PENUH RAHASIA
Jauh di sana terhampar rumput hijau.
Pada beberapa tempat lalang berbunga putih beralun-alun sama berayun dengan rumput diembus udara petang. Di bawah lingkungan pembatasan bumi dengan langit, segaris hyau kebiruan pohon-pohonan Langit yang kuning muda, bersisik putih, di antaranya terjalin warna sepuhan emas perada. Dari balik garis yang hijau kebiruan naik memancar warna merah bernyala yang makin ke atas hilang melayang warnanya. Jauh sedikit dari sana, tumpukan awan berbagai bentuk yang terhalus puspawarna. Di antara langit kebiruan bersisikkan putih, tersenyum simpul kemalu-maluan, bulan sabit. Cahaya masih pucat pasi, belum berani mengalahkan si Mega. Ta' jauh darinya bintang sebuah kerlip-mengerlip seakan mata masih rungau*. Terkadang-kadang benda kecil itu hilang disembunyikan awan putih yang selaku anak muda menutup mata kecintaannya dengan sutera putih, takut cahaya mata kasihnya itu memikat hati pemuda lain
Dingin... hhh, seluk membelai kenangan impian masa silam. Membangkit, mengorek perbendaharaan di kalbu. Benda 'lah usang dibaharui lagi...
Hei, puspawarna berangsur, menghilang lenyap di balik garis hijau tadi, serta pancaran emas gagah perkasa itu diselimuti oleh awan tipis berbecak-becak
Pada beberapa tempat lalang berbunga putih beralun-alun sama berayun dengan rumput diembus udara petang. Di bawah lingkungan pembatasan bumi dengan langit, segaris hyau kebiruan pohon-pohonan Langit yang kuning muda, bersisik putih, di antaranya terjalin warna sepuhan emas perada. Dari balik garis yang hijau kebiruan naik memancar warna merah bernyala yang makin ke atas hilang melayang warnanya. Jauh sedikit dari sana, tumpukan awan berbagai bentuk yang terhalus puspawarna. Di antara langit kebiruan bersisikkan putih, tersenyum simpul kemalu-maluan, bulan sabit. Cahaya masih pucat pasi, belum berani mengalahkan si Mega. Ta' jauh darinya bintang sebuah kerlip-mengerlip seakan mata masih rungau*. Terkadang-kadang benda kecil itu hilang disembunyikan awan putih yang selaku anak muda menutup mata kecintaannya dengan sutera putih, takut cahaya mata kasihnya itu memikat hati pemuda lain
Dingin... hhh, seluk membelai kenangan impian masa silam. Membangkit, mengorek perbendaharaan di kalbu. Benda 'lah usang dibaharui lagi...
Hei, puspawarna berangsur, menghilang lenyap di balik garis hijau tadi, serta pancaran emas gagah perkasa itu diselimuti oleh awan tipis berbecak-becak
Mengapa gelap? Mengapa berganti warna semacam ini, selaku sayu pandangan? Mengapa matahari ‘kan sembunyikan diri?
Mengapa mega kau ta' bersolek lagi? Mengapa langit melengkung putih kebiruan menolak warna? Mengapa isi ‘alam sunyi diam menyambut perubahan siang dan malam? Bukankah di balik perubahan yang dingin mati disambut angina bayu menyegar tubuh? Bukankah caya kuning sepuhan emas nyala bernyala bergantikan sepuhan perak putih berseri merayukan hati? Akh, bukankah si Raja Siang yang gagah perkasa yang memerintah selama siang itu, diganti oleh si Dewi Malam? Si Cantik manis akan memerintah semalaman dengan belaian sinar yang lembut itu. Dan di sisi sepuhan perak, berkilau keriipan permata terhampar di beledu biru, bersukaria bermain caya
Bukankah, bukankah ribuan permata intan berlian, tanding bertanding menguji caya, siapa terindah di antara berjuta? Memanglah. Tiap-tiap perubahan mengandung penuh rahasia.
*kurang tidur
1 comments:
makasih ya cerpennya, menyentuh bgt
Post a Comment