Kisah Para Datu (Bagian II)
Buahnya sangat lebat, sungguh padat karena sedang musimnya, dijaga baik tak ada yang diijinkan memetik, tak ada yang berani mengambil buah jambu itu. Kata guru: "Jika sudah masak jambu itu, petiklah". Ken Angrok sangat ingin, melihat buah jambu itu, sangat dikenang-kenangkan buah jambu tadi. Setelah malam tiba waktu orang tidur sedang nyenyak- nyenyaknya, Ken Angrok tidur, kini keluarlah kelelawar dari ubun ubun Ken Angrok, berbondong-bondong tak ada putusnya, semalam malaman makan buah jambu sang guru. Pada waktu paginya buah jambu tampak berserak serak di halaman, diambil oleh pengiring guru. Ketika guru melihat buah jambu rusak berserakan di halaman itu, maka rnendjadi susah.
Kata guru kepada murid murid: "Apakah sebabnya maka jambu itu rusak." Menjawablah pengiring guru: "Tuanku rusaklah itu, karena bekas kelelawar makan jambu itu". Kemudian guru mengambil duri rotan untuk mengurung jambunya dan dijaga semalam malaman. Ken Angrok tidur lagi di atas balai balai sebelah selatan, dekat tempat daun ilalang kering, di tempat ini guru biasanya menganyam atap.
Menurut penglihatan, guru melihat kelelawar penuh sesak berbondong bondong, keluar dari ubun ubun Ken Angrok, semuanya makan buah jambu guru, bingunglah hati guru itu, merasa tak berdaya mengusir kelelawar yang banyak dan memakan jambunya, marahlah guru itu, Ken Angrok diusir oleh guru, kira kira pada waktu tengah malam guru rnengusirnya. Ken Angrok terperanjat, bangun terhuyung huyung, lalu keluar, pergi tidur di tempat ilalang di luar. Ketika guru menengoknya keluar, ia melihat ada benda menyala di tengah ilalang, guru terperanjat mengira kebakaran, setelah diperiksa yang tampak menyala itu adalah Ken Angrok, ia disuruh bangun, dan pulang, diajak tidur di dalam rumah lagi, menurutlah Ken Angrok pergi tidur di ruang tengah lagi. Pagi paginya ia disuruh mengambil buah jambu oleh guru, Ken Angrok senang. katanya : "Aku mengharap semoga aku menjadi orang, aku akan membalas budi kepada guru."
Lama kelamaan Ken Angrok telah menjadi dewasa, menggembala dengan Tuwan Tita, membuat pondok, bertempat di sebelah timur Sagenggeng, di ladang Sanja, dijadikan tempatnya untuk menghadang orang yang lalu lintas di jalan, dengan Tuwan Titalah temannya. Adalah seorang penyadap enau di hutan orang Kapundungan, mempunyai seorang anak perempuan cantik, ikut serta pergi ke hutan, dipegang oleh Ken Angrok, ditemani di dalam pertemuan di dalam hutan, hutan itu bernama Adiyuga. Makin lama makin berbuat rusuhlah Ken Angrok, kemudian ia memperkosa orang yang melalui alan, hal ini diberitakan sampai di negara Daha, bahwasanya Ken Angrok berbuat rusuh itu, maka ia ditindak untuk dilenyapkan oleh penguasa daerah yang berpangkat akuwu, bernama Tunggul Ametung. Pergilah Ken Angrok dari Sagenggêng, mengungsi ke tempat keramat. Rabut Gorontol. "Semoga tergenang didalam air, orang yang akan melenyapkan saya" kutuk Ken Angrok, semoga keluar air dan tidak ada, sehingga terdjadilah tahun tak ada kesukaran di Jawa." Ia pergi dari Rabut Gorontol, mengungsi ke Wayang, ladang di Sukamanggala.
Ada seorang pemikat burung ptpit, ia memperkosa orang yang sedang rnemanggil-manggil burung itu, lalu menuju ke tempat keramat Rabut Katu. Ia heran, melihat tumbuh-tumbuhan katu sebesar beringin, dari situ lari mengungsi ke Jun Watu, daerah orang sempurna, mengungsi ke Lulumbang, bertempat tinggal pada penduduk desa, keturunan golongan tentara, bernana Gagak Uget. Lamalah ia bertempat tinggal di situ, memerkosa orang yang sedang rnelalui jalan. Ia lalu pergi ke Kapundungan, mencuri di Pamalantenan, ketahuanlah ia, dikejar dikepung, tak tahu ke mana ia akan mengungsi, ia memanjat pohon tal, di tepi sungai, setelah siang, diketahui, bahwasanya ia memanjat pohon tal itu, ditunggu orang Kepundungan di bawah, sambil dipukulkan canang, Pohon tal itu ditebang oleh orang-orang yang mengejarnya. Sekarang ia menangis, menyebut nyebut Sang Pentjipta Kebaikan atas dirinya, akhirnya ia mendengar sabda dari angkasa, ia disuruh memotong daun tal, untuk didjadikan sayapnya kiri kanan, agar supaya dapat melayang ke seberang timur, mustahil ia akan mati, lalu ia memotong daun tal mendapat dua helai, dijadikan sayapnya kiri kanan, ia melayang ke seberang timur, dan mengungsi ke Nagamasa, diikuti dikejar, mengungsilah ia kedaerah Oran masih juga dikejar diburu, lari mengungsi ke daerah Kapundungan, yang dipertuan di daerah Kapundungan didapatinya sedang bertanam, Ken Angrok ditutupi dengan cara diaku anak oleh yang dipertuan itu. Anak yang dipertuan di daerah itu sedang bertanam, banyaknya enam orang, kebetulan yang seorang sedang pergi mengeringkan empangan, tinggal 1ima orang; yang sedang pergi itu diganti menanam oleh ken Angrok, datanglah yang mengejarnya, seraya berkata kepada penguasa daerah:
"Wahai, tuan kepala daerah, ada seorang perusuh yang kami kejar, tadi mengungsi ke mari." menjawablah penguasa daerah itu: "Tuan tuan, kami tidak sungguh bohong kami tuan, ia tidak di sini; anak kami enam orang, yang sedang bertanam ini genap enam orang, hitunglah sendiri saja, jika lebih dari enam orang tentu ada orang lain di sini" Kata orang-orang yang mengejar: "Memang sungguh, anak penguasa daerah enam orang, betul juga yang bertanam itu ada enam orang." Segera pergilah yang mengejar.
