FESTIVAL
TOPENG
(Juara Harapan I Sayembara menulis Naskah Drama DKJ 2003)
Karya Budi Ros
Dramatic Personae
Mbah Joyo 70 Tahun
Blentung; anak Joyo 35 Tahun
Mitro 35 tahun
Genggong; Ketua Panitia 65 tahun
Laras; Nyonya Genggong 55 Tahun
Jarkoni; Lurah Desa 40 tahun
Sami’un 45 tahun
Kamun 30 tahun
Bawor 30 tahun
Gubil 30 tahun
Tuji 30 tahun
Kirno 40 tahun
Peang 25 tahun
Panjul 25 tahun
Orang ke 1
Orang ke 2
Orang ke 3
Orang ke 4
Orang ke 5; Kakek Bawor 70 tahun
Mijem; istri Kirno 39 tahun
Sukasih; istri Peang 20 tahun
Warti 17 tahun
MC
3 ksatria utama; peserta Festival Topeng
Parjan; peserta Festival Topeng
Pono; peserta Festival Topeng
Yasmudi
Parmin
Kamto
Wahyu
Panitia yang menggiring arak-arakan
Petugas
Ngaisah; istri Yasmudi
PEMBUKA
Jalanan Desa. Pagi. Iring-iringan peserta festival topeng bergerak menuju tanah lapang, tempat festival tahunan khas desa itu biasa digelar. Meriah betul suasananya. Terdengar bunyi tetabuhan penuh gereget. Di pinggir jalan itu, tampak orang-orang sedang bergerombol menonton dan menambah meriah suasana. Mereka saling berbisik, mengomentari, menyoraki dan mengolok. Juga mengumpat dan memaki. Semua ucapan itu serba spontan dan jujur hingga tak seorang pun sakit hati.
Kasmun, Bawor, Gubil dan Tuji, pemuda desa yang paling vocal sedang mengomentari para calon peserta festival topeng yang menurut mereka “aneh-aneh” dan lucu-lucu.
KASMUN
Wah, ini baru festival. Hebat….hebat. pesertanya banyak betul
BAWOR
Ya. Belum pernah sebanyak ini
TUJI
Kalau tidak percuma dong. Sumbangan kita tahun ini juga paling besar
BAWOR
Betul. Paling besar
KASMUN
Buset!!! Topeng apa itu, Parjan!? Serem amat, kayak memedi sawah
PARJAN
Diam kamu. Tahu apa kamu selain cangkul dan combronya Jamilah? Ini seni, monyong!
Orang-orang tertawa
GUBIL
Apanya yang seni? Berani bertaruh, nggak bakalan menang, Parjan. Jauh…jauh….
PARJAN
Menang kalah urusan belakangan, yang penting partisipasi. Daripada kalian, sawah melulu yang diurusin. Sekali-kali ikut festival dong kayak saya. Ini hiburan sehat, rekreasi sekaligus melestarikan tradisi leluhur
KASMUN
Leluhur siapa? Leluhur kita sudah lama mati, Parjan. Tradisi juga sudah lama sekarat, tinggal nunggu koit. Kalau Sri Lestari masih ada. Di Jakarta dia jadi babu
Orang-orang tertawa
PANITIA
Saudara-saudara, mohon tenang!
GUBIL
Wah, lihat itu! Ada lagi yang aneh. Siapa itu? Rada bagus kelihatannya
KASMUN
Yang mana?
GUBIL
Itu! yang warna ijo
TUJI
O, ya itu, bagus itu
KASMUN (Mengamati)
Itu!? Apanya yang bagus, kayak genderuwo begitu! Heh topeng ijo, siapa kamu!?
ORANG-ORANG
Kastubi… Kastubi….
PONO (Menggoda)
Mana bisa kalian tahu siapa saya. Kalau bisa nebak, jago!
TUJI
Dari suaranya sih bukan Kastubi, saya hapal betul suara dia
GUBIL
Buka saja topengnya, buka!
TUJI
Jangan! Panitianya melihat kita. Bisa marah dia
KASMUN (Tidak sabar, menyibak iring-iringan lalu membuka topeng ijo)
O, kamu Pono! Lagaknya ikut-ikutan Festival Topeng. Bikin tanggul sawah saja belum lurus, banyak polah
PONO
Biar saja, yang penting topengnya bagus
KASMUN
Apanya yang bagus? Topeng kayak genderuwo begitu dibilang bagus
BAWOR
Genderuwi masih lebih bagus. Itu mirip buto ijo kecebur sawah, nggak jelas mana jidat mana tengkuk
Orang-orang tertawa
PANITIA
Mohon tenang saudara-saudara. Tenang! Tertib!
Setelah orang-orang tenang
PANITIA
Harap jangan mengganggu para peserta. Ini bukan acara guyonan. Ini serius. Sacral. Tanpa ferstival ini, desa kita bisa gawat. Para leluhur bisa marah dan desa kita terancam bahaya. Jadi, mohon tenang dan tertib. Dan lagi, belum waktunya saudara-saudara memberikan penilaian. Festival ini belum dimulai. Nanti ada gilirannya. Sabar.
Iring-iringan terus bergerak menuju tanah lapang di sudut desa. Celetukan terus berlangsung. Walau tidak seriuh sebelumnya. Tetabuhan yang mengiringi juga tetap bersemangat
BAWOR
Wah, siapa lagi itu? Satu orang bawa banyak topeng. Edan…edan…
TUJI
Pasti dia penggemar Dasamuka
GUBIL
Ya betul Dasamuka. Si muka sepuluh, alias si boros muka. Eit, tunggu dulu. Itu Mbah Joyo bukan?
BAWOR
Mana?
GUBIL
Itu! Yang dibelakang muka sepuluh
BAWOR
Ah, ya betul. Itu Mbah Joyo. Kenapa?
GUBIL
Ya, kenapa? Kenapa dia tak pakai topeng?
KASMUN
Apa? Mbah Joyo tidak pake topeng? Mana? (setelah melihat) Ah, ya betul. Mbah Joyo tidak pakai topeng. Kenapa bisa begitu? (Kepada orang-orang) Lihat! Lihat saudara-saudara! Mbah Joyo tidak pakai topeng (Mendekati Mbah Joyo) Mbah, Mbah Joyo, kenapa Mbah tidak pakai topeng? Mana topeng-topeng termashyur itu, Mbah? Mbah Joyo…. Mbah….
Mbah Joyo diam saja. Wajahnya dingin.
KASMUN
Lihat saudara-saudara, lihat. Mbah Joyo tanpa topeng
Semua orang heran memandang Mbah Joyo. Mereka tidak mengerti mengapa orang tua itu tidak memakai topeng, seperti yang lain. Sementara itu, iring-iringan terus berjalan dan hilang di tikungan jalan
LAMPU BERUBAH
ADEGAN SATU
Ladang milik Blentung. Di pinggir desa. Pagi. Blentung sedang bekerja di ladang. Mitro tetangga dekatnya bergegas lewat
BLENTUNG
Lho!?
MITRO
Lho!? Tidak salah lihat ini?
BLENTUNG
Apanya yang salah?
MITRO
Kok situ di ladang?
BLENTUNG
Kok situ juga di pinggir ladang? Kalau saya kan petani, apa salahnya petani di lading?
MITRO
Saya juga tengkulak hasil lading, apa salah saya di pinggir lading. Memang itu kerja saya, mengawasi orang-orang panen sayuran dan palawija. Lalu membelinya dan kemudian menjualnya ke kota. Lha, tidak salah kan?
BLENTUNG
Jadi….
MITRO
Jadi?
BLENTUNG (Tertawa)
Ya, memang tidak salah. Cuma kalau para tetangga melihat keberadaan situ di pinggir lading sekarang ini, bisa…..
MITRO
…. Bisa menyulitkan kita
BLENTUNG
Betul. Menyulitkan kita. Eh, kok kita. Menyulitkan kamu. Jangan bawa-bawa saya dong….
MITRO (Tertawa)
Sebenarnya ada apa kita ini Blentung?
BLENTUNG
Lho, kok kita lagi. Situ dong yang ada apa. Saya tidak ada apa-apa
MITRO
Ada, Blentung. Ada. Kita ada apa-apa. Maksud saya bukan antara kita. Tapi, kita dengan orang kebanyakan, dengan masyarakat desa ini. Kita lain. Coba, semua orang sekarang ada di sana, mengikuti festival topeng. Atau setidaknya datang menonton. Tapi kita? Apa pun alasannya, kita ini melarikan diri dari mereka, dari festival itu. Padahal, situ kan anak Mbah Joyo, rajanya festival sejak puluhan tahun lalu
BLENTUNG
Dan situ…. Situ adalah keluarga donatur festival topeng terbesar turun temurun, sejak puluhan tahun lalu juga
MITRO
Ya, itulah mengapa saya bilang ‘kita’. Situ dan saya. Ayolah Blentung, duduk dan ceritakan. Kita kan kawan sejak masa kanak-kanak. Apa salahnya saling membuka hati?
BLENTUNG (terpaksa duduk)
Ini kenapa jadi terbalik ya? Lading ini lading saya. Jadi, sayalah tuan lading. Tapi situ yang menyilakan saya duduk. Yang bilang ada masalah juga situ, tapi saya yang disuruh cerita. Bagaimana bisa? Aneh. Situ dulu dong, kan tadi situ yang pertama bilang ada masalah
MITRO
Sama-sama Blentung, sama-sama. Kita saling cerita, saling membuka diri
BLENTUNG
Saling membuka hati? Wah, indah sekali kedengarannya (Tertawa) apa mungkin itu? Sejak kapan kita punya kebiasaan saling membuka hati? Tapi baik, kalau emmang bisa. Baik, silakan situ duluan.
MITRO
Lho?
Keduanya tertawa
LAMPU BERUBAH
ADEGAN DUA
Tanah lapang, tempat festival topeng berlangsung, pagi. Festival segera dimulai, rupanya ketua panitia sedang memberikan pengarahan kepada seluruh peserta. Semua tampak bersemangat, meriah namun tertib
KETUA PANITA
Nah, saudara sekalian, seluruh warga desa Mosokambang yang saya cintai. Demikianlah tadi pengarahan saya selaku ketua panitia. Saya tidak akan berpanjang lebar sebab segala sesuatunya sesungguhnya sudah jelas. Tugas kami yang paling utama adalah membuka dan menutup festival ini. Kami hanya berpesan agar acara ini berlangsung seee… meriah mungkin, seee…. Khidmat mungkin, namun tetap aman dan tertib.
Hidup kita tidak akan bahagia, apalah artinya sawah lading kita yang subur, panen melimpah dan ternak kita yang gemuk-gemuk jika perasaan kita tidak aman dan bahagia? Dan, untuk itulah diperlukan upaya-upaya.
Dibentuknya tim juri, hal yang belum pernah dilakukan sebelumnya, adalah bentuk upaya itu. Tim juri bukanlah kelompok tandingan bagi penilaian masyarakat terhadap festival ini, tetapi dimaksudkan sebagai partner kerja saudara-saudara. Agar dalam memberikan penilaian nanti, saudara-saudara bisa lebih terarah, bijaksana, fair dan memuaskan semua pihak
Kami tahu, kemenangan bukanlah tujuan utama festival ini. Mereka adalah pribadi-pribadi yang menghormati tradisi leluhur dan ingin melestarikannya. Tetapi bagaimana pun, penilaian yang objektif dari masyarakat adalah factor penting. Tanpa objektifitas, para peserta akan marah. Ketentraman dan kebahagiaan hidup masyarakat kita pun bisa terganggu. Betul tidak saudara-saudara?
