Monday, October 01, 2012

Stilistika: Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya

Judul Buku : Stilistika: Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya
Peresensi : Supriyadi*)
Penulis : Prof. Dr. Nyoman Kutha Ratna
Penerbit : Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Tebal : xi + 480 halaman

Memahami Gaya dan Keindahan Bahasa

Bahasa merupakan media, alat, atau sarana untuk komunikasi manusia yang satu dengan yang lainnya. Dengan bahasa, umat manusia bisa saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Dengan demikian, tersampaikanlah pesan dari orang ke satu kepada orang yang lain, bahkan orang yang lain pun bisa membalas pesan tersebut kepada orang ke satu (pengirim pesan). Hal itu karena bahasa yang digunakan mampu diiterpretasi dan dipahami oleh kedua belah pihak, yakni pengirim pesan dan penerima pesan.

Pada dasarnya, semua makhluk hidup (manusia, binatang, dan tumbuhuan) itu berbahasa. Akan tetapi, hanya manusia yang dihukumi mempunyai bahasa karena hanya manusia yang memiliki akal pikiran untuk belajar dan mempelajari sesuatu, termasuk bahasa. Meski demikian, binatang juga mempunyai bahasa untuk bisa berkomunikasi dengan binatang lain, bahkan dengan manusia, entah itu menggunakan isyarat atau bahasa tubuh yang sekiranya bisa dipahami.

Selain sebagai alat komunikasi, bahasa juga merupakan identitas suatu kelompok. Suatu kelompok bisa teridentifikasi dari mana asalnya dengan tutur bahasa yang digunakan, gaya berbahasa, dan khas pengguna bahasa. Orang Indonesia akan diketahui bahwa ia berasal dari Indonesia jika ia menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan logat bahasa Indonesia. Orang Jawa, Sunda, Batak, dan yang lainnya juga dapat diketahui dari bahasa yang digunakan karena dari masing-masing bahasa tersebut memiliki entitas dan cirri khas yang berbeda-beda sehingga dapat diklarifikasi. Berkaitan dengan hal itu, bahasa juga bisa digunakan dalam budaya bahasa oleh masing-masing kelompok.

Dalam kajiannya, bahasa juga bisa melahirkan karya sastra yang indah. Terlepas dari fungsi bahasa sebagai alat komunikasi, bahasa bisa menjadi sebuah karya sastra yang indah jika disusun dengan diksi (pilihan kata) yang bagus dan sarat akan makna yang mendalam. Dalam hal ini, masing-masing bahasa dengan setiap periodisasinya memilki khas keindahannya. Karya sastra yang lahir dari rahim bahasa itu antara lain; puisi, sajak, cerita pendek, dan lain-lain.

Prof. Dr. Nyoman Kutha Ratna dalam bukunya yang berjudul Stilistika; Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya dengan lugas memaparkan pembahasan gaya bahasa Indonesia dalam kajian bahasa sastra dan budaya. Gaya bahasa (style),adalah cara-cara khas bagaimana segala sesuatu diungkapkan dengan cara tertentu sehigga tujuan yang dimaksudkan dapat dicapai secara maksimal. Dengan demikian ini, gaya bahasa beragam menurut adat dan budaya berbahasa masing-masing daerah.

Stilistika, yakni ilmu tentang gaya bahasa, menjadi suatu disiplin ilmu yang mempelajari gaya-gaya bahasa. Sebenarnya, penggunaan dari gaya dan ilmu gaya itu secara luas meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, bagaimana segala sesuatu dilakukan, dinyatakan, dan diungkapakan. Secara sempit, gaya dan atau ilmu gaya digunakan pada kajian bahasa dan sastra, khususnya adalah puisi.

Gaya bahasa adalah cara tertentu, dengan tujuan tertentu. Meskipun demikian, gaya tidak bebas sama sekali. Gaya lahir secara bersistem, sebagai tata sastra. Memang benar ada kebebasan penyair, tetapi gaya tetap berada dalam aturan, sebagai puitika sastra (hal. 386).

Dalam pembicaraan puisi, adalah termasuk sastra. Dalam sastra secara substantif, terkandung gaya (style) dan keindahan (esthetic). Antara stilistika dan estetika, sebenarnya saling melengkapi keberadaannya. Seluruh aspek keindahan dalam karya sastra terkandung dan dibicarakan melalui medium, yaitu unsur-unsur gaya bahasanya. Stilistika menampilkan keindahan, sementara keidahan melibatkan berbagai sarana yang dimiliki oleh gaya bahasa. Stilistika lahir dari rahim retorika, sementara estetika dari filsafat. Keberbedaan asal itulah yang menjadikan saling melengkapi antara keduanya.