"Wahai, tuan kepala daerah, ada seorang perusuh yang kami kejar, tadi mengungsi ke mari." menjawablah penguasa daerah itu: "Tuan tuan, kami tidak sungguh bohong kami tuan, ia tidak di sini; anak kami enam orang, yang sedang bertanam ini genap enam orang, hitunglah sendiri saja, jika lebih dari enam orang tentu ada orang lain di sini" Kata orang-orang yang mengejar: "Memang sungguh, anak penguasa daerah enam orang, betul juga yang bertanam itu ada enam orang." Segera pergilah yang mengejar.
Kata penguasa daerah kepada ken Angrok: "Pergilah kamu, buyung, jangan jangan kembali yang mengejar kamu, kalau kalau ada yang membicarakan kata kataku tadi, akan sia sia kamu berlindung kepadaku, pergilah mengungsi ke hutan". Maka kata ken Angrok: "Semoga berhenti lagilah yang mengejar, itulah sebabnya maka Ken Angrok bersembunyi di dalam hutan, Patangtangan nama hutan itu. Selanjutnya ia mengungsi ke Ano, pergi ke hutan Terwag. ia semakin merusuh. Adalah seorang kepala lingkungan daerah Luki akan melakukan pekerjaan membajak tanah, berangkatlah ia membajak ladang, mempesiapkan. tanahnya untuk ditanami kacang, membawa nasi untuk anak yang menggembalakan lembu kepala Lingkungan itu, dimasukkin kedalam tabung bambu, diletakkan di atas onggokan; sangat asyiklah kepala Lingkungan itu, selalu membajak ladang kacang saja, maka dirunduk diambil dan dicari nasinya oleh Ken Angrok, tiap tiap hari terdjadi demikian itu, kepala Lingkungan bingunglah, karena tiap-tiap hari kehilangan nasi untuk anak gembalanya, kata kepala Lingkungan: "Apakah sebabnya maka nasi itu hilang". Sekarang nasi anak gembala kepala Lingkungan di tempat membajak itu diintai, dengan bersembunyi, anak gembalanya disuruh membajak, tak lama kemudian Ken Angrok datang dari dalam hutan, maksud Ken Angrok akan mengambil nasi, ditegor oleh kepala lingkungan: "Terangnya, kamulah, buyung, yang nengambil nasi anak gembalaku tiap tiap hari itu,"
Ken Angrok menjawab: "Betullah tuan kepala lingkungan, saya inilah yang mengambil nasi anak gembala tuan tiap-tiap hari, karena saya lapar, tak ada yang kumakan.." Kata kepala Lingkungan: "Nah buyung. datanglah ke asramaku, kalau kamu lapar, mintalah nasi tiap tiap hari, memang saya tiap tiap hari mengharap ada tamu datang". Lalu Ken Angrok diajak pergi ke rumah tempat tinggal kepala lingkungan itu, dijamu dengan nasi dan lauk pauk. Kata kepala lingkungan kepada isterinya: "Nini batari, saya berpesan kepadamu, kalau Ken Angrok datang kemari, meskipun saya tak ada di rumah juga, lekas lekas terima sebagai keluarga, kasihanilah ia" diceriterakan, Ken Angrok tiap tiap hari datang, seperginya dari situ menuju ke Lulumbang, ke banjar Kocapet. Ada seorang kepala lingkungan daerah Turyantapada, ia pulang dari Kebalon, bernama Mpu Palot, ia adalah tukang emas, berguru kepada kepala desa tertua di Kebalon yang seakan akan sudah berbadankan kepandaian membuat barang barang emas dengan sesempurna sesempurnanya, sungguh ia telah sempurna tak bercacad, Mpu Palot pulang dari Kebalon, membawa beban seberat lima tahil, berhenti di Lulumbang, Mpu Palot itu takut akan pulang sendirian ke Turyantapada, karena ada orang dikhabarkan melakukan perkosaan di jalan, bernama Ken Angrok. Mpu Palot tidak melihat orang lain, ia berjumpa dengan Ken Angrok di tempat beristirahat.