ORANG-ORANG
Betulll….
KETUA PANITIA
Lho, mana tepuk tangannya?
Semua bertepuk tangan, tapi tampak ogah-ogahan. Ketua panitia tampak kurang senang. Jarkoni, lurah desa itu memberi aba-aba supaya orang-orang bertepuk tangan lebih keras. Orang-orang menurut. Ketua panitia tampak lega
KETUA PANITIA (Tersenyum)
Terima kasih…. Terima kasih. Jadi sekali lagi saudara-saudara, tepuk tangan itu – maaf, maksud saya – objektifitas itu penting
PETUGAS
Juga ketertiban dan keamanan, pak
KETUA PANITIA
Ya, betul! Ketertiban dan keamanan!
LAMPU BERUBAH
ADEGAN TIGA
Di bukit yang tidak jauh dari tempat festival berlangsung. Pagi. Beberapa orang tengah mengawasi jalannya festival, mereka adalah watga desa itu juga. Tapi tidak tertarik untuk ikut atau pun hadir. Mereka Cuma berkomentar dari jauh. Kirno, Peang dan Panjul ada diantara mereka.
ORANG-ORANG (bersama-sama)
Mmm…ck….ck….luar biasa, luar biasa. Hebat, hebat…. Top…. Top…. Oke…. Oke…. Yahud…. Yahud….
PANJUL
Jadi, bagaimana? Kita ini gembira, kagum atau sedih?
KIRNO (Berpikir agak lama)
Tidak tahu
PEANG
Tidak tahu saja pakai mikir (Sok tahu) kalau perasaan saya sih macam-macam, kang.
KIRNO
Macam-macam boleh saja, tapi apa?
PANJUL
Ya, apa? Jelasnya apa?
PEANG
Bisa saja kamu. Kamu sendiri tidak tahu, ngomong….
PANJUL
Tapi saya kan sudah bilang terus terang, tidak tahu.
PEANG
Masa perasaan sendiri tidak tahu? Orang mati apa?
PANJUL
Iya, ya? Kita ini kenapa jadi begini ya? Omong-omong perasaan sampean sendiri bagaimana kang?
PEANG
Iya. Bagaimana kang?
ORANG-ORANG
Iya. Bagaimana kang?
KIRNO
Sebetulnya saya sendiri tidak tahu.
LAMPU BERUBAH
ADEGAN EMPAT
Tanah lapang, tempat festival topeng berlangsung. Pagi. Festival rupanya sudah dimulai, beberapa peserta sudah selesai tampil. Ada yang mendapatkan sambutan hangat, ada juga yang tidak.
Kali ini Samiun si muka tujuh sedang tampil, ia lincah, energik dan kocak. Topeng-topengnya juga bagus. Tapi apakah dia disukai dan dianggap mewakili penonton? Belum tentu, buktinya di akhir penampilannya, tidak banyak bendera kecil diacungkan oleh penonton.
SAMIUN (Setelah selesai tampil)
Terima kasih, terima kasih. Saya gembira pada tahun ini bisa kembali tampil dihadapan saudara-saudara. Ini adalah sebuah rahmat. Dulu saya hanya mampu membawakan satu atau dua topeng. Tapi, tahun berganti, usia saya juga bertambah. Saya merasa, kebijakan saya dalam memandang dan menghadapi hidup beserta persoalannya pun harus bertambah. Itulah kenapa hari ini saya memakai sepuluh topeng sekaligus.
Ini bukan pilihan main-main, saudara-saudara. Hidup di zaman ini, kita memang harus punya banyak wajah. Kalau berteduh di bawah pohon jengkol, kita jangan makan apel, jangan kita bawa jambu mete, repot soalnya. Jika kita mau makan semangka, jangan di bawah pohon durian soalnya kalau kejatuhan bisa bonyok. Maka, bersikaplah baik kalau ketemu orang baik. Kalau bertemu preman, Pakailah jurus preman. Kalau tidak kita bisa tidak aman. Jadi, sekali lagi ini bukan pilihan main-main.
Para penonton bertepuk tangan meriah, tapi tidak begitu banyak bendera yang dikibarkan
SAMIUN
Terima kasih…. Terima kasih….
Samiun turun panggung, seorang MC naik ke panggung
MC (dengan wajah serius dan menahan air mata)
Hadirin sekalian, itulah tadi penampilan saudara kita Samiun. Saya kira tidak perlu dikomentari lagi. Penampilan beliau dengan sepuluh topengnya tadi sudah menjelaskan banyak hal. peserta selanjutnya, silakan
Repuk tangan kembali bergemuruh, MC turun panggung dan muncul tiga peserta yang merupakan satu tim, mereka pun segera beraksi. Mereka menapilkan topeng tiga ksatria utama, yaitu topeng pembela keadilan dan kebenaran. Dari segi artistic, topeng mereka tidak cukup bagus. Ekspresinya kelewat dingin dan kaku. Tapi, penampilan mereka kompak. Masing-masing memakai kostum yang berbeda, namun ada satu cirri yang sama, yakni ketiganya membawa senjata. Mereka sangat gagah, sigap dan terampil. Salah satu dari mereka menjadi juru bicara dan memperkenalkan diri lewat nyanyian.
JUBIR (Menyanyi)
Saudaraku sekalian
Warga desa Mosokambang
Yang saya hormati dan saya cintai
Kami ingin bicara, dari hati kehati
ORANG-ORANG (Menyanyi)
Bicaralah, asal jangan susah-susah
JUBIR (Menyanyi)
Apakah kalian ingin hidup bahagia?
Makmur, aman dan sentosa?
Kalau jawabannya Iya, inilah rahasianya;
Bergabunglah bersama kami
Pembela rakyat sejati
TRIO
Kami adalah tiga ksatria utama
Pembela kebenaran dan keadilan
Tak peduli panas terik
Atau, musim paceklik
Kami selalu bersama kalian
Libas, libas, semua akan kami libas
Terjang-terjang semua akan kami terjang
Jika ada yang berani menggoyang
Ketertiban dan keamanan
Desa kita, Mosokambang
Selesai menyanyi, ketiganya melakukan gerakan-gerakan bela diri yang atraktif. Tepuk tangan riuh, berkomentar, tampaknya mereka kurang suka penampilan tiga sekawan ini.
JUBIR
Maaf saudara-saudara, kami tidak bisa tampil lebih lama lagi. Kami sudah terlalu lelah. Maklum, sebelumnya kami kebanyakan latihan. Saudara tahu, ini merupakan penampilan pertama kami dalam festival yang bergengsi ini. Jadi, belum berpengalaman. Sebetulnya ada satu puisi yang ingin kami bacakan,tapi napas kami sudah ngos-ngosan. Maaf.
Tiga sekawan perlahan undur diri. Tapi, sebelum mereka benar-benar turun panggung.mereka berhenti, lalu, bersama-sama mereka mengcungkan senjata ke satu titik di langit dan Dor! Sebuah benda besar jatuh berantakan. Orang-orang tidak mnyambutnya dengan tepuk tangan. Tapi, mereka melontarkan berbagai komentar yang tidak enak didengar.dan, tidak satu pun bendera yang diacungkan
PANITIA
Heh, bendera! Angkat bendera!
Orang-orang masih sibuk dengan komentar masing-masing, dan mengabaikan perintah panitia. Mendadak Mbah Joyo muncul di panggung untuk tampil. Wajahnya tetap dingin, orang-orang riuh menyambut.
ORANG-ORANG
Mbah Joyo, Mbah Joyo….
Hidup Mbah Joyo!
Mbah Joyo, Mbah Joyo….
Hidup Mbah Joyo!
Hidup Mbah Joyo!
Hidup Mbah Joyo!
Perlahan Mbah Joyo menuju tengah panging. Ia mengangkat tangannya dengan anggun menyambut reaksi penonton, sekaligus memberi isyarat supaya penonton tenang. Tepat di tengah panggung dia berhenti, menyibak jubahnya, dan dari dalamnya mengeluarkan 3 topeng. Itulah rupanya topeng-topeng beliau yang dulu sangat terkenal.
Mbah Joyo memperlihatkan topeng-topeng itu pada para penonton, kemudian membungkusnya kembali, bukan dengan kain hitam melainkan dengan kain putih.
MBAH JOYO (Suaranya serak dan berat)
Saya sudah capek, capek! Kepada kalian, para generasi muda, topeng-topeng ini saya titipkan. Capek, saya sudah capek. Silakan, terserah topeng-topeng ini mau diapakan. Dikubur, mungkin lebih baik. (Lama diam, menatap para penonton) topeng saya sekarang adalah wajah saya sendiri. Maaf. Terima kasih.
Gemuruh tepuk tangan menyambut, juga suitan dan komentar-komentar. Dan, semua orang mengangkat bendera. Dalam keriuhan itu, mendadak para petugas keamanan dan panitia naik ke panggung.dengan sigap, mereka mengerumuni Mbah Joyo dan terlibat dalam pembicaraan serius, lantas membimbing Mbah Joyo keluar panggung.
Penonton semakin rebut. Beberapa orang naik panggung, histeris dan memukul-mukul apa saja sehingga berbagai bunyi berbaur jadi satu. Mereka belum tahu persis apa yang terjadi. Tapi mungkin dapat merasakan apa yang sesungguhnya sedang terjadi di depan hidung mereka.
KETUA PANITIA
Harap tenang, saudara-saudara…. Harap tenang! Semuanya harap tertib. Perhatian, mohon perhatian! Saudara-saudara, minta perhatian…..
Ketua panitia terus saja berbicara. tapi tak ada yang sudi mendengar. Dan, keributan terus berlangsung.
LAMPU BERUBAH
ADEGAN LIMA
Tanah lapang tempat festival diselenggarakan. Pagi. Beberapa saat setelah festival bubaran,Kirno, Peang, Panjul dan kawan-kawan turun dari bukit menuju tempat itu
PEANG
Apa kata saya tadi? Macam-macam kan? Tuh, betul terbukti.macam-macam pula kejadiannya.masa festival jadi rebut nggak keruan.untung kita tak ada disini tadi….
PANJUL
Eh, jangan sok tahu. Kami kan tadi Cuma bilang perasaan saya macam-macam. Bukan festival ini akan jadi macam-macam (Pada Kirno) iya nggak, Kang?
Kirno diam saja, ia tampak sedang berpikir serius
PEANG
Paling tidak itu membuktikan kalau firasat saya benar, daripada kamu tidak merasakan apa-apa.kedul , tumpul.
PANJUL
Kalau kamu punya ifrasat buruk, kenapa dari tadi diam saja?kamu kan bisa usul sama ketua panitia supaya festival ini ditunda.menunggu hari baik, misalnya. Atau, kalau perlu supaya festival tahun ini diliburkan saja.