Indonesia, telah melahirkan berbagai karya santra. Chairil anwar dengan Aku-nya membangun gaya tersendiri dalam karakter berpuisinya. Putu Wijaya hingga Zawawi Imran juga telah membangun gaya dan karakternya dalam berbahasa dan mengolah bahasa menjadi karya sastra puisi. Dengan demikian, masing-masing penyair memiliki khas yang berbeda-beda.

Begitu pun secara periodik, puitika atau karya sastra di Indonesia pun relatif berubah dari masa ke masa. Periodisasi tersebut terbagi dalam beberapa masa, yakni angkatan balai pustaka (‘20-an), pujannga baru (’30-an), angkatan ’45, angkatan ’60 hingga angkatan ’70 dengan ciri sastra populer dan sastra perempuan. Kemudian periode sastra angkatan 2000-an dengan ciri postmodernisme.

Karakter yang dibangun pada masing-masing angkatan memiliki ciri tersendiri dalam melahirkan puitika karya sastra. Terlebih lagi periode sastra angkatan 2000-an seperti sekarang ini, keragaman berpuisi telah lebih mengenalkan heterogenitas gaya dan keindahan.

Buku yang berjudul Stilistika; Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya layak dijadikan referensi oleh siapa saja yang ingin mendalami stilistika sebagai analisis bahasa dan sastra yang terkait dengan budaya. Khususnya pada sastrawan dan ahli bahasa, buku ini sangat membantu dalam kajian-kajian bahasa dan sastra. Bahkan masyarakat sebagai penikmat karya sastra dan pengguna bahasa, akan diajak oleh penulis untuk menyelami stilistika dari sejarahnya hingga kemunculannya di Indonesia, serta kaitannya dengan estetika.

Bahasa merupakan alat kounikasi. Akan tetapi, selain itu, fungsi bahasa juga bisa berupa karya sastra yang menggunakan keindahan kata yang memikat. Indonesia mempunyai bahasa Indonesia yang mana bahasa tersebut telah meahirkan karya-karya yang indah.***


*) Peresensi adalah Pustakawan dan Pengamat Sosial pada Yayasan Ali Maksum, Yogyakarta.
Sumber: Kompas 16 Maret 2010

Thursday, September 27, 2012

Analisis Cerpen Bendera Sitok Srengenge

Bermain Peran
Analisis Cerpen Bendera



Apa yang ditampilaan dalam Bendera, semata-mata menekankan pesan. Sangat jelas, seperti yang disebutkan dalam teks, “betapa penting arti sebuah bendera.” Itu adalah pesan yang sangat mudah berterima. Pesan yang lain ialah, misalnya, mengenai persatuan. Bahwa setiap orang serupa benang.

Lembaran kain, yang berasal dari pintalan benang, mengidentifikasikan adanya kesatuan. Setiap yang bersatu akan menjadi sebuah kekuatan. Menjadi sesuatu yang dapat dimanfaatkan dengan lebih baik. Menjadi sesuatu yang berarti. Setidaknya, pesan-pesan itulah yang secara tersurat akan muncul ketika membaca cerpen karya Sitok Srengege yang dimuat di Kompas, 8 Mei 2011. 
Hal yang menarik dari cerpen ini adalah keminiannya. Tidak seperti cerpen pada umumnya, terlebih Kompas yang menyajikan cerpen dengan beberapa kolom, Bendera hanya terdiri dari dua kolom. Sangat singkat dalam penceritaannya. Dan bahkan, kisah yang ditampilkannya pun begitu sederhana. 

