Mangir
Pramudya Ananta Tuur
Dramatic Personae
Wanabaya, Ki Ageng Mangir, pemuda, + 23 tahun, prajurit, pendekar, panglima Mangir, tua Perdikan Mangir, tampan, tinggi, perkasa dan gagah.
Baru Klinting, tetua Perdikan Mangir, pemuda, + 26 tahun, prajurit, ahli siasat, pemikir, organisator.
Pambayun, Putri, putri pertama Panembahan Senapati dengan permaisuri, + 16 tahun, telik Mataram, berpikiran masak.
Suriwang, pandai tombak, + 50 tahun, pengikut fanatik Baru Klinting.
Kimong, telik Mataram, + 30 tahun.
Tumenggung Mandaraka, pujangga dan penasihat kerajaan Mataram, + 92 tahun, kepala rombongan telik Mataram.
Ki Ageng Pamanahan, ayah Panembahan Senapati, + 90 tahun.
Pangeran Purbaya, anak pertama Panembahan Senapati, + 20 tahun.
Tumenggung Jagaraga, anggota rombongan telik Mataram, kepala pasukan dari 1000 orang, + 35 tahun.
Tumenggung Pringgalaya, anggota rombongan telik Mataram, kepala pasukan dari 1000 orang, + 45 tahun.
Panembahan Senapati. Raja Pertama Mataram, + 45 tahun.
Demang Pajang, + 42 tahun.
Demang Patalan, + 35 tahun.
Demang Pandak, + 46 tahun.
Demang Jodog, + 55 tahun
Pencerita (troubadour).
Pencerita (Troubadour) bercerita dengan iringan gendang kecil sebelum layar diangkat
Siapa belum pernah dengar Cerita lama tentang Perdikan Mangir Sebelah barat daya Mataram?
Dengar, dengar, dengar: aku punya cerita.
Tersebut Ki Ageng Mangir Tua, Tua Perdikan Wibawa ada dalam dadanya Bijaksana ada pada lidahnya rakyat Mangir hanya tahu bersuka dan bekerja
Tinggal sejengkal lidah
Dijadikannya tombak pusaka
Itulah konon tombak pusaka
Si Baru Klinting….
Layar – terbuka pelan-pelan dalam tingkahan gendang pencerita, mengangakan panggung yang gelap gulita.
Pencerita – berjalan mundur memasuki panggung gelap dengan pukulan gendang semakin lemah, kemudian hilang dari panggung.
Setting – Sebuah ruang pendopo di bawah sokosoko guru terukir berwarna (polichromed), dilengkapi dengan sebuah meja kayu dan beberapa bangku kayu.
Di atas meja berdiri sebuah gendi bercucuk berwarna kehitaman. Dekat pada sebuah soko guru berdiri sebuah jagang tombak dengan tujuh bilah tombak berdiri padanya. Latar – belakang adalah dinding rumah- dalam, sebagian tertutup dengan rana kayu berukir dan sebuah ambin kayu bertilam tikar mendong.
BARU KLINTING (duduk di sebuah bangku pada ujung meja, menoleh pada penonton).
Hmm! (Dengan perbukuan jari-jari tangan memukul pojokan meja, dalam keadaan masih menoleh pada penonton). Sini, kau Suriwang!
SURIWANG(memasuki panggung membawa seikat mata tombak tak bertangkai, berhenti; dengan satu tangan berpegang pada sebuah sokoguru).
Inilah Suriwang, pandai tombak terpercaya Baru Klinting. (menghampiri Baru Klinting, meletakkan ikatan tombak di atas meja). Pilih mana saja, Klinting, tak bakal kau dapat mencela.
BARU KLINTING (mencabut sebilah, melempar-tancapkan pada daun meja, mengangkat dagu): Setiap mata bikinan Suriwang sebelas prajurit Mataram tebusan.
SURIWANG
Ai-ai-ai tak bisa lain. Segala apa yang baik untuk Suriwang, lebih baik lagi untuk Klinting, laksana kebajikan menghias wanita jelita, laksana bintang menghias langit-lebih, lebih baik lagi untuk Wanabaya, Ki Ageng Mangir.
BARU KLINTING (memberi isyarat dengan kepala).
Tinggalkan yang tertancap ini. Singkirkan selebihnya di ambin sana.
SURIWANG (mengambil ikatan mata tombak, mendekatkan mulut pada Baru Klinting).
Semua usaha kembang, bumi ditanami jadi. Datanglah hari setelah setahun menanti Pesta awal Sura
Ronggeng, wayang, persabungan, gelut, lomba tombak, Dekat-jauh, tua-muda, bujang-perawan, semua dating Di dapur Ki Ageng Mangir Tua Habis pisau perajang terpakai.