PEANG
Apa?usul? libur? Ooo…kamu betul-betul bodoh, Panjul. Kamu piker perkara apa ini? Siapa saya, siapa kita, berani-beraninya kasih usul. Festival topeng itu perkara sacral. Mbah Joyo saja, rajanya festival dari tahun ke tahun tidak berani usul begitu, apalagi kita. Mbah Joyo, bisa saja bilang sudah capek dan ingin undur dari festival. Tapi, selama ini dia Cuma omong di depan kita. Di depan panitia, hem….kamu lihat tadi apa akibatnya? Tapi, sebetulnya saya memang ingin kasih usul.
KIRNO
Sudah?
PEANG
Apanya, Kang?
KIRNO
Debatnya. Usulnya, sudah?
PEANG
Kami tidak berdebat,Kang. Kami hanya bicara soal perasaan. Bukan hal tabu kan?
KIRNO
Mana saya tahu.yang bikin aturan tabu dan tidak tabu bukan kita.tapi sebaliknya hati-hati bicara. Salah-salah, kamu bisa ketiban salah.
PEANG
Ya, Kang. Ya,saya paham.
PANJUL
Paham….paham.paham apa? Kalau memang paham,sekarang saya Tanya siapa pemenang festival tadi?
KIRNO
Itu pertanyaan penting, tapi tidak perlu dipertanyakan. Atau sebaliknya, pertanyaan itu perlu ada, tapi tidak penting dipertanyakan.
PEANG
Kenapa begitu, Kang?
PANJUL
Lha, katanya paham!?
KIRNO
Karena siapa pun pemenang festival, buat kita sama saja. Kita Cuma penonton. Lagipula sekarang ada hal yang lebih penting dipikirkan.Mbah Joyo.kita harus cari tahu dimana beliau sekarang ini, menyangkut keselamatan jiwa manusia. Lebih penting daripada meributkan siapa pemenang festival topeng.
Mitro dan Blentung muncul. Mereka datang untuk mencari tahu apa yang baru terjadi.
MITRO
Betul kang Kirno, Mbah Joyo…. Dimana dia sekarang?
KIRNO
Lho, Mitro, Blentung? Kalian juga tidak tahu dimana Mbah Joyo. Apa kalian tidak ada di sini tadi?
BLENTUNG
Tidak, saya datang justru untuk mencari tahu.saya baru dengar di sini ada keributan,dan kabarnya ayah saya dibawa pergi panitia.
MITRO
Kalau begitu, kita cari dia sekarang. Siapa yang ikut? Ayo!
KIRNO
Yang lain lebih baik pulang saja, atau kembali ke lading masing-masing. Biar saya saja yang ikut
PEANG
Tidak,kang. Ini bukan hanya persoalan sampean, atau mas Mitro dan mas Blentung. Ini persoalan kita semua. Saya harus ikut.yam,nggak, Panjul?
PANJUL
Sepakat. Akur….
MITRO
Baik. Ayo!
Semua pergi
LAMPU BERUBAH
ADEGAN ENAM
Jalanan desa. Tidak jauh dari lokasi festivsal topeng. Pagi. Beberapa saat setelah festival bubar.orang-orang pulang dari menonton festival,mereka bingung kenapa festival bubar sebelum waktunya.juga, mereka tidak tahu apa pangkal soal dari keributan itu. Mungkin mereka terlalu lugu untuk mengetahui apa yang terjadi.
SULASIH
Ah,nikin capek saja. Baru datang,sudah bubar
MIJEM
Iya,biasanya seharian penuh.ini tumben,pakai rebut-ribut lagi
WARTI
Pada telat sih sampean….
MIJEM
Iya,gara-gara anak di suruh mandi malah rewel.jadi lama,terus telat deh
SULASIH
Itu kenapa tadi?kok Mbah Joyo dibawa pergi?
MIJEM
Iya,kenapa itu? Dulu zaman saya kecil,kalau ada festival topeng,semuanya pasti gembira. Wajah mereka sumringah. Sekarang kok jadi gak keruan
WARTI
Saya juga gak tahu,Yuk. Denger-denger sih karena kebanyakan yang ngatur. Jadi…..
MIJEM
Begitu ya? Ah, dulu sih tidak banyak yang ngatur-ngatur. Semuanya grengseng aja. Jalan saja. Beres…. Ya kan?
Kasmun lewat bergegas mendahului mereka. Mijem memanggil
MIJEM
Kasmun,tunggu.Kasmun! (Kasmun berhenti) itu kenapa tadi cepat bubaran? Kenapa rebut-ribut? Ada apa itu?
KASMUN
Anu, Yuk. Belum tahu saya.pokoknya sampean pada pulang aja dan nggak usah banyak Tanya. Saya sendiri belum tahu.anui.. Kalau ada yang Tanya, bilang saja nggak tahu (Pergi)
MIJEM
Nggak tahu…. Nggak tahu. Biasanya kamu serba tahu.terus,Mbah Joyo? Eh,Kasmun, Kasmun…. Uh dasar!
LAMPU BERUBAH
ADEGAN TUJUH
Di suatu tempat. Malam. Kasmun, Bawor, Tuji dan Gubil sedang diberi ‘pengarahan’ oleh seseorang.di kejauhan, 3 orang centeng berjaga-jaga. Tempat itu kelihatan gelap, hanya sedikit cahaya obor yang menerangi.
SESEORANG
Apa kalian semua sudah paham apa tugas kalian?
KASMUN(Ragu)
Injih, Pak. Paham….
SESEORANG
Lho, kok Cuma Kasmun yang jawab? Yang lain?
SEMUA (Ragu juga)
Paham, Pak.
SESEORANG
Bagus! Laksanakan tugas kalian dengan baik, maka hidup kalian akan terjamin dan tentram. Kasmun, berapa luas ladangmu?
KASMUN
Kurang lebih setengah hektar, Pak.
SESEORANG
Jangan khawatir, tidak lama lagi bisa jadi empat hektar. Bawor, berapa kerbau kamu?
BAWOR
Tiga, pak.
GUBIL (menyodok Bawor, lalu berbisik)
Lima juga
BAWOR (berbisik pada Gubil)
Iya, yang dua kan masih gudel
SESEORANG
Terus pengen jadi berapa?
BAWOR
Ah, Bapak. Masa itu ditanya. Berapa saja juga mau.
SESEORANG
Bisa, bisa…. Semua bisa diatur. Jangan khawatir. Dan kamu, Tuji. Gubil…. Pengen punya apa kau? TV colour sudah punya?
BERDUA
Belum pak.
SESEORANG
Itu lebih gampang lagi. Pokoknya, laksanakan tugas kalian dan semuanya akan beres. Paham semua?
SEMUA
Paham….
SESEORANG
Bagus, sekarang kita bubaran. Ingat ya, pembicaraaan ini hanya antara kita saja.
GUBIL
Maaf pak. Boleh Tanya?
SESEORANG
Boleh, boleh. Asal jangan yang aneh-aneh.apa?
GUBIL
Jadi, siapa pemenang festival tadi pak? Dan di mana Mbah Joyo sekarang?
SESEORANG
Pertanyaanmu bagus sekali, Gubil. Tapi, saya tidak akan menjawab. Tahu kenapa? Karena kalian masih terlalu hijau untuk memahami jawabannya. Tapi suatu ketika, saat usia kalian sama seperti usia saya, atau saat dimana kalian dalam kondisi sama seperti saya,kalian akan tahu sendiri jawabannya. Percayalah. Paham?
SEMUA
Pahammmm…… (Sebetulnya tidak)
GUBIL
Apa, soal Mbah Joyo….
SESEORANG
Ssst…. Cukup!(Pergi. Diikuti tiga centeng)
LAMPU BERUBAH
ADEGAN DELAPAN
Jalanan desa. Beberapa saat kemudian. Malam. Kasmun, Bawor, Gubil dan Tuji saling menyalahkan.
TUJI
Kamu pakai tanya segala soal Mbah Joyo. Untung dia tidak marah. Kalau marah, bisa berabe kita.
GUBIL
Apa salahnya nanya, namanya juga pengen tahu.
TUJI
Tapi, lain kali hati-hati dong. Kayak nggak tahu keadaan saja.
GUBIL
Terlalu hati-hati juga nggak bagus. Rezeki yang jatuh ke kita jadi hati-hati juga. Contoh, Kasmun. Begitu ditanya “Kalian paham apa tugas kalian?” dia langsung jawab”injih Pak. Paham….” Dan kamu dengar sendiri hasilnya, 4 hektar. Bawor boleh juga main sulapannya. Masa kerbau lima dibilang tiga.
BAWOR
Saya gemeteran, monyong!
GUBIL
Oh, pantes. Gemeteran saja bisa sulapan. Bagaimana yang enggak gemeteran dapat 4 hektar.
KASMUN
Setan kamu, Gubil! Diam, kenapa? nggak tahu orang lagi sumpek. Kamu pikir aku senang dengan semua ini? Kita ini sama-sama sedang jadi korban, tahu? Kalau bisa saya ingin lari dari semua ini,tapi apa daya kita?
GUBIL
Apa daya saya juga,Cuma TV colour?
KASMUN
Heh, serius ini. Lagian siapa yang percaya janji-janji itu? Semua kan serba belum jelas. Saya menyesal kenapa ada di sana waktu festival berlangsung. Itu gara-gara kamu ngotot ngajak saya ke sana.kalau tidak, kita tidak repot begini. Sial. Kamu bikin sial.
BAWOR
Tenang, Kasmun. Tenang. Ini musibah. Kita sedang kena musibah. Kita harus tetap kompak supaya kuat. Kamu diam, Gubil.kasih waktu Kasmun berpikir.
TUJI (pada Gubil)
Baru minum cap tikus sudah loncer. Bikin hati orang jadi panas
KASMUN (Setelah diam sebentar)
Baik, baik. Sudah kepalang basah. Aku tahu sekarang.
BAWOR
Tahu bagaimana?
KASMUN
Kita boleh tidak suka sama Samiun. Tapi pada saat seperti sekarang ini, kita harus belajar dari dia.
BAWOR
Maksudmu kita ke rumah Samiun?
KASMUN
Buat apa kita ke sana? Itu tadi Samiun, tolol!
TUJI & BAWOR
Samiun?
BAWOR
Bisa lain begitu?
KASMUN
Itulah kelebihan dia
GUBIL
Terus apa maksudnya belajar dari dia?
KASMUN
Besok malam undangsemua warga
GUBIL
Terus?
KASMUN
Gampang itu. Pokoknya besok kita kerjakan semuanya. Ayo, kita rembukan di tempat lain. Sudah malam. (Kasmun pergi, yang lain bengong)
GUBIL
Samiun?
LAMPU BERUBAH
ADEGAN SEMBILAN
Ladang kosong di sudut desa. Malam. Atas undangan Kasmun dan kawan-kawan, warga desa berkumpul di tempat itu. Malam ini giliran Kasmun akan memberi pengarahan kepada warga desa setelah sebelumnya ia mendapat pengarahan dari orang yang lebih pintar. Mereka datang mengendap-endap, muncul satu persatu, masing-masing takut terlihat oleh orang yang lain.
ORANG KE 1 (Dari balik pohon)
Mana? Kok, mereka belum pada nongol!? Katanya, habis isya…. (Pada yang lain di belakang) belum ada….
ORANG KE 2
Apa kita nggak salah dengar? Jangan-jangan bukan di sini tempatnya
ORANG KE 3
Benar di sini. Tanah Marto Pacul lor desa, ya ini…..
ORANG KE 2
Tanah Marto Pacul di lor desa kan banyak!?
