasana itu memeluk dan mencium Raden Samba Prawirajaya itu. Selesai daripada hal yang demikian itu sekalian raja-raja pun memberi hormat akan Raden Samba Prawirajaya ketiga laki-istri di dalam kerajaannya itu. Kemudian maka datanglah segala menteri hulubalang sekalian memberi hormat Maharaja Samba Prawirajaya itu. Tatkala selesai sekalian itu, maka Batara Krisna pun memberi anugerah kepada segala fakir dan miskin, dan segala jogi, brahmana dan pendeta sekalian; tiada khali lagi daripada member anugerah dan persalin akan segala raja-raja kaum Pendawa itu.
Setelah selesailah Batara Krisna daripada mengerjakan anaknya Raden Samba Prawirajaya itu, maka Maharaja Darma Wangsa, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa pun bermohonlah hendak kembali ke negeri Amartapura Negara itu, karena akan pekerjaan Maharaja Duryudana di Astinapati itu belumlah berkeputusan; barangkali ia akan berperang jua akhirnya. Maka Batara Krisna pun memeluk dan mencium akan paduka adinda sekalian itu; raja-raja Pendawa itu pun bermohonlah sekalian, lalu kepada Batara Krisna. Maka Batara Krisna pun berpeluk dan bercium dengan sekalian raja-raja kaum Pendawa itu.
Syahdan setelah selesailah maka raja-raja Pendawa dan raja kaum Pendawa itu pun masing-masing pulanglah ke negerinya.
(Hikayat Sang Boma).
DOWNLOAD hikayat ini KLIK DI SINI
CatatanAsal hikayat ini adalah Bhemakawya, kakawin dalam Bahasa Jawa kuno yang menjadi dasar pula bagi lakon wayang.
- Syiwa.
- Utusan dewa-dewa dan penjaga gerbang kayangan.
- Pendawa yang sulung; Yudistira.
- Saudara Krisna.
- Pendawa yang kedua.
- Panglima tentara beruk dalam Hikayat Sri Rama, tetapi dalam Hikayat Sang Boma ini pun "hidup" pula.
- AnakBima
- Anak Bima.
- Syiwa.
- Angin jiwa.
- Pendawa yang keempat. Saudaia kembar Sadewa.
- Pendawa yang kelima. Saudara kembar Nakula.
- Kerajaan Krisna.
- Tandu kebesaran.
1 comments:
boleh tak saya tahu, adakah ini sinopsi keseluruhan hikayat maharaja boma?
Post a Comment