Anak Perawan di Sarang Penyamun
Sutan Takdir Alisyahbana
Sutan Takdir Alisyahbana
Novel karya Sutan Takdir Alisjahbana ini berkisah tentang seorang saudagar kaya bernama Haji Sahak. Suatu ketika, Haji Sahak hendak pergi berdagang ke Palembang. Dalam perjalanan dari Pagar Alam ke Palembang itu, Haji Sahak membawa berpuluh-puluh kerbau dan beberapa macam barang dagangan lainnya. Istri, Nyai Hajjah Andun dan anak perawannya yang bernama Sayu juga diajak serta.
Di tengah perjalanan, rombongan Haji Sahak dicegat oleh segerombolah perampok yang dipimpin Medasing. Perampok ini sangat kejam. Haji Sahak, istri, serta rombongan yang menyertai Haji Sahak dibantai dengan sangat kejam oleh kawanan perampok itu. Sedangkan Sayu, anak perawan Haji Sahak itu tidak mereka sentuh. Akhirnya Sayu dibawa ke sarang penyamun pimpinan Medasing itu.
Suatu hari Samad, anak buah Medasing yang bertugas sebagai pengintai, datang ke sarang mereka. Maksud kedatanganya Samad adalah untuk minta bagian hasil perampokan. Selama berada di sarang penyamun itu, rupanya Samad jatuh hati pada Sayu yang memang sangat cantik. Diam-diam dia berniat membawa Sayu lari dari sarang penyamun itu. Dan niatnya itu dibisikan kepada Sayu. Samad berjanji pada Sayu bahwa dia akan mengembalikan Sayu kepada orang tuanya.
Awalnya Sayu terbujuk oleh rayuan dan janji-janji Samad. Dalam batinnya Sayu sudah memutuskan untuk ikut lari bersama Samad. Tetapi sebelum niat itu terlaksana, Sayu mulai menangkap gelagat yang tidak baik dalam diri Samad. Dia mulai ragu dan tidak percaya dengan Samad dan janji-janjinya itu. Maka ketika sampai pada hari yang mereka sepakati untuk lari, tiba-tiba Sayu dengan tegas menolak ajakan Samad. Sayu berubah pikiran dan mengatakan pada Samad bahwa meski dengan berat hati, ia akan tetap tinggal di sarang penyamun itu.
Di tengah perjalanan, rombongan Haji Sahak dicegat oleh segerombolah perampok yang dipimpin Medasing. Perampok ini sangat kejam. Haji Sahak, istri, serta rombongan yang menyertai Haji Sahak dibantai dengan sangat kejam oleh kawanan perampok itu. Sedangkan Sayu, anak perawan Haji Sahak itu tidak mereka sentuh. Akhirnya Sayu dibawa ke sarang penyamun pimpinan Medasing itu.
Suatu hari Samad, anak buah Medasing yang bertugas sebagai pengintai, datang ke sarang mereka. Maksud kedatanganya Samad adalah untuk minta bagian hasil perampokan. Selama berada di sarang penyamun itu, rupanya Samad jatuh hati pada Sayu yang memang sangat cantik. Diam-diam dia berniat membawa Sayu lari dari sarang penyamun itu. Dan niatnya itu dibisikan kepada Sayu. Samad berjanji pada Sayu bahwa dia akan mengembalikan Sayu kepada orang tuanya.
Awalnya Sayu terbujuk oleh rayuan dan janji-janji Samad. Dalam batinnya Sayu sudah memutuskan untuk ikut lari bersama Samad. Tetapi sebelum niat itu terlaksana, Sayu mulai menangkap gelagat yang tidak baik dalam diri Samad. Dia mulai ragu dan tidak percaya dengan Samad dan janji-janjinya itu. Maka ketika sampai pada hari yang mereka sepakati untuk lari, tiba-tiba Sayu dengan tegas menolak ajakan Samad. Sayu berubah pikiran dan mengatakan pada Samad bahwa meski dengan berat hati, ia akan tetap tinggal di sarang penyamun itu.
Kesuksesan merampok saudagar Haji Sahak, ternyata adalah kesuksesan Medesing dan kawan-kawan. Aksi-aksi mereka berikutnya selalu gagal. Kegagalan ini sebenarnya adalah ulah Samad. Samad sebagai pengintai selalu membocorkan rencana aksi Medesing dan kawan-kawan kepada para saudagar yang hendak mereak rampok. Sekarang bukan Medesing dan rombongan yang membantai para saudagar, tetapi rombongan yang menyertai para saudagar itulah yang selalu berhasil memukul mundur kawanan perampok pimpinan Madesing. Akibatnya, banyak anak buah Madesing yang tewas.
Kini Medesing tinggal memiliki seorang anak buah yang bernama Sanip dan tentu saja Samad yang bertugas sebagai pengintai yang telah mengkhianatinya. Pada aksinya yang terakhir, Sanip tewas dan Medesing meski luka parah berhasil menyelamatkan diri. Kini di sarang penyamun itu tinggal Medesing yang terluka parah dan Sayu, anak perawan Haji Sahak.