Datang perawan Mendes mohon pada Ki Ageng:
- Pinjami si Mendes ini pisau sebilah - Hanya tinggal belati pusaka boleh kau menggunakan, tapi jangan kau lupa Dipangku dia jadi bahala. Perawan Mendes terlupa belati pusaka dipangkunya
Ah, ah, bayi mendadak terkandung dalam rahimnya Lahir ke atas bumi berwujud ular sanca
- Inilah aku, ampuni, Bunda, jasadku begini rupa Malu pada perdikannya
Malu pada sanak tetangga, Ki Ageng lari seorang diri, Jauh ke gunung Merapi, Mohon ampun pada Yang Maha Kuasa. Ki Ageng Mangir Tua bertapa. Dia bertapa!
Datang seekor ular padanya Melingkar mengangkat sembah – Inilah Baru Klinting sendiri.
Datang untuk berbakti Biar menjijikkan begini Adalah putramu sendiri. Ki Ageng mengangkat muka
Kecewa melihat sang putra - Tiada aku berputra seekor ular Kecuali bila berbukti Dengan kepala sampai ekor Dapat lingkari Gunung Merapi. Tepat di hadapan Ki Ageng Mangir Tua Baru Klinting lingkari Gunung Merapi Tinggal hanya sejengkal Lidah dijelirkan untuk penyambung Ki Ageng memenggalnya dengan keris pusaka. Ular lari menghilang Mengapa tak kau perintahkan balatentara
Mangir menusuk masuk ke benteng Matarammelindas raja dan semua calonnya?
BARU KLINTING (pergi menghindar).
SURIWANG (membawa ikatan mata tombak, bicara pada diri sendiri).
Baru Klinting! Seperti dewa turun ke bumi dari ketiadaan. (menganggukangguk).
Anak desa ahli siasat – dengan Ronggeng Jaya Manggilingan digilingnya balatentara
Mataram, pulang ke desa membawa kemenangan. (pada Baru Klinting). Masih kau biarkan Panembahan Senapati berpongah dengan tahta dan mahkota?
BARU KLINTING (bersilang tangan).
Mataram takkan lagi mampu melangkah ke selatan. Kepungan Mangir sama tajam dengan mata pedang pada lehernya. Pada akhirnya bakal datang dia merangkak pada kaki kita, minta hidup dan nasi.
SURIWANG (meletakkan ikatan tombak di atas Iantai, menghampiri Baru Klinting).
Bakal datang dia merangkak pada kaki kita, minta hidup dan nasi.
BARU KLINTING
Belum mampu pandangmu menembus hari dekat mendatang? Dia akan datang – hari penghinaan itu. Kan meruap hilang impian Panembahan, jadi raja tunggal menggagahi Pulau Jawa. Bakal telanjang diri dia dalam kekalahan dan kehinaan.
SURIWANG
Ai-ai-ai tak bisa lain, Klinting. Perdikan Mangir sudah lima turunan berdiri. Lapanglah jalan bagi Sri Maharatu Dewi Suhita Majapahit.
Demak tak berani raba, Pajang tak pernah jamah. Ai-ai-ai, Panembahan Senapati, anak ingusan kemarin, kini mau coba-coba kuasai Mangir.
BARU KLINTING
Apa pula hendak kau katakan, Suriwang?
SURIWANG
Mataram bernafsu mengangkang di atas Mangir! Ai-ai-ai. Mengangkat diri jadi raja, kirimkan patihnya Singaranu – ke Mangir, Klinting, – menuntut takluk dan upeti, barang gubal dan barang jadi. Perdikan Mangir hendak dicoba! Pulang tangan hampa, balik kembali dengan balatentara. Kau telah bikin panglima Mataram, Takih Susetya, berantakan dengan supit-urangnya. Ai-ai-ai tak bisa lain, tak bisa lain. Klinting, kau benar-benar dewa turun ke bumi – tumpas mereka dengan Ronggeng Jaya Manggilinganmu. Ke mana panglima Mataram itu kini menghilang larikan malunya?
BARU KLINTING
Bikin kau tombak tambahan – delapan ratus mata senilai ini (menuding pada mata tombak tertancap di atas meja).
SURIWANG
Delapan ratus lagi – bukan cuma Mataram, Ki Ageng Mangir Muda.
BARU KLINTING (memperingatkan).
Mangir akan tetap jadi Perdikan, tak bakal jadi kerajaan.
Semua orang boleh bersumbang suara, semua berhak atas segala, yang satu tak perlu menyembah yang lain, yang lain sama dengan semua.
Baca dan download naskah lengkap?
0 comments:
Post a Comment