Tengku Amir Hamzah adalah seorang sastrawan Indonesia angkatan Pujangga Baru. Amir Hamzah bernama lengkap Tengku Amir Hamzah Pangeran Indera Putera lahir di Tanjung Pura, Langkat, Sumatera Timur pada tanggal 28 Februari 1911. Ia lahir dalam lingkungan keluarga bangsawan Melayu dan banyak berkecimpung dalam alam sastra dan kebudayaan Melayu dimana kemampuannya dalam bidang ini tumbuh dan berkembang.
Amir Hamzah bersekolah menengah dan tinggal di Pulau Jawa pada saat pergerakan kemerdekaan dan rasa kebangsaan Indonesia bangkit. Di saat-saat ini ia memperkaya dirinya dengan kebudayaan modern, kebudayaan Jawa, dan kebudayaan Asia yang lain.
Dalam kumpulan sajak Buah Rindu yang ditulis antara tahun 1928 dan tahun 1935, terlihat jelas perubahan perlahan saat lirik pantun dan syair Melayu menjadi sajak yang lebih modern.
Amir Hamzah dibunuh dalam kekacauan revolusi sosial yang terjadi di Sumatera Timur, di awal-awal tahun Indonesia merdeka. Amir Hamzah tidak hanya menjadi penyair besar pada jaman Pujangga Baru, tetapi juga menjadi penyair yang diakui kemampuannya dalam bahasa Melayu-Indonesia hingga sekarang. Di tangannya Bahasa Melayu mendapat suara dan lagu yang unik yang terus dihargai hingga zaman sekarang. Beliau wafat di Kuala Begumit pada 20 Maret 1946 dan dimakamkan di pemakaman mesjid Azizi, Tanjung Pura, Langkat.
HANYA SATU
Timbul niat dalam kalbumi;
Terban hujan, ungkai badai
Terendam karam
Runtuh ripuk tamanmu rampak
Manusia kecil lintang pukang
Lari terbang jatuh duduk
Air naik tetap terus
Tumbang bungkar pokok purba
Teriak riuh redam terbelam
Dalam gegap gempita guruh
Kilau kilat membelah gelap
Lidah api menjulang tinggi
Terapung naik jung bertudung
Tempat berteduh nuh kekasihmu
Bebas lepas lelang lapang
Di tengah gelisah, swara sentosa
Bersemayam sempana di jemala gembala
Juriat julita bapaku iberahim
Keturunan intan dua cahaya
Pancaran putera berlainan bunda
Kini kami bertikai pangkai
Di antara dua, mana mutiara
Jauhari ahli lalai menilai
Lengah langsung melewat abad
Aduh kekasihku
Padaku semua tiada berguna
Hanya satu kutunggu hasrat
Merasa dikau dekat rapat
Serupa musa di puncak tursina
DOA
Dengan apakah kubandingkan pertemuan kita, kekasihku?
Dengan senja samara sepoi, pada masa purnama meningkat naik, setelah menghalau panas payah terik.
Angin malam mengembus lemah, menyejuk badan, melambung rasa menayang piker, membawa angan ke bawah kursimu.
Hatiku terang menerima katamu, bagai bintang memasang lilinnya.
Kalbuku terbuka menunggu kasihmu, bagai sedap malam menyirak kelopak.
Aduh, kekasihku, isi hatiku dengan katamu, penuhi dadaku dengan cahayamu, biar bersinar mataku sendu, biar berbinar gelakku rayu!
SEBAB DIKAU
Kasihkan hidup sebab dikau
Segala kuntum mengoyak kepak
Membungan cinta dalam hatiku
Mewangi sari dalam jantungku
Hidup seperti mimpi
Laku lakon di layar terkelar
Aku pemimpi lagi penari
Sedar siumanbertukar-tukar
Maka merupa di datar layer
Wayang warna menayang rasa
Kalbu rindu turut mengikuti
Dua sukma esa –mesra-
Aklu boneka engkau boneka
Penghibur dalang mengatur tembang
Di layer kembang bertukar pandang
Hanya selagu, sepanjang dendang
Golek gemilang ditukarnya pula
Aku engkau di kotak terletak
Aku boneka engkau boneka
Penyenang dalang mengarak sajak
BARANGKALI
Engkau yang lena dalam hatiku
Akasa swarga nipis-tipis
Yang besar terangkum dunia
Kecil terlindung alis
Kujunjung di atas hulu
Kupuji di pucuk lidah
Kupangku di lengan lagu
Kudaduhkan di selendang dendang
Bangkit Gunung
Buka mata-mutiara-mu
Sentuh kecapi firdusi
Dengan jarimu menirus halus
Biar siuman dewi-nyanyi
Gembuh asmara lurus lampai
Lemah ramping melidah api
Halus harum mengasap keramat
Mari menari dara asmara
Biar terdengar swara swarna
Barangkali mati di pantai hati
Gelombang kenang membanting diri
ASTANA RELA
Tiada bersua dalam dunia
Tiada mengapa hatiku sayang
Tiada dunia tempat selama
Layangkan angan meninggi awan
Jangan percaya hembusan cedera
Berkata tiada hanya dunia
Tilikkan tajam mata kepala
Sungkumkan sujud hati sanubari
Mula segala tiada ada
Pertengahan masa kita bersua
Ketika tiga bercerai ramai
Di waktu tertentu berpandang terang
Kalau kasihmu hasratkan dikau
Restu sempana memangku daku
Tiba masa kita berdua
Berkaca bahagia di air mengalir
Bersama kita mematah buah
Sempana kerja di muka dunia
Bunga cerca melayu pilu
Hanya bahagia tersenyum harum
Di situ baru kita berdua
Sama merasa, sama membaca
Tulisan cuaca rangkaian mutiara
Di mahkota gapura astana rela
BERDIRI AKU
0 comments:
Post a Comment