Kata ken Angrok kepada Mpu Palot: ,,Wahai, akan pergi kemanakah tuanku ni,"
Kata Mpu, menjawabnya: "Saya sedang bepergian dari Kebalon, buyung, akan pulang ke Turyantapada, saya takut di jalan, memikir mikir ada orang yang melakukan perkosaan dijalan, bernama Ken Angrok". Tersenyumlah Ken Angrok: "Nah Tuan, anaknda ini akan menghantarkan pulang tuan, anaknda nanti yang akan melawan kalau sampai terdjadi berjumpa dengan orang yang bernama ken Angrok itu, laju sajalah tuan pulang ke Turyantapada, jangan khawatir." Mpu di Tuyantapada itu merasa berhutang budi mendengar kesanggupan Ken Angrok. Setelah datang di Turyantapada, Ken Angrok diajar ilmu kepandaian membuat barang barang emas, lekas pandai, tak kalah kalau kesaktiannya dibandingkan dengan Mpu Palot, selanjutnya Ken Angrok diaku anak oleh Mpu Palot, itulah sebabnya asrama Turyantapada dinamakan daerah Bapa. Demikianlah Ken Angrok mengaku ayah kepada Mpu Palot, karena masih ada kekurangan Mpu Palot itu, maka Ken Angrok disuruhi pergi ke Kebalon oleh Mpu Palot, disuruh menyempurnakan kepandaiaan membuat barang barang emas pada orang tertua di Kebalon, agar dapat menyelesaikan bahan yang ditinggalkan oleh bapak kepala lingkungan. Ken Angrok berangkat menuju ke Kebalon, tidak dipercaya Ken Angrok itu oleh penduduk di Kebalon. Ken Angrok lalu marah : "Semoga ada lobang di tempat orang yang hidup menepi ini," Ken Angrok menikam, orang lari mengungsi kepada kepala desa tertua di Kebalon, dipanggil berkumpul petapa petapa yang berada di Kebalon semua, para guru Hyang, sampai pada para punta, semuanya keluar, membawa pukul perunggu, bersama sama mengejar dan memukul Ken Angrok dengan pukulan perunggu itu, maksud para petapa itu akan memperlihatkan kehendaknya untuk membunuh Ken Angrok. Segera mendengar suara dari angkasa: "Jangan kamu bunuh orang itu, wahai para petapa, anak itu adalah anakku, masih jauh tugasnya di alam tengah ini."
Demikanlah suara dari angkasa, terdengar oleh para petapa. Maka ditolong Ken Angrok, bangun seperti sedia kala. Ken Angrok lalu mengenakan kutuk: "Semoga tak ada petapa di sebelah timur Kawi yang tidak sempurna kepandaianya membuat benda-benda emas". Ken Angrok pergi dari Kebalon, mengungsi ke Turyantapada, ke daerah lingkungan Bapa; sempurnalah kepandaiannya tentang emas. Ken Angrok pergi dari lingkungan Bapa menuju ke daerah desa Tugaran, Kepala tertua di Tugaran tidak menaruh belas digangguilah orang Tugaran oleh Ken Angrok, arca penjaga pintu gerbangnya didukung diletakkan di daerah lingkungan Bapa, kemudian dijumpai anak perempuan kepala tertua di Tugaran itu, sedang menanam kacang di sawah kering. Gadis ini lalu ditemani di dalam pertemuan oleh Ken Angrok, lama kelamaan tanaman kacang menghasilkan berkampit kampit; inilah sebabnya pula maka kacang Tugaran benihnya mengkilat besar dan gurih. Ia pergi dari Tugaran pulang ke daerah Bapa lagi. Kata ken Angrok: "Kalau saja kelak menjadi orang, saya akan memberi perak kepada yang dipertuan di daerah Bapa ini. Di kota Daha dikabarkan tentang Ken Angrok, bahwa ia merusuh dan bersembunyi di Turyantapada, dan Daha, Diadakan tindakan untuk melenyapkannya, ia dicari oleh orang orang Daha, pergilah dari daerah Bapa menuju ke gunung Pustaka. Ia pergi dari situ, mengungsi ke Limbehan, kepala tertua di Limbehan menaruh belas kasihanlah dimintai perlindungan oleh Ken Angrok itu, akhirnya Ken Angrok berjiarah ke tempat keramat Rabut Gunung Panitikan.
Demikanlah suara dari angkasa, terdengar oleh para petapa. Maka ditolong Ken Angrok, bangun seperti sedia kala. Ken Angrok lalu mengenakan kutuk: "Semoga tak ada petapa di sebelah timur Kawi yang tidak sempurna kepandaianya membuat benda-benda emas". Ken Angrok pergi dari Kebalon, mengungsi ke Turyantapada, ke daerah lingkungan Bapa; sempurnalah kepandaiannya tentang emas. Ken Angrok pergi dari lingkungan Bapa menuju ke daerah desa Tugaran, Kepala tertua di Tugaran tidak menaruh belas digangguilah orang Tugaran oleh Ken Angrok, arca penjaga pintu gerbangnya didukung diletakkan di daerah lingkungan Bapa, kemudian dijumpai anak perempuan kepala tertua di Tugaran itu, sedang menanam kacang di sawah kering. Gadis ini lalu ditemani di dalam pertemuan oleh Ken Angrok, lama kelamaan tanaman kacang menghasilkan berkampit kampit; inilah sebabnya pula maka kacang Tugaran benihnya mengkilat besar dan gurih. Ia pergi dari Tugaran pulang ke daerah Bapa lagi. Kata ken Angrok: "Kalau saja kelak menjadi orang, saya akan memberi perak kepada yang dipertuan di daerah Bapa ini. Di kota Daha dikabarkan tentang Ken Angrok, bahwa ia merusuh dan bersembunyi di Turyantapada, dan Daha, Diadakan tindakan untuk melenyapkannya, ia dicari oleh orang orang Daha, pergilah dari daerah Bapa menuju ke gunung Pustaka. Ia pergi dari situ, mengungsi ke Limbehan, kepala tertua di Limbehan menaruh belas kasihanlah dimintai perlindungan oleh Ken Angrok itu, akhirnya Ken Angrok berjiarah ke tempat keramat Rabut Gunung Panitikan.