Kisahnya berkisar pada seorang anak, Amir namanya. Ketika pagi hari ia melihat sang Nenek sedang menjahit bendera. Kemudian, sang Nenek memberi beberapa alasan mengapa bendera itu penting. Mengapa sebuah bendera akan berbeda nilainya dengan kain lainnya. Disebutlah sebanyak lima alasan mengapa bendera itu penting. “Amir mengangguk. Meski belum bisa memahami semua, ia menangkap inti dan garis besarnya: betapa penting arti sebuah bendera.” Di sekolah, ketika sedang menjadi petugas penggerek bendera, Amir membayangkan bahwa semua orang adalah sehelai benang. “Saat itu Amir berpikir bahwa setiap orang di lapangan itu tak ubahnya sehelai benang. Sekolah tempat mereka belajar ibarat alat pemintal, tempat benang-benang itu mengayam dan meluaskan diri agar menjadi lembaran kain.” Kisah hanya diakhiri oleh “Di dalam hati Amir bertekad, ingin menjadi kain yang istimewa. Ia ingin menjadi lambing, seperti bendera.”

Terasa, bahwa pesan-pesan yang dimunculkan seperti mengobarkan semangat: nasionalisme. Nasionalisme, sebagai sikap mencintai negara, menjadi konsentrasi garapan dalam cerpen ini. Diksi-diksi bahasa yang digunakan pun secata kasat mata sudah menunjukkan hal demikian. Bahkan, dari judulnya pun sudah tampak.

Namun, yang menjadi penting, bukan sebagaimana tanda yang mudah terbaca itu. Bukan sekadar mengharapkan adanya perubahan rasa nasionalisme setelah membaca cerpen ini. Ada sesuatu yang menunjukkan adanya sindiran dalam cerpen ini. Sesuatu yang boleh jadi tanpa disadari. Cerpen ini membuka borok terhadap nasionalisme itu sendiri.

Sikap Amir yang mengangguk ketika dijelaskan arti penting bendera oleh Nenek, menegaskan demikian. Nasionalisme kita, ternyata serupa sikap Amir, kita belum bisa memahami semuanya. Memahami secara utuh apa itu nasionalisme. Kita hanya mengerti nasionalisme itu sebagai sosok yang tampak di permukaan, namun tidak atau belum mau tahu bagaimana diaplikasikannya sikap itu. 

Selain itu, apa yang disuguhkan dalam cerpen dengan menggiring pembaca pada teks lebih baik menjadi kain, menjadi pakaian, bukan bendera, yang “jika mejadi pakaian, sering dipamerkan dalam cara gemerlapan dan harganya bisa mencapai ratusan juta,” seakan mengalihkan bahwa menjadi sesuatu selaian bendera, berjiwa nasionalisme, tidaklah penting. Menjadi bendera, bersosok nasionalis, ternyata malah digambarkan dengan sebuah keinginan semata. Tidak ada keseriusan di dalam usaha untuk mengapkikasikannya. Itulah sebabnya dalam akhir cerpen , “Di dalam hati Amir bertekad, ingin menjadi kain yang istimewa. Ia ingin menjadi lambing, seperti bendera.”Nasionalisme hanyalah dalam hati.***

Eva Dwi Kurniawan

Download Novel Sastra
Ronggeng Dukuh Paruk (Ahmad Tohari) - Lintang Kemukus Dini Hari (Ahmad Tohari) - Jentera Bianglala (Ahmad Tohari) - Kubah (Ahmad Tohari) - Di Kaki Bukit Cibalak (Ahmad Tohari) - Bekisar Merah (Ahmad Tohari) - Siti Nurbaya (Marah Rusli) - Di Bawah Lindungan Kabah (Hamka) - Azab dan Sengsara (Merari Siregar) - Harimau-Harimau (Mochtar Lubis) - Supernova (akar - Dee) - Supernova (petir - Dee) - - Sengsara Membawa Nikmat (Tulis Sutan Sati) - Mantra Penjinak Ular (Kuntowijoyo) - Mangir (Pramoedya Ananta Toer) - Arok-Dedes (Pramoedya Ananta Toer) - Perburuan (Pramoedya Ananta Toer) - Kasih Tak Terlerai (Suman Hs) - Gadis Pantai (Pramoedya Ananta Toer) - Atheis (Achdiat Kartamiharja)


goesprih.blogspot.com Overview

goesprih.blogspot.com has 1.444.907 traffic rank in world by alexa. goesprih.blogspot.com is getting 761 pageviews per day and making USD 3.70 daily. goesprih.blogspot.com has 210 backlinks according to yahoo and currently not listed in Dmoz directory. goesprih.blogspot.com is hosted in United States at Google data center. goesprih.blogspot.com is most populer in INDONESIA. Estimeted worth of goesprih.blogspot.com is USD 2701 according to websiteoutlook