Sayu tidak sampai hati melihat luka-luka yang dialami Medesing. Antara takut dan iba berkecamuk dalam batin Sayu. Dendam karena Medesing telah mencelakai orang tua dan rombongannya ternyata pupus oleh rasa belas kasihannya. Dengan takut-takut, Sayu merawat Medesing. Medesing yang keras namun tak banyak bicara itu kini tak berdaya. Berangsur-angsur kesehatan Medesing pulih. Oleh kelembutan perlakuan Sayu itulah, Medesing yang misterius dan pendiam itu kini mulai bias bercerita. Di sela-sela waktu pemulihan kesehatannya, Medesing menceritakan kisah hidupnya hingga dia menjadi pimpinan penyamun.
Medasing sebenarnya bukanlah keturunan penyamun. Dulu Medasing anak seorang saudagar kaya. Ayah Medasing yang kaya itu dirampok secara keji oleh segerombolan penyamun. Kedua orang tuanya dibantai dan dibunuh oleh gerombolan penyamun. Dia sendiri, karena masih kecil, tidak dibunuh oleh gerombolan tersebut. Medasing dibawa ke sarang gerombolan. Karena pimpinan penyamun itu tidak punya anak, Medasing kecil itu diangkat anak oleh pimpinan penyamun. Setelah ayah angkatnya meninggal, pucuk pimpinan gerombolan penyamun langsung dipegang Medasing. Jadi gerombolan perampok yang dia pimpin sekarang ini adalah gerombolan penyamun warisan dari ayah angkatnya. Medasing sendiri tak pernah bercita-cita hendak menjadi penyamun, apalagi menjadi pimpinan perampok. Tetapi karena sejak kecil hidupnya di dalam lingkungan perampok, Medasing tidak tahu pekerjaan lain selain merampok.
Hati Sayu terharu juga mendengar penuturan Medasing tentang sejarah hidupnya. Rasa benci dan dendam pada Medasing lama kelamaan menjadi luntur. Kemudian dengan penuh kesabaran dan penuh kasih sayang yang tulus, Sayu merawatnya sampai sembuh.
Karena tidak lagi bias merampok, persediaan makanan di sarang kini sudah habis. Sayu mengajak Medasing agar bersedia keluar dari persembunyiannya. Karena sadar bahwa mereka sudah tidak bias bertahan hidup lagi akhirnya Medesing setuju dengan ajakan Sayu. Mereka keluar dari hutan menuju kota Pagar Alam.
Sampai di kota Pagar Alam, Sayu berniat pergi ke rumahnya yang dulu. Betapa kaget hati Sayu, karena rumah itu sekarang bukan rumah Haji Zahak. Menurut penuturan orang-orang di sekitar, Nyai Hajjah Andun, ibu Sayu masih hidup dan tinggal pinggiran kampong. Mendengar itu, segera Sayu dan Medesing menuju rumah ibunya. Sayu bersyukur bahwa ibunya tidak meninggal ketika perampokan yang dilakukan Medesing itu terjadi. Tetapi kini, Nyi Hajjah Andun sedang sakit keras. Suka cita atas pertemuan itu tak membuat kesehatan Nyi Hajjah Andun pulih tetapi malah sebaliknya. Perjumpaan Sayu dengan ibunya adalah perjumpaannya yang terakhir.
Melihat kenyataan ini hati Medesing sangat terpukul. Ia menyadari betapa jahat dirinya pada keluarga ini. Medesing sangat menyesal sekaligus malu dan berdosa pada Sayu dan keluarganya. Medesing tak kuasa dan memutuskan untuk pergi. Penyesalan Medesing sungguh mengubah hidupnya. Ia hidup sebagai orang yang berbelas kasih. Lima belas tahun kemudian, Medesing telah berganti nama menjadi Haji Karim setelah pulang dari tanah suci. Ia sangat dihormati dan disegani masyarakat di sekitarnya.
Suatu malam, ketika Haji Karim sedang duduk termenung sambil mengenag masa lalunya yang kelam, tiba-tiba pintu rumah diketuk oleh seseorang. Betapa terkejutnya Haji Karim karena orang yang berdiri di depan pintu itu adalah Samad, anak buahnya yang dulu bertugas sebagai pengintai sekaligus telah mengkhianatinya. Haji Karim dan istrinya, Sayu sangat senang menerima Samad. Namun melihat kenyataan ini, hati Samad pun malu. Ia menyesal telah mengkhianati Medesing pimpinannya yang kini hidup bahagia dengan Sayu, wanita yang selama ini dia rindukan. Antara rasa sesal, malu karena pengkhianatannya, juga rasa sesal karena Sayu, perawan yang sangat dicintai dan selama ini dia cari-cari telah hidup damai dengan pimpinan penyamun yang sudah bertobat.***
Download sinopsis ini, silakan klik di sini
0 comments:
Post a Comment