Kepadanya turun petunjuk dewa, disuruh pergi ke Rabut Gunung Lejar pada hari Rebo Wage, minggu Wariga pertama, para dewa bermusyawarah berrapat; Demikian ini kata seorang nenek kebayan di Panitikan: "Saya akan membantu menyembunyikan kamu, buyung, agar supaya tak ada yang akan tahu, saya akan menyapu di Gunung Lejar pada waktu semua dewa-dewa bermusyawarah." Demikian kata nenek kebayan di Panitikan itu.
Ken Angrok lari menuju ke Gunung Lejar, hari Rebo Wage, minggu Wariga pertama tiba, ia pergi ke tempat musyawarah. Ia bersembunyi di tempat sampah ditimbuni dengan semak belukar oleh nenek kebayan Panitikan. Lalu berbunyilah suara tujuh nada, guntur, petir, gempa guruh, kilat, taufan, angin ribut, hujan bukan masanya, tak ada selatnya sinar dan cahaya, maka demikian itu ia mendengar suara tak ada hentinya, berdengung dengung bergemuruh. Adapun inti musyawarah para dewa: "Yang rnemperkokoh nusa Jawa, daerah manalah mestinya." Demikianlah kata para dewa, saling mengemukakan pembicaraan: "Siapakah yang pantas menjadi raja di pulau Jawa," demikian pertanyaan para dewa semua. Menjawablah dewa Guru: "Ketahuilah dewa dewa semua, adalah anakku, seorang manusia yang lahir dari orang Pangkur, itulah yang memperkokoh tanah Jawa." Kini keluarlah Ken Angrok dari tempat sampah, dilihat, oleh para dewa; semua dewa menjetujui, ia direstui bernama nobatan Batara Guru, demikian itu pujian dari dewa dewa, yang bersorak sorai riuh rendah. Diberi petunjuklah Ken Angrok agar mengaku ayah kepada seorang brahmana yang bernama Sang Hyang Lohgawe. dia ini baru saja dari Jambudipa, disuruh menemuinya di Taloka. Itulah asal mulanja ada brahmana di sebelah timur Kawi. Pada waktu ia menuju ke Jawa, tidak berperahu. hanya menginjak rumput kekatang tiga potong, setelah mendarat dari air, lalu menuju ke daerahTaloka, dang Hyang Lohgawe berkeliling mencari Ken Angrok. Kata Dang Hyang Lohgawe: "Ada seorang anak, panjang tangannya melampaui lutut, tulis tangan kanannya cakera dan yang kiri sangka, bernana Ken Angrok. Ia tampak pada waktu aku memuja, ia adalah penjelmaan Dewa Wisnu, pemberitahuannya dahulu di Jambudwipa, demikian: "Wahai Dang Hyang Lohgawe, hentikan kamu memuja arca Wisnu, aku telah tak ada disini, aku telah menjelma pada orang di Jawa, hendaknya kamu mengikuti aku di tempat perjudian." Tak lama kemudian Ken Angrok didapati di tempat perjudian, diamat amati dengan baik baik, betul ia adalah orang yang tampak pada Dang Hyang Lohgawe sewaktu ia memuja. Maka ia ditanyai. Kata Dang Hyang Lohgawe: "Tentu buyunglah yang bernama Ken Angrok, adapun sebabnya aku tahu kepadamu, karena kamu tampak padaku pada waktu aku memuja". Menjawablah Ken Angrok: "Betul tuan, anaknda bernama Ken Angrok."
Dipeluklah ia oleh brahmana itu. Kata Dang Hyang Lohgawe: "Kamu saya aku anak, buyung, kutemani pada waktu kesusahan dan kuasuh ke mana saja kamu pergi."
