Stilistika RDP karya Ahmad Tohari memiliki keunikan dan kekhasan ala Tohari yang tidak ditemukan dalam karya sastra lain. Keistimewaan stilistika RDP terletak pada pemberdayaan segenap potensi bahasa sebagai sarana sastra yang memiliki daya ekspresif, makna asosiatif, dan kaya akan kata konotatif dan berunsur alam. Mayoritas stilistika RDP merupakan hasil kreasi Tohari yang orisinal. Orisinalitas stilistika RDP mencerminkan individuasi Tohari yang tampak pada bentuk ekspresi, keselarasan bentuk dan isi (harmoni), kejernihan dan kedalaman tujuan yang berkaitan dengan intensitas bahasa.
Stilistika RDP kaya nuansa intelektual, sarat muatan filosofis budaya Jawa, dan wawasan religius. Hal itu tidak terlepas dari latar sosiohistoris Tohari yang hidup dan dibesarkan dalam keluarga Jawa santri dan akrab dengan masyarakat peronggengan. Stilistika RDP sebagai sarana sastra tersebut terkesan ekspresif, asosiatif, dan provokatif. Ekspresif karena stilistika RDP mampu menghidupkan lukisan suasana, kondisi, dan peristiwa dalam imajinasi pembaca seolah-olah lukisan itu hidup. Asosiatif karena berbagai kreasi bahasa dan gaya bahasa yang diciptakan dan dimanfaatkan Tohari mampu menimbulkan asosiasi makna bagi pembaca sehingga memudahkan pemahaman akan gagasan dalam RDP. Adapun provokatif karena gaya bahasa dalam RDP dikolaborasikan sedemikian rupa antara gaya kata (diksi), kalimat, wacana, bahasa figuratif, dan citraan sehingga mengesankan pembaca. Adanya kolaborasi dengan sarana retorika menimbulkan unsur permainan bunyi berupa asonansi dan aliterasi sehingga melahirkan orkestrasi bunyi yang indah dalam eufoni dan kokofoni.
Kekhasan stilistika RDP terlihat pada pemanfataan bentuk-bentuk kebahasaan antara lain pada diksi, bahasa figuratif, dan citraan. Diksi dalam RDP demikian kaya dan variatif. Di antara diksi dalam stilistika RDP, kata konotatiflah yang paling dominan, disusul kosakata bahasa Jawa, kata serapan dari bahasa asing, kata dengan objek alam. Kata sapaan khas dan nama diri, kata seru khas Jawa dan kata vulgar juga mewarnai RDP. Dominasi kata konotatif menunjukkan hakikat karya sastra sebagai karya fiksi yang memiliki sifat polyinterpretable dan kaya makna. Diperlukan ekspresi kata yang asosiatif dan prismatif dalam karya sastra. Sebagai sarana ekspresi, tiap diksi memiliki fungsi masing-masing dalam mendukung gagasan yang dikemukakan. Khususnya kosakata bahasa Jawa yang bertebaran di RDP digunakan Tohari untuk menciptakan latar sosial budaya masyarakat Banyumas sesuai dengan latar cerita.
Sebagai ilustrasi, berikut dipaparkan contoh diksi dalam RDP.
(1) Kelak Srintil bercerita padaku bahwa dia segera terjaga kembali ketika Dower membangunkannya dengan dengus napas lembu jantan. Srintil tidak mengatakan apa yang dialaminya kemudian sebagai suatu perkosaan. (hlm. 76)
Bentuk dengus napas lembu jantan dengan gaya metaforis pada data di atas merupakan pelukisan khas tentang keadaan seseorang yang dilanda birahi. Ungkapan itu orisinal kreasi Tohari, tidak ditemukan pada karya sastra lain. Dengan ungkapan metaforis, dengus napas lembu jantan , pembaca akan memperoleh kesan lebih dalam sehingga dapat membayangkan lebih jelas bagaimana gejolak jiwa seorang lelaki yang sedang dikuasai renjana berahi . Lembu merupakan hewan yang dipandang oleh masyarakat Jawa sebagai symbol kekuatan/ kejantanan lelaki. Tentu berbeda efeknya jika keadaan lelaki yang sedang dilanda birahi dilukiskan dengan kalimat biasa, misalnya ... dengan nafsu birahi yang membara .
Bahasa figuratif yang unik dan khas Tohari juga cukup dominan dalam RDP yang meliputi pemajasan, tuturan idiomatik, dan peribahasa. Melalui bahasa figuratif maka stilistika RDP menjadi lebih hidup, ekspresif, dan sensual. Majas dalam RDP memberi daya hidup, memperindah, dan mengefektifkan pengungkapan gagasan. Bahasa figuratif dalam RDP dominan dimanfaatkan oleh Tohari. Di antara jenis bahasa figuratif, majaslah yang paling dominan dibanding tuturan idiomatik. Majas dalam RDP didominasi oleh Metafora, disusul kemudian oleh Personifikasi, dan Simile. Adapun majas Metonimia sedikit, demikian pula Sinekdoki (pars pro toto dan totum pro parte). Ilustrasi berikut menunjukkan keunikan dan kekhasan majas dalam RDP.