ORANG KE 3
Tapi, tanah dia di lor desa yang kosong Cuma ini, yang lain sudah ditanami janggung Bangkok.
ORANG KE 1
Semua serba Bangkok. Marto Paculnya datang nggak?
ORANG KE 3
Mana tahu, belum kelihatan. Siapa sih yang kasih tahu sampean supaya kumpul di sini?
ORANG KE 1
Kasmun. Siapa lagi?
ORANG KE 3
Kalau saya si Gubil. Yang diundang siapa saja?
ORANG KE 2
Kurang tahu. Sebaiknya hati-hati. Jangan kelihatan orang lain dulu. Saya curiga, jangan-jangan ini ada apa-apanya, atau malah jebakan. Nggak biasanya ada undangan di kebun. Aneh. Semua jadi aneh. Malam-malam disuruh blasukan begini. Asam kecut.
Dari sudut lain muncul orang ke 4 dan orang ke 5. juga mengendap-endap, kepalanya berkerudung sarung
ORANG KE 2
Ssst…. Ada yang ngumpet! (Orang ke 1, 2 dan 3 bersembunyi)
ORANG KE 4 (Nongol dari semak-semak)
Betul di sini tempatnya kek?
ORANG KE 5
Kalau betul juga mana saya tahu, wong mata sudah lamur begini. Mana encok lagi kambuh. Si Bawor bikin orang tua susah saja. Mau ada apa sebetulnya ini?
ORANG KE 4
Kakek mestinya Tanya sama cucunya dong. Sama saya, mana mau dia cerita.
ORANG KE 5
Wong saya Tanya bolak-balik, jawabannya itu-itu melulu. Nanti kakek juga tahu. Pokoknya kakek datang saja, penting! Begitu. (Batuk-batuk)
ORANG KE 2 (dipersembunyian)
Rasanya kenal suara batuknya. Sanwiradji itu, kakek si Bawor.
ORANG KE 3
Berarti bukan Cuma kita saja yang diundang.
Kasmun mendadak muncul dari sudut gelap lain di sisi lain. Gubil, Bawor dan Tuji di belakangnya.
KASMUN
Ya, betul. Tidak Cuma kalian yang datang. Keluarlah kalian semua dari situ. Berkumpul di sini dan kita bicara. Jangan khawatir, tempat ini aman. Saya sudah amati sejak tadi. (Pada Gubil, Bawor dan Tuji) coba yang sembunyi di belakang sana, panggil semua.
Setelah semua berkumpul
Saudara-saudara, saya akan langsung saja. Saudara tahu, saya adalah warga desa ini. Asli. Dan sama seperti saudara semua, saya juga warga desa yang baik. Jadi, saya juga memahami apa yang tengah menjadi pikiran dan keprihatinan saudara belakangan ini. Apa yang tengah saudara pikirkan adalah juga yang sedang jadi keprihatinan saya. Sama. Jadi saudara sedih, saya juga sedih (Menahan tangis) saudara, apakah saudara tahu siapa pemenang festival topeng yang baru saja berlangsung?
ORANG-ORANG
Tidakkk…..
KASMUN
Samaaa…. Apakah saudara-saudara tahu di mana Mbah Joyo sekarang berada?
ORANG-ORANG
Tidakkk…..
KASMUN
Juga sama, samaaaa….. kita memang digariskan untuk sama-sama tidak tahu. Tetapi saudara sebgai insan yang berakal budi setidaknya kita harus mengetahui satu hal. yaitu, bagaimana caranya keluar dari masalah rumit yang tengah menghimpit kita. Nah, saudara, inilah caranya.
Pertama, kita harus berhenti memikirkan soal siapa pemenang festival topeng dan di mana Mbah Joyo berada. Kedua, kita harus kembali kepada titah kehidupan kita sebagai petani, yaitu bekerja dan bekerja. Saya tahu ini bukan perkara mudah. Kehilangan Mbah Joyo bukan sekedar kehilangan warga terhormat kita, junjungan dan tokoh panutan kita. Namun demikian, saudara juga harus paham bahwa di depan kita ada banyak tugas dan kewajiban yang menunggu untuk diselesaikan. Kita tak boleh kehilangan semangat kita, cita-cita kita dan hari depan kita. Bagaimana, apakah saudara-saudara paham?
ORANG-ORANG (Sebetulnya tidak)
Pahamm…..
ORANG KE 1
Tapi di mana Mbah Joyo, eeee… maksud saya apa Mbah Joyo sehat-sehat saja?
ORANG KE 2
Ya. Dan kapan dia pulang?
ORANG KE 3
Hari apa? Tanggal berapa?
ORANG KE 4
Ya, apa kami boleh nengok?
ORANG KE 5
Ya, dan bagaimana kalau keluarganya menanyakan?
KASMUN
Bagus, pertanyaan saudara-saudara bagus sekali. Tapi, saya tidak akan menjawab, masih terlalu hijau untuk memahami jawabannya. Tapi suatu saat nanti, di mana saudara-saudara dalam kondisi sama seperti saya, saudara akan tahu sendiri jawabannya. Percayalah. Paham?
ORANG KE 5
Maaf, jangan salah paham dulu. Ini saya mau Tanya karena saya belum paham. Kasmun, saya ini sudah 70 tahun. Apa masih dianggap hijau juga? Jadi, yang tidak hijau umur berapa?
KASMUN
Maaf kakek, mungkin kakek salah terima yang saya maksud dengan hijau itu bukan umurnya. Tapi, pemahamannya terhadap jawaban masalah ini. Itu, kek. Paham, saudara-saudara?
ORANG-ORANG
Pahammm….
Orang Ke 5 ingin melanjutkan pertanyaan karena memang belum paham. Tapi, Kasmun kembali melanjutkan pidatonya
KASMUN
Nah, saudara-saudara, malam sudah larut. Sebaiknya pertemuan kita akhiri. Tapi sebelum pulang, saudara Bawor, Tuji, Gubil akan membagikan sedikit bingkisan untuk oleh-oleh keluarga di rumah. Keluarga dan anak-anak adalah masa depan kita. Maka sekali lagi selamat bekerja. Demi keluarga, anak-anak dan masa depan kita.
Supaya cepat dan tertib, silakan saudara antre. Terima kasih dan selamat malam
Orang-orang antre menerima bingkisan. Kemudian semua pergi.
LAMPU BERUBAH
ADEGAN SEPULUH
Sebuah gubug di sawah pinggir desa. Siang. Beberapa petni sedang beristirahat, sambil menunggu makan siang. Tampak di sana orang ke 1, 2, 3 dan 4. ada juga Yasmudi yang tidak hadir pada malam pengarahan dari Kasmun. Ngaisah, itri orang ke 3 sedang menyiapkan makanan.
ORANG KE 3
Heran saya, tidak musim hujan, tidak musim kemarau. Sekarang, panasnya sama saja. Dulu rasanya tidak begini.
ORANG KE 1
Dulu, dulu. Sekarang-sekarang. Jelas tidak sama dong.
ORANG KE 3
Ya. Soal apa dulu. Soal musim panas berbeda. Namanya musim hujan, banyak air turun dari langit, masa panas juga? Yasmudi, istirahat dulu. Nanti kulitmu gosong.
YASMUDI
Sebentar lagi. Tanggung.
ORANG KE 1
Kita di sini masih lebih beruntung. Coba piker orang-orang yang tinggal di kutub dengan hawa yang Cuma dingin melulu, apa enaknya?
ORANG KE 3
Ya, tapi kalau gerah melulu kayak kita di sini juga repot.
ORANG KE 1
Ah, bisa saja. Yang bikin gerah itu bukan udara di luar, tapi di situ, di sini, di hati kita. Bilang saja terus terang, pakai mutar-mutar…..
ORANG KE 3
Hehehe…. Omong mutar saja sering dianggap tidak sopan, apalagi langsung. Eh, omong-omong dapat apa saja semalam?
ORANG KE 1
Ah, ya sama kali…..
ORANG KE 3
Ya, siapa tahu berbeda. Saya Cuma heran, orang seperti Kasmun bisa berubah. Jadi aneh. Dulu, dia orang paling peduli sama kesulitan orang lain. Ingat, waktu sawah kita diserang tikus? Dia kan orang yang paling sibuk mengumpulkan orang untuk ramai-ramai berburu biantang sialan itu? Juga waktu sawah kita diserang wereng, siapa coba yang bolak-balik ke kota beli obat anti wereng? Kan dia? Tapi sekarang, Mbah Joyo – orang tua kita – hilang kok malah disuruh dilupakan. Suruh jangan dipikirkan. Edan! Apa pantes itu!?
ORANG KE 1
Itulah musim. Dulu, dulu. Sekarang, sekarang. Beda. Zaman berubah. Sikap orang juga bisa berubah.
ORANG KE 3
Berubah boleh saja, tapi soal apa dulu. Kalau soal keselamatan jiwa manusia, masa harus berubah. Apa kamu juga setuju dengan Kasmun, dan melupakan Mbah Joyo?
ORANG KE 2
Saya mau Tanya. Menurut kalian, apa betul Kasmun dan kawan-kawan tidak tahu di mana Mbah Joyo?
ORANG KE 4
Itu juga pertanyaan saya
ORANG KE 1
Saya tidak tahu.
ORANG KE 2
Terus darimana Kasmun bisa membagi-bagikan bingkisan orang satu desa? Kerja untuk kepentingan siapa dia?.
ORANG KE 4
Saya tidak tahu.
ORANG KE 1
Itu juga pertanyaan saya
ORANG KE 3
Kalau begitu, tidak ada gunanya saya bicara sama kalian. Kalian sendiri Cuma punya pertanyaan. Percuma, lebih baik kerja. Ngaisah, bawa pulang saja nasinya. Saya tidak jadi makan.
Orang ke 3 kembali bekerja, yang lain memandang heran
LAMPU BERUBAH
ADEGAN SEBELAS
Rumah Blentung, beberapa hari kemudian. Malam. Mitro, Blentung, Kirno, Peang dan Panjul tengah berkumpul. Mereka tampak letih dan kurang bersemangat.
MITRO
Kita tidak bisa hanya menunggu di sini. Kita harus mencari tahu.
KIRNO
Mencari tahu, betul. Tapi kemana? Semua orang desa di desa ini sudah kita Tanya, tapi jawabannya selalu sama; tidak tahu! Tanya saja mereka (menunjuk Peang dan Panjul) seperti saya, mereka juga sudah berkeliling desa, bertanya dari pintu ke pintu dan dari mulut ke mulut. Toh, itu belum juga berhasil mengendus kemana raibnya Mbah Joyo. Konyolnya lagi, orang-orang desa ini mulai bersikap aneh. Mereka tutup pintu kalau saya lewat di depan rumah mereka.
Anak-anak saya bilang, orang-orang takut kalau saya mampir dan Tanya-tanya soal Mbah Joyo. Gila nggak tuh?
MITRO
Kalau begitu kita tanyakan lagi sama ketua panitia. Dia kan orang yang seharusnya paling bertanggung jawab.