Ken Angrok pergi dari Taloka, menuju ke Tumapel, ikut pula brahmana itu. Setelah ia datang di Tumapel, tibalah saat yang sangat tepat, ia sangat ingin menghamba pada akuwu. kepala daerah di Tumapel yang bernama Tunggul Ametung. Dijumpainya dia itu, sedang dihadap oleh hamba hambanya, Kata Tunggul Ametung: "Selamatlah tuanku brahmana, dimana tempat asal tuan, saya baru kali ini melihat tuan." Menjawablah Dang Hyang Lohgawe: Tuan Sang Akuwu, saya baru saja datang dari seberang, saja ini sangat ingin menghamba kepada sang akuwu". Menjawablah Tunggul Ametung: "Nah, senanglah saya, kalau tuan Dang Hyang dapat bertempat tinggal dengan tenteram pada anaknda ini". Demikianlah kata Tunggul Ametung. Lamalah Ken Angrok menghamba kepada Tunggul Ametung yang berpangkat akuwu di Tumapel itu, Kemudian adalah seorang pujangga, pemeluk agama Budha, menganut aliran Mahayana, bertapa di ladang orang Panawijen, bernama Mpu Purwa. Ia mempunyai seorang anak perempuan tunggal, pada waktu ia belum menjadi pendeta Mahayana. Anak perempuan itu luar biasa cantik moleknja bernama Ken Dedes. Dikabarkan, bahwa ia ayu, tak ada yang menyamai kecantikannya itu, termasyur di sebelah timur Kawi sampai Tumapel. Tunggul Ametung mendengar itu, lalu datang di Panawijen, langsung menuju ke desa Mpu Purwa, bertemu dengan Ken Dedes; Tunggul Ametung sangat senang melihat gadis cantik itu.
Kebetulan Mpu Purwa tak ada di pertapaannya, sekarang Ken Dedes sekonyong konyong dilarikan oleh Tunggu1 Ametung. Setelah Mpu Purwa pulang dari bepergian, ia tidak rnenjumpai anaknya, sudah dilarikan oleh Akuwu di Tumapel; ia tidak tahu soal yang sebenarnya, maka Mpu Purwa menjatuhkan serapah yang tidak baik: "Nah, semoga yang melarikan anakku tidak lanjut mengenyam kenikmatan, semoga ia ditusuk keris dan diambil isterinya, demikian juga orang orang di Panawidjen ini, semoga menjadi kering tempat mereka mengambil air, semoga tak keluar air kolamnya ini, dosanya: mereka tak mau memberitahu, bahwa anakku dilarikan orang dengan paksaan. Demikian kata Mpu Purwa: ,,Adapun anakku yang menyebabkan gairat dan bercahaya terang, kutukku kepadanya, hanya: semoga ia mendapat keselamatan dan kebahagiaan besar." Demikian kutuk pendeta Mahayana di Panawidjen. Setelah datang di Tumapel, ken Dedes ditemani seperaduar oleh Tunggul Ametung, Tunggul Ametung tak terhingga cinta kasihnya, baharu saja Ken Dedes menampakkan gejala gejala mengandung, Tunggul Ametung pergi bersenang senang, bercengkerama berserta isterinya ke taman Boboji; Ken Dedes turun dari kereta kebetulan disebabkan karena nasib, tersingkap betisnya, terbuka sampai rahasianya, lalu kelihatan bernyala oleh Ken Angrok, terpesona ia melihat, tambahan pula kecantikannya memang sempurna, tak ada yang menyamai kecantikannya itu, jatuh cintalah Ken Angrok, tak tahu apa yang akan diperbuat. Setelah Tunggul Ametung pulang dari bercengkerama itu, Ken Angrok memberitahu kepada Dang Hyang Lohgawe, berkata: "Bapa Dang Hyang, ada seorang perempuan bernyala rahasianya, tanda perempuan yang bagaimanakah demikian itu, yanda buruk atau tanda baikkah itu". Dang Hyang menjawab: " Siapa itu, buyung". Kata Ken Angrok: " Bapa, memang ada seorang perempuan, yang kelihatan rahasianya oleh hamba". Kata Dang Hyang: "Jika ada perempuan yang demikian, buyung, perempuan itu namanya: Nawiswari, ia adalah perempuan yang paling utama, buyung, berdosa, jika memperisteri perempuan itu, akan menjadi maharaja." Ke Angrok diam, akhirnya berkata: "Bapa Dang Hyang, perempuan yang bernyala rahasianya itu ialah isteri sang akuwu di Tumapel, jika demikian akuwu, saya akan bunuh dan saya ambil isterinya, tentu ia akan mati, itu kalau tuan mengijinkan." Jawab Dang Hyang: " Ya, tentu matilah, buyung, Tunggul Ametung olehmu, hanya saja tidak pantas memberi ijin itu kepadamu, itu bukan tindakan seorang pendeta, batasnya adalah kehendakmu sendiri." Kata Ken Angrok: "Jika demikian, Bapa, hamba memohon diri kepada tuan." Sang Brahmana menjawab: "Akan kemana kamu buyung?" Ken Angrok menjawab: " Hamba pergi ke Karuman, ada seorang penjudi yang mengaku anak kepada hamba bernama Bango Samparan, ia cinta kepada hamba, dialah yang akan hamba mintai pertimbangan, mungkin ia akan menyetujuinya."
Kata Dang Hyang: "Baiklah kalau demikian, kamu jangan tinggal terlalu lama di Karuman, buyung." Kata Ken Angrok: "Apakah perlunya hamba lama di sana."
