Kekekow Dan Gadis Miskin
(Cerita Rakyat Minahasa)
Alkisah, di daerah Minahasa, Sulawesi Utara, hidup seorang janda tua yang miskin bersama dua orang anak gadisnya. Mereka tinggal di sebuah gubuk di bawah sebuah pohon yang rindang dan teduh. Cara hidup mereka cukup unik, yakni hidup seperti seekor ayam. Mereka baru mencari makan pada saat waktu makan tiba. Jika ingin makan pagi, mereka baru mencarinya pada pagi hari, dan jika ingin makan siang, mereka pun baru mencarinya pada waktu siang hari. Demikian seterusnya. Mereka melakukan hal itu karena hutan di sekeliling mereka menyediakan berbagai jenis buah-buahan dan hasil-hasil hutan lainnya. Di hutan sekitar tempat tinggal mereka ada seekor burung kekekow yang sangat baik kepada kedua anak perempuan tersebut.
Pada suatu ketika, musim buah-buahan di daerah mereka telah lewat semua. Tak satu jenis pun pohon yang berbuah. Janda tua dan kedua anak gadis itu kesulitan mencari makan. Mereka sudah menjelajahi hutan kesana-kemari namun tidak juga menemukan adanya pohon yang berbuah. Suatu siang, sepulang dari hutan, kedua anak gadis itu beristirahat di bawah sebuah pohon mangga tidak jauh dari gubuk mereka. Mereka duduk bersandar di pohon sambil memegang perut karena menahan rasa perih dan lapar.
“Kak, perutku terasa perih sekali. Ke mana lagi kita harus mencari makan?” keluh si Bungsu.
“Entahlah, Dik! Perutku juga terasa lapar sekali. Kita sudah mencari ke sana kemari, tapi tidak ada lagi yang dapat kita makan,” sahut si Sulung.
Pada suatu ketika, musim buah-buahan di daerah mereka telah lewat semua. Tak satu jenis pun pohon yang berbuah. Janda tua dan kedua anak gadis itu kesulitan mencari makan. Mereka sudah menjelajahi hutan kesana-kemari namun tidak juga menemukan adanya pohon yang berbuah. Suatu siang, sepulang dari hutan, kedua anak gadis itu beristirahat di bawah sebuah pohon mangga tidak jauh dari gubuk mereka. Mereka duduk bersandar di pohon sambil memegang perut karena menahan rasa perih dan lapar.
“Kak, perutku terasa perih sekali. Ke mana lagi kita harus mencari makan?” keluh si Bungsu.
“Entahlah, Dik! Perutku juga terasa lapar sekali. Kita sudah mencari ke sana kemari, tapi tidak ada lagi yang dapat kita makan,” sahut si Sulung.
Baru saja berkata demikian, tiba-tiba kedua gadis itu dikejutkan dengan sebuah benda berwarna kuning jatuh di dekat mereka. Setelah mereka lihat ternyata benda itu adalah sesisir pisang emas yang sudah masak.
“Hei, kenapa ada buah pisang jatuh dari atas pohon mangga?” tanya si Sulung heran.
“Aku juga tidak tahu, Kak. Jangan-jangan ada orang yang menjatuhkannya dari atas pohon,” ucap si Bungsu.
Namun, setelah menoleh ke atas pohon itu, mereka tidak melihat ada siapa-siapa. Mereka hanya mendengar ada suara burung kekekow sedang bernyanyi dengan suara yang merdu.
“Keke...kow..., keke kow..., keke kow...!!?”
Rupanya burung kekekow itu mengerti kalau kedua gadis miskin tersebut belum mendapatkan makanan untuk makan siang. Ia pun memberikan lagi kepada mereka berbagai macam buah-buahan, seperti pepaya, jambu air, dan mangga. Namun demikian, burung kekekow tidak mau memperlihatkan dirinya kepada kedua gadis itu. Maka, usai memberikan buah-buahan tersebut, ia pun segera terbang meninggalkan pohon itu.
Sementara itu, kedua anak gadis tersebut masih berdiri bengong di bawah pohon sambil memerhatikan berbagai macam makanan tersebut. Mereka seakan-akan tidak percaya terhadap apa yang baru mereka saksikan. Meskipun merasa sangat lapar, mereka tidak langsung memakan buah-buahan tersebut, melainkan berlari ke gubuk untuk melaporkan kejadian itu kepada ibu mereka.
“Apa yang terjadi, Anakku? Kenapa kalian berlari tergopoh-gopoh begitu?” tanya ibunya.
Dengan perasaan bimbang bercampur gembira, kedua gadis itu menceritakan semua peristiwa yang baru saja mereka alami. Mendengar cerita kedua anaknya itu, sang Ibu pun merasa heran bercampur gembira.
“Ayolah, Bu! Kita ke sana melihat buah-buahan itu!” ajak si Sulung sambil menarik tangan ibunya.