KIRNO
Seharusnya iya. Tapi, nyatanya kan tidak. Sebelum kemari tadi saya sudah sempat mampir, tapi istrinya bilang kalau ketua panitia lagi sakit. Darah tingginya kumat. Lantas saya permisi minta izin menemuinya di kamar. Tapi, istrinya malah melarang. Percuma, katanya. Bapak lagi tidak bisa diajak ngomong. Pendengarannya juga terganggu. Apalagi penglihatannya. Sejak rebut-ribut di festival topeng lalu, lamurnya kambuh. Stress berat, katanya.
MITRO
Pak lurah bagaimana, apa sudah pulang dari kota?
KIRNO
Katanya, sore tadi sudah. Tapi mendadak dia berangkat lagi, dipanggil Bupati. Penting katanya. Mungkin nginap, lusa baru pulang.
MITRO
Blentung, apa akalmu? Dari kemarin kamu diam saja. Omong Blentung, omong…..
BLENTUNG (Menarik napas panjang)
Maaf, sudah merepotkan kalian. Gara-gara ayah saya semua jadi kacau begini. Saya tahu kalian bingung, marah, sedih dan kecewa. Ini memang masalah berat. Tapi saya harap kita tetap bisa tenang, kepala dingin dan berpikir jernih.
MITRO
Baik, baik. Setuju. Tapi, apa langkah kita? Apa yang harus kita lakukan? Kita tidak bisa diam-diam terus di sini.
BLENTUNG
Peang, Panjul. Saya mau Tanya. Waktu kalian keliling desa dari rumah ke rumah untuk mencari tahu perihal ayah saya, apa klian juga menanyakan siapa persisnya petugas yang membawa ayah saya?
PEANG
Saya tanyakan, Mas. Tapi, tak satu pun memberikan jawaban yang jelas. Saya Tanya sama Bawor, Bawor suruh saya Tanya sama Gubil. Saya Tanya sama Gubil, Gubil bilang sebaiknya saya Tanya sama Tuji. Saya Tanya sama Tuji dia bilang sebaiknya Tanya sama Kasmun. Tapi, waktu akhirnya saya bertemu Kasmun, dia hanya kasih jawaban singkat; tidak tahu. Pusing kan saya!? Akhirnya, saya ambil kesimpulan kalau semua orang memang tidak tahu atau tidak mau kasih tahu. Itu.
MITRO
Kamu yakin melihat Kasmun di sana waktu festival?
PEANG
Yakin.
PANJUL
Ya, yakin sekali. Saya hapal betul warna kaosnya. Dia itu kemana-mana selalu pakai kaos hitam. mereka, Kasmun, Bawor, Tuji dan Gubil juga orang yang paling senang tontonan. Di mana ada keramaian, di situ mereka pasti ada.
MITRO
Kalau begitu mereka kita panggil saja ke sini. Kita Tanya supaya jelas.
PEANG
Bisa, bisa. Sekarang?
MITRO
Ya, sekarang. Kapan lagi?
PEANG
Panjul, ayo temani aku
Mereka berdua pergi
LAMPU BERUBAH
ADEGAN DUA BELAS
Rumah mas Genggong (Ketua panitia). Sore. Mas Genggong sedang minum jamu diladeni istrinya, Mbak Yuk Laras. Jarkoni, lurah desa itu datang membesuk bersama Samiun.
LARAS (Menyodorkan jamu dalam gelas)
Ayo, pak. Ayo…. Habiskan jamunya supaya sembuh. Tadi pagi sudah tidak habis. Kalau sekarang tidak habis lagi, kapan sembuhnya? Coba pikiran ditenangkan dulu. Jangan mikir yang berat-berat. Serahkan saja semua urusan pada orang lain. Bapak boleh saja perhatian pada urusan desa ini, pada semua warga, tapi bapak kan sekarang bukan lurah lagi. Buat apa ada lurah Jarkoni, kalau semua urusan tetek bengek desa masih bapak juga yang urus. Kalau sudah sakit begini, siapa coba yang repot? Ayo, tiga sendok lagi.
GENGGONG
Aduhhh…. Tidak tahan aku. Pahit sekali. Sudahlah, sudahhh… pahit….
LARAS
Kalau tidak mau minum jamu, jangan sakit, pak. Kalau tidak mau sakit, jangan banyak pikiran, jangan banyak urusan. Orang kok dari dulu tak mau berubah. Sadar, pak. Sadar. Usia bertambah, kesehatan berkurang. Sadarrrr!
GENGGONG
Sudah, bu. Sudah. Kalau kamu banyak ngomel, kapan saya sembuh? Yang bikin saya skit itu omelan kamu, bukan usia atau banyaknya urusan. Tapi, dari dulu sampai sekarang kau tidak sadar juga. Kapan kamu mau sadar?
LARAS
Eee… malah saya yang disalahkan. Bagus kalau saya masih mau ngomel. Kalau saya diam, repot kamu nanti pak. Siapa coba yang mau mengurus kamu?
GENGGONG
Tapi kamu juga harus paham, urusan saya ini bukan sembarang urusan. Soal festival topeng, misalnya. Mana bisa saya menghindar? Orang lain tidak mendapat kepercayaan mengurus saja, ingin dapat kesempatan. Apalagi saya, yang diminta oleh warga? Ini suatu kehormatan. Jangan main-main. Tolong pahami.
LARAS
Kehormatan boleh saja, tapi jaga kesehatan. Tahu diri juga penting. Pahami itu juga.
GENGGONG
Bicara itu gampang. Tapi, coba kamu jadi saya.
LARAS
Coba juga kamu jadi saya, apa tidak ngomel?
Terdengar ketukan di pintu
Ya, siapa? Masuk saja!
Lurah Jarkoni bergegas masuk. Samiun mengikutinya dari belakang.
JARKONI (langsung mencium tangan Mas Genggong, sambil jongkok Samiun mengikutinya dengan enggan)
Aduh, kang mas, mabk yu, mohon maaf baru kali ini bisa menengok. Bagaimana? Apa kang mas sudah sehat? Aduh…. Aduh…..
GENGGONG
Lho, Jarkoni? Samiun?
JARKONI
Iya, Kang mas.
SAMIUN
Saya, Kang mas.
LARAS
Silakan duduk, dik Samiun, dik Jarkoni.
JARKONI
Terima kasih, mbak yu. Ini obat untuk kang mas?. Sini mbak yu, nbiar saya bantu kang mas minum. Tidak tega saya melihat kang mas seperti ini (mau mengambil gelas jamu dari Laras)
GENGGONG
Sudah, Jarkoni, sudah cukup. Duduk saja, Miun, duduk. Kamu piker siapa Mbak Yuk mu, sampai kamu harus repot. Sudah dari tadi saya minum jamu itu. Duduk, duduk….
JARKONI & SAMIUN
Terima kasih….
GENGGONG
Bagaimana? Ada berita apa? Ah, saya hampir khawatir kalau ada apa-apa dengan kalian.
LARAS
Saking khawatirnya sampai sakit, dik Jarkoni.
JARKONI
Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, mbak yu, kang mas. Sayalah yang semestinya mengkhawatirkan kang mas dan Mbak Yuk. Saya sampai tidak bisa tidur berhari-hari.
GENGGONG
Syukur kalau semuanya baik-baik saja. Terus, bagaimana dengan orang-orang? Apa kata warga desa mengenai Joyo?
JARKONI
Tidak ada masalah. Semuanya beres. Ya, mulanya mereka memang rebut menanyakan keberadaaan Mbah Joyo. Tapi, kang Samiun – atas instruksi saya – menyelesaikan semuanya.
GENGGONG
Bagus, bagus. Apa jawaban yang kamu berikan pada warga, Samiun?
SAMIUN
Saya memakai jawaban standar berantai, kang mas.
GENGGONG
Standar berantai? Apa itu Miun?
SAMIUN
Ya, artinya saya memberikan jawaban standar pada warga desa yang menanyakan soal Mbah Joyo. Jawaban itu tidak saya sampaikan sendiri pada mereka, tapi lewat orang yang masuk dalam jerat rantai saya.
GENGGONG (Kagum)
O, begitu!
SAMIUN
Betul, kang mas. Dan, cara itu ternyata sangat jitu rittu
GENGGONG
Rittu? Wah, istilah apa lagi itu?
SAMIUN
Rittu artinya irit waktu, kang mas. Sebab saya tidak perlu lagi menyampaikan jawaban itu satu persatu pada para penanya, tapi cukup pada satu-dua orang yang masuk dalam jerat rantai saya.
GENGGONG
Ah, bagus kalau begitu, bagus. Wah, hebat kamu Miun, tidak sia-sia saya mendidik kamu. Sejak awal aku sudah menduga, kamu memang berbakat. Bagus, bagus. Tapi, omong-omong, siapa yang masuk dalam jerat rantai kamu?
SAMIUN
Siapa lagi kalau bukan pemuda yang paling vocal di desa ini. Kasmun dan antek-anteknya.
GENGGONG
Astaga, Samiun. Benar-benar hebat kamu. Sya dari dulu setengah mati mengincar dia. Tapi, kamu dapat? Ah, hebat, hebat! Ah, lihat ini, Miun, Jarkoni (Mendadak berdiri) saya langsung sembuh mendnegr laporanmu. Mana jamu tadi bu, biar kuminum semua (Jalan mondar-mandir)
LARAS
Hati-hati pak, jangan dibawa jalan dulu. Tenang dulu….
JARKONI
Syukurlah, kalau kang mas sembuh. Itu memang harapan kami. Kalau kang mas sakit, wah rasany saya tidak ada daya. Bukan begitu, kang Samiun?
SAMIUN
Betul. Kang mas memang harus cepat sembuh. Tanpa kang mas, kami ibarat sado tanpa kusir. Tidak tahu kemana harus melangkah.
JARKONI
Kalau kang mas sembuh, kami bisa segera konsultasi. Ada banyak hal yang mesti kita bicarakan
GENGGONG
Konsultasi? Kalau soal itu, kapan saja bisa. Kapan? Mau sekarang? Bisa, bisa. Kamu lihatkan saya sudah sembuh. Ayo, soal apa?
JARKONI
Anu, kang mas. Soal Blentung dan orang-orang dekatnya. Kepada mereka, saya belum kasih jawaban soal Mbah Joyo. Sejauh ini saya terus berusaha menghindar untuk ketemu mereka. Beberapa kali Kirno, utusan khusus Blentung datang. Saya selalu menghindar karena belum tahu mesti kasih jawaban apa.
SAMIUN
Peang dan Panjul, orang Blentung lainnya juga sedang mencari Kasmiun dan kawan-kawannya. Konon, blentung bermaksud mengorek katerangan dari mereka soal Mbah Joyo. Blentung tahu, Kasmun dan kawan-kawan berada dilokasi waktu festival berlangsung. Untung saya cepat tanggap, jadi Kasmun saya suruh menghindar. Kalau tidak, repot kita.
Tapi, cepat atau lambat, Blentung dan orang-orangnya pasti akan datang pada kita, Kang mas. Artinya, kita harus menyiapkan satu jawaban. Dan jawaban untuk mereka jelas bukan jawaban standar, tapi harus jawaban khusus yang cespleng. Kita tahu Blentung tidak bisa disamakan dengan warga kebanyakan. Dia orang yang cukup pintar.