Ken Angrok pergi dari Tumapel, sedatangnya Karuman, bertemu dengan Bango Samparan. "Kamu ini keluar dari mana, lama tidak datang kepadaku, seperti didalam impian saja bertemu dengan kamu ini, lama betul kamu pergi." Ken Angrok menjawab: "Hamba berada di Tumapel, Bapa, menghamba pada sang akuwu. Adapun sebabnya hamba datang kepada tuan, adalah seorang isteri akuwu, turun dari kereta, tersingkap rahasianya, kelihatan bernyala oleh hamba. Ada seorang brahmana yang baru saja datang di Jawa, bernama Dang Hyang Lohgawe, ia mengaku anak kepada hamba, hamba bertanya kepadanya: "Apakah nama seorang perempuan yang menyala rahasianya itu." Kata Sang Brahmana: "Itu yang disebut seorang perempuan ardana reswari, sungguh baik tanda itu, karena siapa saja yang memperisterinya, akan dapat menjadi maharaja." Bapa Bango, hamba ingin menjadi raja, Tunggul Ametung akan hamba bunuh, isterinya akan hamba ambil, agar supaya anaknda menjadi raja, hamba minta persetujuan Bapa Dang Hyang, Kata Dang Hyang: "Buyung Angrok, tidak dapat seorang brahmana memberi persetujuan kepada orang yang mengambil isteri orang lain, adapun batasnya kehendakmu sendiri."
Itulah sebabnya hamba pergi ke Bapa Bango, untuk meminta ijin kepada bapa, sang akuwu akan hamba bunuh dengan rahasia, tentu akuwu mati oleh hamba." Menjawablah Bango Samparan: "Nah, baiklah kalau demikian, saya memberi ijin, bahwa kamu akan menusuk keris kepada Tunggul Ametung dan mengambil isterinya itu, tetapi hanya saja, buyung Angrok, akuwu itu sakti, mungkin tidak dapat luka, jika kamu tusuk keris yang kurang bertuah. Saya ada seorang teman, seorang pandai keris di Lulumbang, bernama Mpu Gandring, keris buatannya bertuah, tak ada orang sakti terhadap buatannya, tak perlu dua kali ditusukkan, hendaknyalah kamu menyuruh membuat keris kepadanya, jikalau keris ini sudah selesai dengan itulah hendaknya kamu membunuh Tunggul Ametung secara rahasia."
Demikian pesan Bango Samparan kepada Ken Angrok. kata Ken Angrok: "Hamba memohon diri, Bapa, akan pergi ke Lulumbang." Ia pergi dari Karuman, lalu ke Lulumbang, bertemu dengan Gandring yang sedang bekerja di tempat membuat keris. Ken Angrok datang lalu bertanya: "Tuankah barangkali yang bernama Gandring itu, hendaknyalah hamba dibuatkan sebilah keris yang dapat selesai didalam waktu lima bulan, akan datang keperluan yang harus hamba lakukan."
Kata Mpu Gandring: "Jangan lima bulan itu, kalau kamu menginginkan yang baik, kira – kira setahun baru selesai, akan baik dan matang tempaannya," Ken Angrok berkata: "Nah, biar bagaimana mengasahnya, hanya saja, hendaknya selesai didalam lima bulan." Ken Angrok pergi dari Lulumbang, ke Tumapel bertemu dengan Dang Hyang Lohgawe yang bertanya kepada Ken Angrok: "Apakah sebabnya kamu lama di Tumapel itu." Sesudah genap lima bulan, ia ingat kepada perjanjiannya, bahwa ia menyuruh membuatkan keris kepada Mpu Gandring. Pergilah ia ke Lulumbang, bertemu dengan Mpu Gandring yang sedang mengasah dan memotong motong keris pesanan Ken Angrok. Kata Ken Angrok: "Manakah pesanan hamba kepada tuan Gandring." Menjawablah Gandring itu: "Yang sedang saya asah ini, buyung Angrok." Keris diminta untuk dilihat oleh Ken Angrok.
Katanya dengan agak marah: "Ah tak ada gunanya aku menyuruh kepada tuan Gandring ini, bukankah belum selesai diasah keris ini, memang celaka, inikah rupanya yang tuan kerjakan selama lima bulan itu." Menjadi panas hati Ken Angrok, akhirnya ditusukkan kepada Gandring keris buatan Gandring itu.
Lalu diletakkan pada lumpang batu tempat air asahan, lumpang berbelah menjadi dua, diletakkan pada landasan penempa, juga ini berbelah menjadi dua.
Kini Gandring berkata: "Buyung Angrok, kelak kamu akan mati oleh keris itu, anak cucumu akan mati karena keris itu juga, tujuh orang raja akan mati karena keris itu."
Sesudah Gandring berkata demikian lalu meninggal. Sekarang Ken Angrok tampak menyesal karena Gandring meninggal itu, kata Ken Angrok: "Kalau aku menjadi orang, semoga kemulianku melimpah, juga kepada anak cucu pandai keris di Lulumbang." Lalu pulanglah Ken Angrok ke Tumapel. Ada seorang kekasih Tunggul Ametung, bernama Kebo Hijo, bersahabat dengan Ken Angrok, cinta mencintai. Pada waktu itu Kebo Hijo melihat bahwa Ken Angrok menyisip keris baru, berhulu kayu cangkring masih berduri, belum diberi perekat, masih kasar, senanglah Kebo Hijo melihat itu. Ia berkata kepada Ken Angrok: " Wahai kakak, saya pinjam keris itu." Diberikan oleh Ken Angrok, terus dipakai oleh Kebo Hijo, karena senang memakai melihatnya itu. Lamalah keris Ken Angrok dipakai oleh Kebo Hijo, tidak orang Tumapel yang tidak pernah melihat Kebo Hijo menyisip keris baru dipinggangnya. Tak lama kemudian keris itu dicuri oleh Ken Angrok dan dapat diambil oleh yang mencuri itu. Selanjutnya Ken Angrok pada waktu malam hari pergi kedalam rumah akuwu, saat itu baik, sedang sunyi dan orang orang tidur, kebetulan juga disertai nasib baik , ia menuju ke peraduan Tunggul Ametung, tidak terhalang perjalanannya, ditusuklah Tunggul Ametung oleh Ken Angrok, tembus jantung Tunggul Ametung, mati seketika itu juga. Keris buatan Gandring ditinggalkan dengan sengaja. Sekarang sesudah pagi pagi keris yang tertanam didada Tunggul Ametung diamat amati orang, dan oleh orang yang tahu keris itu dikenal keris Kebo Hijo yang biasa dipakai tiap tiap hari kerja. Kata orang Tumapel semua: "Terangnya Kebo Hijolah yang membunuh Tunggul Ametung dengan secara rahasia, karena memang nyata kerisnya masih tertanam didada sang akuwu di Tumapel.
