Sinopsis Novel Daerah Tak Bertuan
Novel karya Toha Mochtar ini berkisah tentang seorang komandan pasukan liar bernama Kaelani. Ia menugaskan Pak Mantri membawa kantong permata ke Markas Pertahanan RI di Mojokerto dengan pengawalan Truno seorang bekas penjahat yang pernah dipenjarakan di Nusa Kambangan.
Truno sebenarnya tidak mengetahui tugas yang diberikan kepada mereka ke Markas Pertahanan itu. Dalam perjalanan bertanyalah ia kepada Pak Mantri. Semula Pak Mantri tidak mau mengatakannya karena khawatir kepada bekas tahanan itu. Namun kemudian diberitahukannya tugas yang berat mengantarkan permata itu.
Dalam perjalanan yang berbahaya itu Truno kena peluru mortir dan meninggal dunia. Untung Pak Mantri selamat dan berhasil menyelamatkan kantong permata itu sampai ke tujuan.
Kematian Truno sangat mengesankan Pak Mantri. Ia mohon izin kepada Kaelani untuk melengkapi peta daerah seberang sungai Cerme yang dikuasai tentara Ghurka-Inggris.
Ia akan menyelundup ke sana sendirian. Namun ia diketahui musuh, tertembak dan mati. Bunyi tembakan itu terdengar sampai ke Daerah Tak Bertuan, dan mereka pun mengetahui apa artinya itu.
Ketika Kaelani ada di Pos Penjagaan datang Ganda, seorang anggota pasukan liar. Ia melaporkan tidak senang kepada Solimin, temannya di penjara dulu, yang curiga kepadanya. Solimin menuduh kantong permata yang mereka temukan dulu Gandalah yang menyimpannya.
Esok harinya anak buah Kaelani menemukan mayat Ganda dekat pondok kecil di Daerah Tak Bertuan. Mereka mengira Ganda meninggal ditusuk tentara Ghurka yang menyelinap ke daerah itu. Tetapi Kaelani secara diam-diam dan dirahasiakannya berkesimpulan bahwa Soliminlah yang membunuhnya. Hal itu disimpulkannya berdasarkan bayonet Jepang yang hanya dimiliki Solimin, pipa Solimim yang telah dikenalnya ditemukan di sisi mayat Ganda. Hanya kepada Mamo, wakilnya, Kaelani beritahukan.
Setelah didesak Kaelani, barulah Solimin mau mengakui perbuatannya. Karena itu ia dihukum. Mau mati ditembak Mamo di daerah pertahanan yang berarti bahwa ia dikenal sebagai pengkhianat pembunuh Ganda, atau mau menyusup ke pinggir sungai Cerme untuk menggranat gardu penjagaan Ghurka yang ada di dekat jembatan, yang berarti bila ia mati akan mati terhormat sebagai pahlawan yang berani.
Solimin memilih yang kedua. Ia berhasil menggranat gardu tentara Ghurka dan bersamaan dengan itu pula ia tertembak mati. Istrinya yang datang seminggu kemudian juga merasa bangga setelah mendapat penjelasan dari Kaelani bahwa suaminya meninggal secara terhormat karena melaksanakan tugas dengan baik dan berani.
Tiba-tiba terdengar ledakan dahsyat tiga kali. Belum pernah Kaelani mendengar ledakan yang demikian dahsyat, juga tidak ketika orang-orang Inggris menyerang pinggiran Surabaya dengan meriam-meriam pada permulaan revolusi. Jalan sebelah barat telah putus di 3 tempat. Batu-batu berhamburan berpuluh meter. Tahulah Kaelani bahwa tentara Ghurka telah mencoba memutuskan hubungan Gersik dan Lamongan, satu-satunya daerah perbekalan dan sumber bantuan.
Banyak kurban berjatuhan, di antaranya terdapat istri dan anak Solimin. Mayat-mayat itu dikuburkan di belakang mesjid secara tergesa-gesa karena keadaan sudah sangat mendesak.
Kaelani menyadari bahwa musuh akan ke Daerah Tak Bertuan. Mengingat keadaan yang makin berbahaya, Kaelani memutuskan untuk meninggalkan Daerah Tak Bertuan yang sebentar lagi akan diduduki musuh. Dengan anak buahnya Kaelani menuju ke arah barat membentuk kantong pertahanan baru, untuk melanjutkan perjuangan.***
Download sinopsis ini KLIK di sini
1 comments:
I really enjoyed reading the posts on your blog. I would like to invite you to come on over to my blog and check it out. God's blessings too you. Lloyd
Post a Comment