(2) Mereka pantas berkejaran, bermain dan bertembang. Mereka sebaiknya tahu masa kanak-kanak adalah surga yang hanya sekali datang. (hlm. 14)
Metafora pada data di atas melukiskan keindahan dunia anak-anak di pedukuhan kecil yang masih tradisional, serba gembira, bebas bermain, belum memiliki tanggung jawab keluarga, dan fisik masih prima. Dunia anak-anak merupakan fase kehidupan yang indah dan tidak mungkin terulang lagi pada kehidupan seseorang. Banyak kenangan yang tidak terlupakan, baik yang menggembirakan maupun yang menyedihkan. Tohari mengibaratkannya sebagai surga yang hanya sekali datang . Demikian plastis pelukisan dunia anak-anak dengan metafora tersebut. Yang lebih mengesankan, metafora itu dirangkai dengan gaya bahasa paralelisme di atasnya, Mereka pantas berkejaran, bermain dan bertembang. Mereka sebaiknya tahu masa kanak-kanak adalah surga yang hanya sekali datang. Bila diekspresikan dengan bahasa biasa, misalnya, ...masa kanak-kanak adalah masa yang sangat indah dan hanya sekali terjadi dalam hidup ini , lukisan itu tentu tidak menarik, tidak mengesankan pembaca sehingga tidak memiliki daya pikat. Lebih memikat lagi metafora itu dipadukan dengan unsur permainan bunyi vokal /a/ dan konsonan /k/ dan /m/, asonansi dan aliterasi sehingga menimbulkan irama indah sebagai eufoni dan kokofoni.
Tuturan idiomatik cukup banyak dimanfaatkan dalam RDP. Tuturan idiomatik dalam RDP dapat dibagi menjadi dua jenis yakni tuturan idiomatik klise dan orisinal kreasi Tohari. Tuturan idiomatik klise mengindikasikan bahwa Tohari menguasai bentuk-bentuk idiom lama yang efektif dari segi ekspresi dan makna. Adapun tuturan idiomatik orisinal menunjukkan bahwa Tohari adalah pengarang yang kreatif dalam pemberdayaan segenap potensi bahasa.
(3) Dia yang hidup atas dasar kepercayaan menjalani alur cetak biru seorang ronggeng. (hlm. 231)
Idiom kreasi Tohari cetak biru pada data tersebut secara harfiah adalah blue print yang berarti suratan takdir yang harus dijalani oleh manusia sebagai jalan hidup yang harus dilaluinya. Diterimanya profesi sebagai ronggeng sebagai tugas hidup yang harus dijalaninya, yakni menjadi pemangku naluri primitif; naluri berahi yang membebaskan diri dari norma dan etika. Menjadi ronggeng, itulah dunianya, kesadarannya. Ronggeng adalah keperempuanan yang menari, menyanyi, serta kerelaan melayani kelelakian. Itulah cetak biru yang dipahami Srintil sebagai ronggeng.
Citraan dalam RDP meliputi tujuh jenis citraan. Dari ketujuh jenis citraan dalam RDP, citraan intelektual yang dominan, disusul citraan visual, gerak, pendengaran, dan perabaan. Dominasi citraan intelektual dalam RDP menunjukkan bahwa Tohari sebagai pengarang memiliki kapasitas intelektual yang tinggi di samping keunggulan bercerita tentang masalah sosial, budaya, moral, jender, humanitas, dan religiositas.
Tohari memanfaatkan citraan dalam RDP untuk menghidupkan lukisan keadaan, peristiwa, latar cerita, penokohan, dan suasana batin tokoh dan menimbulkan imajinasi yang indah pada pembaca. Dengan citraan, berbagai gagasan menjadi memiliki daya ekspresif, indah, dan sensual. Citraan semakin indah karena dikolaborasikan dengan sarana retorika tertentu seperti Metafora, Simile, Personifikasi, dan Hiperbola. Kolaborasi itu menimbulkan eofoni dan kokofoni sehingga melahirkan orkestrasi bunyi dengan irama yang indah.
Ilustrasi berikut merupakan citraan intelektual dalam RDP yang khas Tohari.
(4) Selera agung yang transendental terhadap segala citakarsa manusia dan karena keagungannya manusia diminta untuk runduk oleh suara bening di dalam jiwa. Runduk dalam cita dan perilaku, runduk dalam karsa dan karya. Dan kemudian Srintil dengan nilai kemanusiaannya sendiri merasa selera agung, meski tanpa sepatah kata jua, membuka pintunya bagi segala manusia dan kepada tiap-tiap jiwa untuk masuk dan menyelaraskan diri kepadanya (hlm. 355)
Data di atas menunjukkan intensitas Tohari dalam memahami aspek transendental yang esensial bagi kehidupan manusia. Melalui citraan intelektual dengan majas Metonimia, Tohari menggelitik pembaca agar dalam berbuat dan berkarya selalu mengikuti suara hati nurani yang tidak pernah salah, selalu berbisik ke arah kebenaran. Manusia harus berusaha menyelaraskan segala perilakunya dengan ajaran Tuhan dengan cara melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Agaknya pada bagian ini Tohari terilhami oleh makna firman Tuhan: Yaa ayyatuhan nafsul muthmainnah, irji ii ilaa rabbiki radhiyatan mardhiyyah, fadkhulii fi ibaadii wadkhulii jannatii, artinya, Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu agar memperoleh keridhaan-Nya dan masuklah ke dalam golongan hamba-Ku (yang beriman) dan masuklah ke dalam surga-Ku (Q.S. al-Fajr: 27-30).
Dapat dikemukakan bahwa stilistika merupakan sarana sastra yang berperan penting dalam menciptakan daya estetis karya sastra. Sebagai sarana sastra, stilistika RDP diciptakan Tohari untuk mengekspresikan gagasan sebagai esensi sastra.
Oleh: Ali Imron Al-Ma’ruf
(Disajikan dalam Kongres Internasional Masyarakat Linguistik Indonesia (KIMLI) di
Kusuma Agro Wisata Resort & Convention Hotel, Batu Malang, tanggal 5-7 November 2009.
DOWNLOAD tulisan ini KLIK di sini
0 comments:
Post a Comment