GENGGONG
Aduh, aduh…. Betul, betul. Tapi, aduhh…. Kamu bilang tadi semua sudah beres. Ternyata belum. Bagaimana kalian ini? Coba kalian berpikir dong. Apa jawaban yang tepat bagi Blentung. Jangan Tanya melulu. Mikir, mikir! Pusing jadinya saya. Aduh…aduh…. Kumat lagi darah tinggi saya. Buu…. (Kontan lemas dan duduk lagi)
LARAS (Memijit-mijit tengkuk Genggong)
Sudah, pak. Sudah…. Makanya tenang dulu….
GENGGONG
Bagaimana bisa tenang kalau begini? Aduh, kacau aku, pusing…. Mana obat gosok, mana balsam?
Genggong berjalan sempoyongan menuju kamarnya. Jarkoni dan Samiun menyusul
LARAS
Begitulah keadaan suami saya. Sakit, sembuh, sakit, sembuh, sakit lagi. Tapi, dia tidak juga kapok. Dia selalu saja ingin terlibat banyak urusan. Dia memang pria karier, dan akibatnya saya kapiran.
LAMPU BERUBAH
ADEGAN TIGA BELAS
Rumah lurah Jarkoni. Malam. Jarkoni sedang berunding dengan Samiun. Kasmun dan kawan-kawan. menunggu di luar.
SAMIUN
Bagaimana, kita panggil Kasmun?
JARKONI
Tunggu dulu, saya khawatir keputusan kita menyinggung perasaan mas Genggong.
SAMIUN
Bagaimana kamu ini? Beliau kan sudah menyerahkan pada kita. Kita diminta berpikir, bagaimana jawaban yang tepat kalau Blentung menanyakan soal Mbah Joyo. Ini kesempatan, dan kita sudah punya jawaban itu. Apa lagi?
JARKONI
Ya, tapi alangkah baiknya kita rundingkan lagi dengan mas Genggong
SAMIUN
Untuk apa?
JARKONI
Paling tidak supaya kita tidak disalahkan kalau ada apa-apa
SAMIUN
Itu resiko. Orang kalau mau maju harus bearni sambil resiko. Apa kamu rela terus menerus tergantung dan jadi bayang-bayang mas Genggong? Ah, maaf seharusnya saya tidak bicara seperti itu. Tapi kamu tahu, aku paling tidak suka kamu tergantung sama siapa pun. Maaf kalau sebagai lurah, kamu tersinggung. Anggap saja ini nasihat kakak ipar pada adik ipar. Maaf.
JARKONI
Tidak. Tidak perlu minta maaf, kang. Sampean betul. Cepat atau lambat kita memang harus mandiri. Jujur saja saya memang sudah capek jadi bayang-bayang mas Genggong. Silakan panggil Kasmun. Saya permisi dulu, mau istirahat.
Kasmun, Bawor, Gubil dan Tuji masuk
SAMIUN
Baik, kalau tidak ada sampaikan laporan mingguan resmi kalian. Cepat karena dikejar waktu. Tugas baru sudah menunggu. Ini bukan tugas penting, tapi juga harus segera dilaksanakan.
GUBIL
Baik, pak. Selamat malam semuanya. Laporan mingguan resmi kali ini masih berkisar soal ‘iklim’ dan ‘cuaca’ dalam masyarakat desa kita makin membaik. Laporan ini disusun oleh tim, dan akan dibacakan oleh saudara Kasmun. Namun, perlu diketahui yang mengetik laporan ini adalah saudara Bawor dan Tujil secara bergantian selama kurang lebih 5 jam 25 menit. Tugas saya men –tipp ex – bagian salah ketik. (menyodorkan pada Kasmun) silakan, saudara Kasmun.
KASMUN (menerima buku laporan)
Terima kasih. Selamat malam bapak, selamat malam semuanya. (membaca) berdasarkan pengamatan yang kami lakukan di lapangan, kami menyimpulkan bahwa segalanya berjalan sesuai yang dikehendaki, yaitu aman, tertib dan bahagia. Mulanya warga memang bertanya-tanya mengenai keberadaan Mbah Joyo. Tetapi setelah diberi jawaban yang lugas dan logis, akhirnya mereka bisa menerima dan tidak bertanya-tanya lagi. Kemudian, seperti yang kita kehendaki, mereka kembali ke titahnya sebagai petani. Bekerja dan bekerja lagi. Kalau pun diantara mereka ada pertanyaan-pertanyaan, tampaknya itu Cuma dalam hati. Sebab di antara mereka sendiri yang ada ya… juga Cuma pertanyaan . mereka tidak pernah punya jawaban.
Sekian laporan kami. Selamat malam, terima kasih.
SAMIUN
Bagus, bagus. Laporan yang sangat bagus. Tapi, kenapa laporan dengan pengantarnya hampir sama panjangnya, ya? Dan kamu Gubil, nama juru ketik dan berapa lama laporan diketik, lain kali tidak usah dilaporkan. Bukan berarti tidak penting, semua penting. Tapi ada yang perlu disebut atau dikedepankan. Dan ada yang tidak. Juru tip ex pun penting, tapi dalam laporan resmi seperti ini tidak perlu disebutkan.
Saya toh sudah hapal siapa-siapa kalian! Tanpa disebut, saya sudah tahu siapa yang pintar mengetik, siapa yang pintar menyusun laporan dan sebagainya. Saya juga tahu Gubil tadi bukan membacakan pengantar, tapi Cuma menghapal. Saya tahu kamu tidak bisa membaca. Jadi, jangan sekali-kali bohong, apalagi mengkhianati saya. Saya paham siapa kalian. Kepala kalian kea rah mana, waktu mbrojol dari rahim emak kalian pun saya tahu. Ingat itu!
GUBIL (ketakutan)
Maaf, pak. Am pun….
TUJI & BAWOR
Maaf, pak….
KASMUN
Maafkan Gubil, pak. Maafkan kami semua.
SAMIUN
Tidak apa-apa, saya maafkan kalian. Tenanglah. Sekarang ada tugas baru untuk kalian. Kalian siap?
GUBIL (Dengan sigap)
Siap, pak!
KASMUN DAN YANG LAIN
Siap, pak!
SAMIUN
Bagus. Begini. Blentung dan kawan dekatnya makin sering menanyakan kebaradaan Mbah Joyo. Itu sudah saya duga sebelumnya. Artinya, cepat atau lambat kita harus memberikan jawaban. Kita tidak mungkin terus menerus mengindar. Tapi, jawaban apa yang tepat buat mereka? Jelas jawaban yang cespleng, yang membuat mereka langsung bungkam, dan tidak bertanya lagi selamanya. Kalau perlu kita kasih mereka jawaban, sebelum mereka bertanya. Dan itu tugas kalian. Paham!?
SEMUA
Pahammm….
SAMIUN
Bagus, kalau begitu laksanakan segera
KASMUN
Siap, pak. Tapi maaf, apa jawabannya pak?
SAMIUN
Lho, saya belum bilang tadi?
SEMUA
Belum….
SAMIUN
Begini. Sini, sini. Supaya jelas. Kabarkan pada Blentung dan semua orangnya, Mbah Joyo hilang karena dijemput roh suci pelindung festival topeng. Roh yang juga mbahurekso kawasan desa kita ini. Mbah Joyo telah dianggap melanggar tata cara festival karena ia tidak mau lagi memakai topeng saat mengikuti festival topeng. Kesalahan fatal itu sudah membuat roh suci marah. Mbah Joyo dianggap mengkhianati sesuatu yang selama ini dianggap sacral.
KASMUN
Bagaimana kalau mereka tidak percaya?
SAMIUN
Bikin mereka percaya. Itu tugas kalian!
KASMUN
Bagaimana kalau mereka Tanya darimana saya dapat kabar itu?
SAMIUN
Itu juga kalian yang harus cari akal. Tugas kalian juga, jangan Tanya! (Gubil tampak mau Tanya) mau Tanya apa Gubil?
GUBIL
Tidak, pak.
SAMIUN
Bagus. Sekarang berangkatlah, laksanakan tugas kalian. Ingat, ini hanya antara kita saja dan Blentung tentu saja. Warga desa yang lain jangan ada yang tahu soal ini, paham!?
SEMUA
Pahammm…..
SAMIUN
Selamat bertugas.
Kasmun dan kawan-kawan tidak bergerak.
JARKONI
Lho, tunggu apa lag? Ayo berangkat!
Kasmun dan kawan-kawan berangkat. Masih dalam keadaan bingung tentu saja. Samiun tampak puas.
LAMPU PADAM
ADEGAN EMPAT BELAS
Sebuah tempat. Malam. Di bawah cahaya rembulan, lurah Jarkoni dan Mbak Yuk Laras berkencan, rupanya Jarkoni sudah lama menunggu Mbak Yuk Laras muncul.
JARKONI
Aduh, Mbak Yuk, saya piker tidak datang. Saya khawatir Mbak Yuk tidak menagkap sinyal saya saya tempo hari. Oh, kangen sekali Mbak Yuk.
LARAS
Ah, yang betul…..
JARKONI
Betul mabk yuk. Mana pernah saya bohong.
LARAS
Kamu kan lelaki juga, dik Jarkoni. Mana ada lelaki jujur?
JARKONI
Kepada istri saya, bisa jadi. Tapi pada Mbak Yuk, tidak pernah saya berlaku seperti itu. Aduh, Mbak Yuk, saya kangen bukan main. Uhhh… gemes saya, gemes….
LARAS
Terus terang dik Jarkoni, saya sering ragu pada ucapanmu.
JARKONI
Kenapa? Apa selama ini saya dianggap main-main? Aduh, jangan begitu, Mbak Yuk. Saya jadi tambah gemes ini.
LARAS
Bagaimana saya tidak ragu? Di desa ini perawan mana yang tidak ingin jadi istri keduamu?
JARKONI
Itukan dugaan Mbak Yuk. Tapi kalau toh betul begitu, itu urusan mereka. Bagi saya Mbak Yuk adalah segalanya. Tanpa mabk yuk, hidup saya terasa hambar. Sungguh Mbak Yuk. Aduh gemes, gemes. Kangenn…. Oh….
LARAS
Sama mas Genggong. Dik Jarkoni juga bilang seperti itu kemarin “Kalau kang mas sakit, saya rasanya tidak berdaya” padahal kamu bohong kan?
JARKONI
Itu lain Mbak Yuk, lain. Mbak Yuk kan tahu, kang mas adalah orang yang selalu merasa diriya penting. Kalau saya tidak bicara begitu, beliau jadi kurang senang. Dan, bisa-bisa beliau tidak dukung saya lagi. Itu sanjungan politis. Tapi, hubungan saya dengan Mbak Yuk lain. Ah, sudahlah Mbak Yuk. Untuk apa bicara seperti ini. Dan lagi, saya sudah kangen betul, Mbak Yuk. Oh, sudah berapa hari kita tidak bertemu berdua seperti ini? Kangen sekali rasanya…..
LARAS
Tapi, apa yang bisa saya berikan padamu, dik Jarkoni? Aku sudah terlalu tua dan lapuk. Aku Cuma kembang kering tanpa madu. Kalau tanah, aku tanah gersang yang lama tidak dicangkul sebab mungkin tidak mampu lagi menumbuhkan tanaman apa pun. Petaninya pun sudah lama ngaso karena kehilangan minat dan semangat. Urusan syahwat sudah lama aku tinggalkan. Maafkan aku, dik Jarkoni….