Sang ibu pun segera memenuhi ajakan anaknya. Sesampainya di bawah pohon mangga itu, tampaklah oleh ibunya berbagai macam buah-buahan.
“Waaahhh, ajaib sekali!” ucap sang Ibu dengan perasaan takjub.
Akhirnya, mereka pun membawa seluruh buah-buahan tersebut ke gubuk mereka. Oleh karena perasaan lapar sudah tidak tertahankan, mereka segera melahap buah-buahan tersebut. Alangkah senang hati ibu dan dua anak gadis itu.
Keesokan harinya, saat hari menjelang siang, kedua gadis itu kembali duduk di bawah pohon mangga itu. Baru saja mereka menyandarkan tubuh di batang pohon mangga, tiba-tiba terdengar lagi suara burung bernyanyi.
“Keke...kow..., keke kow..., keke kow...!!?”
Namun, ketika akan beranjak dari tempat duduknya hendak mencari sumber suara itu, tiba-tiba kedua gadis tersebut mendengar suara burung itu memanggil mereka.
“Hai, kalian gadis miskin! Mendekatlah kemari! Aku akan memberikan kalian makanan,” ujar burung kekekow.
Kedua gadis itu pun segera mendekat ke bawah dahan pohon tempat burung kekekow bertengger. Seketika itu pula berjatuhanlah berbagai macam makanan dari atas pohon.
“Terima kasih, Kekekow!” ucap kedua gadis itu serentak dengan perasaan gembira.
Demikian seterusnya, setiap kedua gadis itu kehabisan makanan, burung kekekow yang baik hati itu memberikan mereka makanan. Bahkan, pada hari-hari berikutnya, burung kekekow memberikan mereka peralatan rumah tangga yang mereka perlukan. Ketika musim kemarau pun, ia selalu memberikan mereka air untuk keperluan sehari-hari. Berkat pertolongan burung kekekow, keluarga kedua gadis itu tidak sengsara lagi seperti sebelumnya.
Pada suatu hari, peristiwa yang mereka alami tersebut terdengar oleh teman-teman sepermainan mereka yang tinggal di kampung tidak jauh dari hutan itu. Oleh karena perasaan iri hati dan dengki, teman-teman kedua gadis itu menyampaikan berita itu kepada kepala kampung. Lalu, kepala kampung itu mengerahkan seluruh warga untuk segera menangkap burung kekekow. Alhasil, mereka pun berhasil menangkap dan membawanya ke rumah kepala kampung. Warga kampung pun berebutan meminta berbagai makanan dan peralatan rumah tangga kepada burung ajaib itu. Ada yang meminta buah pisang, mangga, pepaya dan lain-lain. Bahkan ada pula yang meminta peralatan rumah tangga seperti lemari, kursi, meja dan sebagainya. Namun, tak satu pun permintaan mereka yang dikabulkan oleh burung kekekow. Justru burung kekekow itu memberikan mereka rumput-rumput kering.
Sikap dan perlakuan burung kekekow itu membuat kepala kampung dan para warga naik pitam.
“Dasar burung penipu! Kamu menghina kami, yah!” bentak kepala kampung.
“Sembelih saja burung brengsek itu!” teriak seorang warga.
“Ayo, kita sembelih burung itu!” sahut seluruh warga dengan perasaan kesal dan kecewa.
Akhirnya, kepala kampung dan para warga bersepakat untuk menyembelih burung kekekow. Setelah disembelih, bangkai burung itu dibuang di belakang rumah salah seorang penduduk.
Mengetahui burung kesayangannya disembelih, kedua gadis itu segera mengambil bangkainya dan menguburkannya di belakang gubuk mereka. Mereka sangat bersedih hati dan menyesali kekejaman para penduduk kampung yang telah menyembelih burung yang senantiasa menolong mereka. Untuk mengenang jasa-jasa dan kebaikan burung kekekow, mereka selalu datang ke kuburan kekekow untuk mendoakannya.
Beberapa tahun setelah peristiwa tersebut, kedua anak gadis itu tumbuh menjadi gadis dewasa yang cantik. Kehidupan mereka pun tidak lagi sengsara seperti dulu, karena semua pemberian burung kekekow mereka simpan dan rawat dengan baik. Jika kekurangan makanan, peralatan rumah tangga mereka jual untuk membeli kebutuhan sehari-hari.
Sementara itu, di atas kuburan kekekow telah tumbuh sebuah pohon besar yang tidak pernah berhenti berbuah. Buahnya sangat enak dan memiliki aroma yang menyenangkan. Jika lapar, kedua gadis itu dan ibunya memetik buah pohon tersebut. Sejak saat itu, mereka pun senantiasa hidup serba berkecukupan.
Download? Klik di sini
1 comments:
nama kecil gadis mungil ku kekekow.. :)
Post a Comment