Kini Kebo Hijo ditangkap oleh keluarga Tunggul Ametung, ditusuk dengan keris buatan Gandring, meninggallah Kebo Hijo. Kebo Hijo mempunyai seorang anak, bernama Mahisa Randi, sedih karena ayahnya meninggal, Ken Angrok menaruh belas kasihan kepadanya, kemana mana anak ini dibawa, karena Ken Angrok luar biasa kasih sayangnya terhadap Mahisa Randi. Selanjutnya Dewa memang telah menghendaki, bahwasanya Ken Angrok memang sungguh sungguh menjadi jodoh Ken Dedes, lamalah sudah mereka saling hendak menghendaki, tak ada orang Tumapel yang berani membicarakan semua tingkah laku Ken Angrok, demikian juga semua keluarga Tunggul Ametung diam, tak ada yang berani mengucap apa apa, akhirnya Ken Angrok kawin dengan Ken Dedes. Pada waktu ditinggalkan oleh Tunggul Ametung, dia ini telah mengandung tiga bulan, lalu dicampuri oleh Ken Angrok. Ken Angrok dan Ken Dedes sangat cinta mencintai. Telah lama perkawinannya. Setelah genap bulannya Ken Dedes melahirkan seorang anak laki laki, lahir dari ayah Tunggul Ametung, diberi nama Sang Anusapati dan nama kepanjangannya kepanjiannya Sang
Apanji Anengah. Setelah lama perkawinan Ken Angrok dan Ken Dedes itu, maka Ken Dedes dari Ken Angrok melahirkan anak laki laki, bernama Mahisa Wonga Teleng, dan adik Mahisa Wonga Teleng bernama Sang Apanji Saprang, adik panji Saprang juga laki laki bernama Agnibaya, adik Agnibaya perempuan bernama Dewi Rimbu, Ken Angrok dan Ken Dedes mempunyai empat orang anak. Ken Angrok mempunyai isteri muda bernama Ken Umang, ia melahirkan anak laki laki bernama panji Tohjaya,adik panji Tohjaya, bernama Twan Wregola, adik Twan Wregola perempuan bernama Dewi Rambi.
Banyaknya anak semua ada 9 orang, laki laki 7 orang, perempuan 2 orang. Sudah dikuasailah sebelah timur Kawi, bahkan seluruh daerah sebelah timur Kawi itu, semua takut terhadap Ken Angrok, mulailah Ken Angrok menampakkan keinginannya untuk menjadi raja, orang orang Tumapel semua senang, kalau Ken Angrok menjadi raja itu. Kebetulan disertai kehendak nasib, raja Daha, yalah raja Dandhang Gendis, berkata kepada para bujangga yang berada di seluruh wilayah Daha, katanya: "Wahai, tuan tuan bujangga pemeluk agama Siwa dan agama Budha, apakah sebabnya tuan tuan tidak menyembah kepada kami, bukanlah kami ini semata mata Batara Guru." Menjawablah para bujangga di seluruh daerah negara Daha: "Tuanku, semenjak jaman dahulu kala tak ada bujangga yang menyembah raja." demikianlah kata bujangga semua.
Kata Raja Dandhang Gendis: "Nah, jika semenjak dahulu kala tak ada yang menyembah, sekarang ini hendaknyalah kami tuan sembah, jika tuan tuan tidak tahu kesaktian kami, sekarang akan kami beri buktinya." Kini Raja Dandhang Gendis mendirikan tombak, batang tombak itu dipancangkan kedalam tanah, ia duduk di ujung tombak, seraya berkata: "Nah, tuan tuan bujangga, lihatlah kesaktian kami." Ia tampak berlengan empat, bermata tiga, semata mata Batara Guru perwujudannya, para bujangga di seluruh daerah Daha diperintahkan menyembah, semua tidak ada yang mau, bahkan menentang dan mencari perlindungan ke Tumapel, menghamba kepada Ken Angrok. Itulah asal mulanya Tumapel tak mau tahu negara Daha. Tak lama sesudah itu Ken Angrok direstui menjadi raja di Tumapel, negaranya bernama Singasari, nama nobatannya Sri Rajasa Batara Sang Amurwabumi, disaksikan oleh para bujangga pemeluk agama Siwa dan
Budha yang berasal dari Daha, terutama Dang Hyang Lohgawe, ia diangkat menjadi pendeta istana, adapun mereka yang menaruh belas kasihan kepada Ken Angrok, dahulu sewaktu ia sedang menderita, semua dipanggil, diberi perlindungan dan diberi belas balasan atas budi jasanya, misalnya Bango Samparan, tidak perlu dikatakan tentang kepala lingkungan Turyantapada, dan anak anak pandai besi Lulumbang yang bernama Mpu Gandring, seratus pandai besi di Lulumbang itu diberi hak istimewa di dalam lingkungan batas jejak bajak beliung cangkulnya.