JARKONI
Lho, Mbak Yuk bicara apa ini? Kapan saya pernah bicara soal syahwat dengan Mbak Yuk? Saya memang mencintai mabk yuk, tapi bukan untuk urusan yang satu itu. Saya lain Mbak Yuk, lain. Bagi saya, bertemu Mbak Yuk adalah keindahan yang jauh lebih mengensankan daripada urusan syahwat. Saya mohon, Mbak Yuk, jangan salah mengartikan cinta saya.
LARAS (Malu)
Oh, maafkan kebodohan ku kalau begitu.
JARKONI
Lupakan, tidak perlu minta maaf. Lihat, Mbak Yuk, bulan di atas sana. Inilah saat yang lama saya tunggu-tunggu; menyenandungkan tembang berdua Mbak Yuk di bawah cahaya rembulan. Ayo, mabk yuk, ayo. Kita senandungkan tembang apa saja. Aku pasti puas dan bahagia. Walau barangkali hanya sekali seumur hidup melakukan ini bersama Mbak Yuk.
LARAS
Alangkah romantisnya kamu, dik Jarkoni. Tidak kusangka. Jadi gemes juga. Kangen juga.
JARKONI
Semaikn dekat Mbak Yuk, rasanya saya juga makin kangen. Kalau saya bisa setiap hari berdua Mbak Yuk seperti ini, alangkah indahnya hidup.
LARAS
Kalau begitu, kamu akan serig-sering saya temani.
JARKONI
Betul?
LARAS
Betul.
JARKONI
Oh, terima kasih Mbak Yuk. Saya merasa tersanjung. Tapi, bagaimana dengan kang mas? Bagaimana kalau beliau tahu?
LARAS
Kalau kita kompak, dia tidak akan tahu.
JARKONI
Maksudnya?
LARAS
Kasih dia kesibukan sebanyak mungkin. Dan sering-sering kamu datang konsultasi supaya dia pusing. Di rumah, saya akan banyak mengomel supaya dia gampang stress. Jadi, kita banyak kesempatan. Gampang kan?
JARKONI
Apa kita tega?
LARAS
Jangan munfik ah, saya tahu betul apa yang ada di hatimu. Kamu senangkan, kalau mas genggong sering sakit, tersingkir dan kamu jadi satu-satunya orang penting di desa ini.
JARKONI
Ah, Mbak Yuk jangan berpraduga seburuk itu.
LARAS
Sudahlah, tidak perlu mangkir. Saya cukup tua untuk tahu semua itu.
JARKONI
Baik, baik. Tapi kalau emmang benar apa yang Mbak Yuk duga, apa itu berpengaruh pada hubungan kita?
LARAS
Tergantuing keadaan.
JARKONI
Maksudnya?
LARAS
Tidak perlu Tanya. Sekarang masih mau bersenandung berdua dengan saya atau tidak? Kalau tidak, saya mau pulang.
JARKONI
Tentu.
LARAS
Tapi, saya mengajukan persyaratan.
JARKONI
Syarat? Boleh. Apa syaratnya?
LARAS
Kita bersenandung berdua, tapi lagunya berbeda. Itu saja.
JARKONI
Begitu? Bagaimana bisa?
LARAS
Jangan Tanya. Kalau tidak mau, saya pulang.
JARKONI
Baik, baik. Silakan Mbak Yuk mulai.
Laras pun mulai bersenandung. Suaranya merdu, tapi sungguh menyayat hati. Jarkoni juga bersenandung. Suaranya merdu juga. Tapi, getar suaranya sendu pula. Mereka bersenandung berdua, lagunya berbeda. Tapi, sesungguhnya menyuarakan hati yang sama. Rasa sakit atas hidup masing-masing.
LAMPU BERUBAH
ADEGAN LIMA BELAS
Rumah Blentung. Malam. Kasmun bersandiwara di depan Blentung, Mitro, Peang dan Panjul. Tapi, Mitro mencium gelagat sehingga ia mendamprat Kasmun.
MITRO (Mendorong Kasmun)
Kurang ajar kamu Kasmun. Kamu piker kamu bicara sama siapa, ha? Apa kamu piker saya bodoh? Sialan! Biar mampus, aku hajar kamu.
BLENTUNG (Melerai)
Sabar, Mitro, sabar. Jangan keburu nafsu.
MITRO
Tidak bisa, Belntung. Aku duah tidak sabar lagi. ini sudah keterlaluan.
KASMUN
Am pun, mas Mitro, saya tidak bohong. Sungguh. Saya mendapat wangsit dari roh suci untuk….
MITRO
Cukup, Kasmun. Cukup. Saya tidak percaya ocehanmu. Maan ada roh suci pelindung festival topeng. Saya tidak pernah dengar itu.
KASMUN (Menangis)
Betul, Mas Mitro, mas Blentung, mana mungkin saya membohongi sampean. Saya tahu keluarga sampean sedang berduka. Mana tega saya bohong.
BLENTUNG
Baik, coba jelaskan lebih rinci. Bagaimana mulanya kamu mendapat wangsit dari roh suci? Wangsit itu hanya datang pada orang-orang suci. Apalagi wangsit dari roh suci. Apa kamu orang suci?
KASMUN
Begini. Sejak peristiwa ribut-ribut di festival topeng dan Mbah Joyo hilang, saya bertapa di bukit Wono Lawas. Saya memohon kepada roh suci, supaya desa kita tetap selamat dari segala marabahaya. Juga, memohon supaya Mbah Joyo segera kembali dalam keadaan selamat. Setelah 7 hari 7 malam, roh suci itu muncul dan menyuruh saya pulang. Roh itu bilang saya bertapa sampai 10 tahun pun Mbah Joyo tidak akan dipulangkan, kecuali Mbah Joyo berubah sikap. Yaitu, kembali memakai topeng pada festival. Lantas saya bilang bahwa Mbah Joyo sebetulnya sudah capek, ingin istirahat dan tidak mau ikut festival lagi. Tapi, roh suci malah marah sama saya. Katanya, “Capek boleh saja, tapi aturan harus tetap ditegakkan. Tanpa kecuali!”
MITRO
Tunggu. Darimana mulanya kamu tahu roh suci itu ada?
KASMUN
Mas Mitro, Mas Blentung, sampean tahu, kami orang susah. Tirakat, prihatin dan bertapa sudah menjadi keseharian kami. Dari itu saya tahu dan percaya roh itu ada.
MITRO
Bahwa roh itu ada, saya percaya. Tapi, roh yang lain… Rohmat, Rohali, bukan roh suci pelindung festival topeng. Yang terakhir itu, saya baru dengar. Dan, itu yang membuat saya tidak percaya. Maaf Blentung, saya tidak bisa mendengar bualan ini lebih jauh. Ini rumahmu, jadi usir dia atau saya pergi.
BELNTUNG
Sabar, biar dia selesaikan dulu.
MITRO
Tidak bisa saya. Maaf (Keluar)
KIRNO
Maaf, Blentung. (Keluar, disusul Peang dan Panjul)
BLENTUNG
Teruskan, Kasmun.
KASMUN
Terima kasih. Begini lebih baik. (lebih tenang) setelah itu saya memutuskan untuk berhenti bertapa dan pamit pulang. Tapi, sebelum saya melangkah pergi, roh suci sempat berpesan. Katanya, kalau mas Blentung mau mengajukan permohonan maaf dan sanggup menjamin Mbah Joyo kembali seperti semula, maksudnya berkenan memakai topeng lagi setiap festival, Mbah Joyo dijamin cepat dipulangkan.
BLENTUNG
Kasmun, kenapa saya yang harus minta maaf? Kenapa bukan sayah saya? Ii aneh, Kasmun.
KASMUN
Ya…. Saya juga kurang tahu. Tapi, nanti masn Blentung bisa tanyaka pada roh suci.
BLENTUNG
Begitu ya?
KASMUN
Ya, begitu.
BLENTUNG
Tapi, bagaimana caranya saya bisa berhubungan dengan roh suci? Bagaimana dia juga tahu namaku?
KASMUN
Namanya juga roh, apalagi beliau pelindung desa kita. Sudah sepantasnya beliau tahu nama warganya. Soal bagaimana cara berhubungan dengan beliau, saya akan Bantu, mas. Jangan khawatir.
BLENTUNG
Baik, nanti saya pikirkan.
KASMUN
Ya, baik. Kalau begitu saya permisi. Selamat malam.
BLENTUNG
Selamat malam.
Kasmun pergi, tapi balik lagi.
KASMUN
Maaf, hampir lupa. Roh suci juga berpesan supaya Mas Blentung merahasiakan berita ini kepada warga desa. Demi menjaga hal-hal yang tidak diinginkan, katanya. Itu saja, selamat malam.
BLENTUNG
Selamat malam.
Kasmun pergi
LAMPU BERUBAH
ADEGAN ENAM BELAS
Jalanan desa. Tidak jauh dari rumah Blentung. Malam. Kasmun mencari ketiga temannya.
KASMUN
Bawor, Gubil, Tuji. Di mana kalian? Bawor….
Bawor, Tuji dan Gubil mundul dari balik semak
KASMUN
Setan semua. Kenapa kalian tidak menyusul?
BAWOR
Maaf, Kasmun, kami tidak jadi masuk karena takut melihat mas Mitro marah-marah.
KASMUN
Takut boleh saja, tapi jangan begitu caranya. Kamu kan tahu saya tidak bisa bersandiwara. Makanya, perlu teman. Sial!.
GUBIL
Tapi sukses kan?
KASMUN
Sukses kepalamu benjol. Hampir babak belur saya dihajar mas Mitro. Untung dicegah mas Blentung. Ah, baik betul dia. Saya jadi semakin tidak tega.
TUJI
Tenang, Kasmun, yang penting tugas sudah beres.
KASMUN
Tidak tahulah. Ayo pulang, capek betul rasanya.
Mereka pergi
LAMPU BERUBAH
ADEGAN TUJUH BELAS
Jalana desa menuju sawah lading. Pagi. Sabil berangkat ke sawah-ladang masing-masing, warga desa bicara tentang kabar burung yang mereka dengar.
PARMIN
Ah, yang bener. Jangan guyon, Wahyu.
WAHYU
Bener, Tanya saja kalau tidak percaya. Semua orang sudah tahu.
PARMIN
Kamu tahu dari siapa?
WAHYU
Dibilang semua orang sudah tahu, ya dari orang-orang.
PARMIN
Ya, tapi darimana asal kabar itu?
WAHYU
Saya sendiri tidak tahu. Yang jelas, kabarnya Mbah Joyo akan segera pulang. Itu saja. Tuh, lihat si Kamto. Tanya saja sama dia. Kamto, sini dulu.
Kamto nongol dari sisi lain, mendekat.
PARMIN (Tidak sabar)
Bener Kamto, Mbah Joyo segera pulang?
KAMTO
Saya denger begitu, tapi sebaiknya jangan percaya dulu.
PARMIN
Kenapa begitu?
KAMTO
Karena kabarnya simpang siur. Dari sana lain, dari situ lain. Ada yang bilang begini, ada yang beilang begitu, ada yang bilang begini-begitu.
PARMIN
Ya, tapi bagaimana jelasnya? Jangan mutar-mutar begitu.
Dari arah lain muncul Sanwiradji
KAMTO
Tunggu, tunggu. Kita Tanya kakek Sanwiradji dulu, coba.
PARMIN
Kek, senang tidak denger kabar Mbah Joyo?
