Perbandingan Ciri Periodisasi Sastra Indonesia
Berikut ini adalah ciri-ciri periodisasi sastra Indonesia. Jika Anda ingin lebih jelas melihat perbandingan cirri-ciri ini dalam bentuk table silakan klik di sini.
Bahasa yang digunakan oleh Angk. 20 adalah bahasa Indonesia tetapi masih sangat terpengaruh oleh bahasa Melayu. Sedangkan Angk. 30 sudah menggunakan bahasa Indonesia. Lain lagi dengan Angk. 45, meski sudah menggunakan bahasa Indonesia, tetapi bahasa ini digunakan sebagai alat ucap sastra yang sebebas-bebasnya. Angk. 66 tetap menggunakan bahasa tetapi tidak memperhatikan keindahan bahasa. Bagus tidaknya sastra tidak pada penggunaan bahasa tetapi bahasa dipakai sebagai alat untuk menyampaikan misi/pesan. Sedangkan Angk. 70 bahasa lebih digunakan sebagai alat ucap sastra/ide/gagasan pengarang.
Bahasa yang digunakan oleh Angk. 20 adalah bahasa Indonesia tetapi masih sangat terpengaruh oleh bahasa Melayu. Sedangkan Angk. 30 sudah menggunakan bahasa Indonesia. Lain lagi dengan Angk. 45, meski sudah menggunakan bahasa Indonesia, tetapi bahasa ini digunakan sebagai alat ucap sastra yang sebebas-bebasnya. Angk. 66 tetap menggunakan bahasa tetapi tidak memperhatikan keindahan bahasa. Bagus tidaknya sastra tidak pada penggunaan bahasa tetapi bahasa dipakai sebagai alat untuk menyampaikan misi/pesan. Sedangkan Angk. 70 bahasa lebih digunakan sebagai alat ucap sastra/ide/gagasan pengarang.
Dari sisi bentuk dan isi. Angk. 20 lebih mementingkan bentuk daripada isi. Struktur cerita / gaya bercerita masih sederhana. Bentuk dan isi Angk. 30 sama-sama penting. Angkatan 45 lebih mementingkan isi dari pada bentuk. Sementara Angkatan 66 lebih mementingkan tujuan/misi sedangkan bentuk tidak diperhatikan. Angkatan 70 mulai beragam. Ada sementara sastrawan yang mengandalkan isi tetapi ada pula yang mengeksploitasi bentuk.
Dari segi tema dan persoalan yang diangkat. Angk. 20, persoalan yang diangkat adalah persoalan adapt kedaerahan dan kawin paksa. Angkatan 30 sudah mulai mengalihkan perhatian pada persoalan masyarakat kota, persoalan intelektual, emansipasi wanita. Dari sisi struktur cerita/konflik sudah mulai berkembang. Angkatan 45 kebanyakan bertema perjuangan, baik perjuangan fisik (perang melawan penjajah) maupun perjuangan menegakkan eksistensi dan pencarian diri. Angkatan 66 lebih banyak berbicara tentang struktur social, konflik social dan politik, kritik terhadap pemerintah yang korup, kemiskinan, dan keadilan. Sementara Angk. 70 sudah mulai mengangkat persoalan kehidupan sebagai ide sastra. Kegelisahan batin, kritik social, ketuhanan, filsafat, dan warna local mulai banyak disentuh.
Dilihat dari sisi pengaruh (yang mempengaruhi), Sastra Angk. 20 banyak dipengaruhi oleh tradisi sastra daerah/local. Angkatan 30 sudah mulai dipengaruhi pola pikir barat dalam kerangka mengembangkan budaya nasional. Angkatan 45 dipengaruhi oleh budaya universal dalam rangka mencari identitas diri. Angkatan 66 banyak dipengaruhi pujangga dunia (universal) dalam rangka mempertahankan martabat bangsa. Sedang Angkatan 70 dipengaruhi oleh persoalan local dan universal sebagai imajinasi untuk menciptakan pembaharuan.
Dilihat dari aliran sastra yang berkembang, Angk 20 lebih banyak karya sastra beraliran romantis, Angkt. 30 sudah mulai muncul aliran idealis. Sedang Angkatan 45 mulai muncul sastra beraliran ekspresionis (Chairil), naturalisme (Idrus) dan simbolik (ingat cerpen-cerpen Maria Amin). Ingin tahu cerita-cerita Maria Amin silakan klik di sini, atau di sini. atau juga di sini. Atau jika Anda ingin tahu aliran-aliran karya sastra romantisme, idealisme, simbolik dan seterusnya, silakan klik di sini atau download di sini.
Dari segi proses karya sastra, Angk. 20 hanya berubah sedikit dari karya sastra Melayu (lama), masih terikat oleh aturan-aturan sastra. Angkatan 30 sudah mulai meramu persoalan-persoalan lama dengan sesuatu yang baru. Angkatan 45 berusaha membentuk sesuatu yang baru (menyiasati situasi) dan menghilangkan pengaruh lama). Angkatan 66 berusaha mencipta dengan sejujur-jujurnya (sesuai dengan situasi sosial yang senyatanya (lihat novel-novel Pramudya, Mochtar Lubis, dll.) Sedangkan Angk. 70-an sudah mulai mengandalkan kreativitas, kebaruan dalam bersastra, inovasi menjadi dasar penciptaan sastra.
Anda ingin melihat perbandingan ini lebih jelas dalam bentuk table? Silakan klik di sini
0 comments:
Post a Comment