Adapun anak Kebo Hijo disamakan haknya dengan anak Mpu Gandring. Anak laki laki Dang Hyang Lohgawe, bernama Wangbang Sadang, lahir dari ibu pemeluk agama Wisnu, dikawinkan dengan anak Bapa Bango yang bernama Cucu Puranti, demikianlah inti keutamaan Sang Amurwabumi. Sangat berhasillah negara Singasari, sempurna tak ada halangan. Telah lama terdengar berita, bahwa Ken Angrok sudah menjadi raja, diberitahulah raja Dandhang Gendis, bahwa Ken Angrok bermaksud akan menyerang Daha. Kata Raja Dandhang Gendis: "Siapakah yang akan mengalahkan negara kami ini, barangkali baru kalah, kalau Batara Guru turun dari angkasa, mungkin baru kalah." Diberi tahulah Ken Angrok, bahwa raja Dandhang Gedis berkata demikian. Kata Sang Amurwabumi: "Wahai, para bujangga pemeluk Siwa dan Budha, restuilah kami mengambil nama nobatan Batara Guru." Demikianlah asal mulanya ia bernama nobatan Batara Guru, direstui oleh bujangga brahmana dan resi. Selanjutnya ia lalu pergi menyerang Daha. Raja Dandhang Gendis mendengar, bahwa Sang Amurwabumi di Tumapel datang menyerang Daha, Dandhang Gendis berkata: "Kami akan kalah, karena Ken Angrok sedang dilindungi Dewa."
Sekarang tentara Tumapel bertempur melawan tentara Daha, berperang di sebelah utara Ganter, bertemu sama sama berani, bunuh membunuh, terdesaklah tentara Daha.
Adik Raja Dandhang Gendis gugur sebagai pahlawan, ia bernama Mahisa Walungan, bersama sama dengan menterinya yang perwira, bernama Gubar Baleman. Adapun sebabnya itu gugur, karena diserang bersama-sama oleh tentara Tumapel, yang berperang laksana banjir dari gunung.
Sekarang tentara Daha terpaksa lari, karena yang menjadi inti kekuatanperang telah kalah. Maka tentara Daha bubar seperti lebah, lari terbirit birit meninggalkan musuh seperti kambing, mencabut semua payung payungnya, tak ada yang mengadakan perlawanan lagi.
Maka Raja Dandhang Gendis mundur dari pertempuran, mengungsi ke alam dewa, bergantung gantung di angkasa, beserta dengan kuda, pengiring kuda, pembawa payung, dan pembawa tempat sirih, tempat air minum, tikar, semuanya naik ke angkasa. Sungguh kalah Daha oleh Ken Angrok. Dan adik adik Sang Dandhang Gendis, yalah: Dewi Amisam, Dewi Hasin, dan Dewi Paja diberi tahu, bahwa raja Dandhang Gendis kalah berperang, dan terdengar, ia telah di alam dewa, bergantung gantung di angkasa, maka tuan dewi ketiga tiganya itu menghilang bersama sama dengan istananya juga. Sesudah Ken Angrok menang terhadap musuh, lalu pulang ke Tumapel, dikuasailah tanah Jawa olehnya, ia sebagai raja telah berhasil mengalahkan Daha pada tahun saka : 1144.
Lama kelamaan ada berita, bahwa sang Anusapati, anak tunggal Tunggul Ametung bertanya tanya kepada pengasuhnya. "Hamba takut terhadap ayah tuan", demikian kata pengasuh itu: "Lebih baik tuan berbicara dengan ibu tuan". Karena tidak mendapat keterangan, Nusapati bertanya kepada ibunya: "Ibu, hamba bertanya kepada tuan, bagaimanakah jelasnya ini?" Kalau ayah melihat hamba, berbeda pandangannya dengan kalau ia melihat anak anak ibu muda, semakin berbeda pandangan ayah itu." Sungguh sudah datang saat Sang Amurwabumi. Jawab Ken Dedes: "Rupa rupanya telah ada rasa tidak percaya, nah, kalau buyung ingin tahu, ayahmu itu bernama Tunggul Ametung, pada waktu ia meninggal, saya telah mengandung tiga bulan, lalu saya diambil oleh Sang Amurwabumi.: Kata Nusapati: "Jadi terangnya, ibu, Sang Amurwabumi itu bukan ayah hamba, lalu bagaimana tentang meninggalnya ayah itu?" "Sang Amurwabumi buyung yang membunuhnya." Diamlah Ken Dedes, tampak merasa membuat kesalahan karena memberi tahu soal yang sebenarnya kepada anaknya. Kata Nusapati: "Ibu, ayah mempunyai keris buatan Gandring. itu hamba pinta, ibu." Diberikan oleh Ken Dedes. Sang Anusapati memohon diri pulang ke tempat tinggalnya. (bersambung)
0 comments:
Post a Comment