SANWIRADJI
Seneng? Ya jelas seneng kalau Mbah Joyo pulang. Ini berita gembira. Kita harus syukuran nanti.
PARMIN
Lho, jangan seneng dulu, jangan syukuran dulu. Kabar itu benar atau tidak?
SANWIRADJI
Eh, siapa bilang saya tidak gembira? Jelas saya gembira dong.
PARMIN
Lho, saya tahu kakek gembira. Saya juga gembira kalau berita itu benar. Tapi, berita itu darimana asalnya? Berita itu bener atau tidak?
SANWIRADJI
Apa?
PARMIN
Jelaskan, Kamto. Jelaskan.
KAMTO (Teriak)
Kakek dengar berita dari siapa?
SANWIRADJI
Lho, kok dari siapa, ya dari roh suci pelindung festival topeng. Konon, asal kita mau menebusnya dengan mengadakan selametan seribu tumpeng, Mbah Joyo bakal dipulangkan.
PARMIN
Tunggu…. Tunggu…. Aduh, ini kok tidak keruan ceritanya? (Kesal) sudahlah, teruskan ceritanya kek….
SANWIRADJI
Ya, sudah kalau begitu. Kita tinggal selamatan. Parmin, jangan bilang saya tidak senang ya….
Parmin diam saja.
WAHYU
Kalau yang saya dengar begini, Parmin. Mbah Joyo hilang diambil oleh roh suci pelindung festival topeng. Perkaranya, Mbah Joyo bilang sudah capek ikut festival. Konon, raja apa saja tidak boleh istirahat. Tidak boleh mundur. Jadi, kita semua warga desa harus minta maaf sama roh suci pelindung festival. Baru Mbah Joyo boleh pulang.
PARMIN
Kita? Kita bikin salah apa? Kalau yang salah Mbah Joyo kok kita yang harus minta maaf? Bagaimana? Ah, sudahlah, sudah. Tiga orang, tiga cerita. Pusing aku.
Yasmudi, Pono dan Parjan datang.
YASMUDI
Wah, ada pertemuan penting ini?
WAHYU
Langsung saja Yasmudi, punya kabar apa soal Mbah Joyo?
YASMUDI
Mbah Joyo? Wah, itu mestinya Tanya sama Pono dan Parjan. Mereka kan yang ikut festival!?
PARJAN
Bagaimana Pono?
PONO
Tidak, tidak dengar apa-apa. Saya ikut festival kan Cuma iseng.
YASMUDI
Parjan?
PARMIN
Sudah, sudah cukup. Bagus begitu, Pono. Tidak dengar apa-apa. Kalau dengar malah pusing seperti saya. Lain kali kalau dengar berita itu cari tahu darimana sumbernya, lalu Tanya pada sumber itu supaya jelas. Jangan simpang siur begini.
PARJAN
Menurut Peang, sumber berita ini dari Kasmun.
PARMIN
Kasmun? Betul? Sontoloyo? Memang dia itu. Dulu dia yang minta kita jangan memikirkan Mbah Joyo. Sekarang enak saja bilang Mbah Joyo akan pulang. Bagaimana kita tidak jadi memikirkan Mbah Joyo lagi? Bgaimana kita tidak resah? Bener-bener sontoloyo anak itu. Dimana dia sekarang? Biar aku cabut lidahnya, tahu rasa.
WAHYU
Cabut boleh saja. Tapi jangan marah-marah sama kita, Parmin. Kita sama-sama tidak tahu.
PARMIN
Apa yang kalian tahu? Semua serba tidak tahu. Percuma omong sama kalian (Pergi)
WAHYU
Lho, dikasih kabar baik malah marah-marah.
PARMIN (Muncul lagi)
Siapa bilang saya marah? Saya gembira mendnegar berita itu, karena paling tidak kita punya harapan. Buat orang ekcil macam kita, harapan itu penting walau pun belum tentu jadi kenyataan. (Pergi lagi)
LAMPU BERUBAH
ADEGAN DELAPAN BELAS
Rumah Jarkoni. Malam. Samiun sedang marah-marah pada Kasmun dan kawan-kawan yang dianggap salah dalam menjalankan tugas. Cara marah Samiun membuat Kasmun dan kawan-kawan kelim pungan. Padahal Samiun hanya memandang saja, tanpa bicara satu patah kata pun.
KASMUN (Setelah lama kebingungan, lalu menangis)
Am pun, pak. Am pun, am pun. Saya tidak tahan diapndangi seperti itu. Mohon diberi tahu apa kesalahan kami. Atau, kalau perlu lebih baik hukumlah kami. Tapi, mohon pak, jangan pandangi saya seperti itu. Am pun, am pun…..
SAMIUN
Celaka kamu, Kasmun. Celaka kalian semua. Kalau orang melakukan kesalahan tapi menyadari dirinya berbuat salah, itu masih lumayan. Tapi, kalau orang bikin salah dan tidak menyadari dirinya berbuat salah, itu celaka Kasmun. Dan itulah kalian.
KASMUN
Maaf, pak. Saya betul-betul tidak tahu apa kesalahan saya. Mohon bapak sudi memberi tahu supaya kami bisa memperbaiki.
SAMIUN
Begini. Kalau saya umpamakan Pak jarkoni dan saya sebagai sopir…. Andong misalnya, siapa keneknya?
KASMUN
Kami, pak.
SAMIUN
Lantas siapa penumpangnya?
KASMUN
Warga desa ini, pak.
SAMIUN
Nah, sekarang kalau pak jarkoni dan saya sebagai sopir saja tidak berani menjanjikan apa pun pada para penumpang, bagaimana bisa kamu sebagai kenek berani menjanjikan Mbah Joyo akan pulang?
KASMUN
O, jadi itu kesalahan saya? Am pun, pak, am pun…..
SAMIUN
Bukan itu saja, masih banyak.
KASMUN
Iya, pak. Baik pak, tapi saya tidak pernah menjanjikan apa-apa pada warga desa. Saya bilang kemungkinan Mbah Joyo akan pulang hanya pada mas Blentung. Dan saya wanti-wanti pada mas Blentung supaya jangan mengatakan pada orang lain.
SAMIUN
Itu juga celaka, Kasmun. Jadi, kamu celaka tiga kali. Apa kamu piker Blentung tidak cerita pada orang lain? Siapa bisa jamin, coba?
KASMUN
Saya, saya jamin, pak.
SAMIUN
Nah. Sekarang kamu celaka empat kali. Coba sekarang kamu pasang kuping, dengar baik-baik apa kata orang-orang. Waktu mereka mau berangkat ke lading atau sawah, coba dengar. Mereka semua jadi berharap, Mbah Joyo akan segera pulang. Semua orang jadi runyam, jadi resah. Dan itu semua gara-gara omongan kalian, kesalahan kalian. Padahal tadinya semua tenang, sudah adem ayem.
KASMUN
Bagaimana bapak tahu semua itu?
SAMIUN
Itu tidak perlu kamu tanyakan, Kasmun. Pertanyaan bodoh itu. Sekarang aku yang mau Tanya. Kenapa kamu sebut-sebut Mbah Joyo akan pulang? Jawab Kasmun.
KASMUN
Baik, pak. Sejak saya, maksud saya, sejak Mbah Joyo hilang, saya mendengar mas Blentung begitu menderita. Jadi, saya bermaksud menghibur dia dengan mengatakan Mbah Joyo bisa pulang dengan syarat tertentu. Dan saya piker memang begitu. Mas Blentung orang baik, Pak. Saya tidak tega membohongi dia. Saya…. Saya tidak tega.
SAMIUN
Tidak tega? Omongan macam apa itu, kasmun? Oh, kamu benar-benar celaka 7 kali. Kamu piker, aduh… tolol, tolol. Kamu piker semua yang kita lakukan untuk apa, hah? Kok pakai tidak tega segala? Kamu tahu, berbohong pada satu atau dua orang untuk tujuan yang tidak jelas, bolehlah tidak tega. Tapi, kalau kita berbohong pada semua warga desa untuk tujuan yang baik ya… kita harus tega. Lho iya. Kenapa tidak? Apa yang kita lakukan kan demi kebaikan warga desa. Coba piker, apa menurutmu baik kalau kita bicara apa adanya tapi warga jadi resah? Tokoh macam apa coba, yang tega membuat warganya resah? Tolo, tolol….
KASMUN
Am pun, pak. Saya mengaku bersalah. Kalau memang harus dihukum. Hukumlah saya. Saya rela.
SAMIUN
Memang harus rela. Orang bersalah masatidak rela dihukum. Tapi, biar pak lurah yang mengurus ini (memanggil lurah Jarkoni yang ada di luar) pak lurah, silakan masuk. Ini bagian sampean. Capek juga marah-marah.
Jarkoni masuk, Samiun pergi.
KASMUN (Pasrah)
Silakan pak lurah, hukulah saya.
JARKONI
Kalian tahu, saya orangnya tidak tegaan. Jadi, hukuman untuk kalian kapan-kapan saja. Sebaiknya kalian pulang, istirahat. Jangan lupa, temui pak Samiun kalau hatinya sudah lega. Lalu minta maaf. Siapa tahu dia berubah sikap dan tidak marah lagi pada kalian. Dengan begitu tidak perlu ada hukuman buat kalian.
KASMUN
Baik, pak lurah. Terima kasih. Kami merasa…..
JARKONI
Sudah, sudah…. Sebaiknya kalian pulang. Istirahat. Banyak tugas menanti.
KASMUN
Selamat malam, pak.
JARKONI
Selamat malam
Kasmun dan kawan-kawan pergi. Samiun masuk.
SAMIUN
Luar biasa. Lurah yang bijaksana. Hebat, hebat….
JARKONI
Kalau mereka sakit hati dan tidak lagi berpihak pada kita, kita juga yang repot Kang. Maskud saya baik.
SAMIUN
Kelewat baik juga tidak baik. Itu kelemahan, namanya. Ingat jarkoni, kamu pemimpin. Pemimpin tidak boleh lemah. Ingat itu.
Samiun pergi. Jarkoni menimbang-nimbang ucapan Samiun. Lalu pergi.
LAMPU BERUBAH
ADEGAN SEMBILAN BELAS
Rumah KAsmun. Pagi. Kasmun mulai putus asa, kawan-kawannya datang untuk menghibur. Tuji memijit punggung Kasmun, yang lain memijit kakinya.
KASMUN (menangis)
Tidak tahan aku, Tuji, Bawor. Tobat, aku tobat.
TUJI
Tenang Kasmun….. sabar. Pak Jarkoni kan sudah bilang, kalau Samiun sudah tidak marah. Kita bisa menghadao. Dan, masalah selesai.
KASMUN
Ini bukan persoalan dimarahi Samiun. Kalau soal itu saya tidak masalah. Tapi saya sudah membohongi mas Blentung, membohongi semua warga desa. Saya, bahkn sudah membohongi diri sendiri. Sudah jadi pengkhianat, saya. Apa gunanya seorang pangkhianat? Apa gunanya saya hidup? Malu, aku Gubil, malu Bawor…..
BAWOR
Yang malu bukan Cuma kamu, kita semua malu. Tapi apa daya, kita Cuma korban! Tapi, omong-omong, kenapa kamu mesti bohong sama mas Blentung, Kasmun?
GUBIL
Malah Tanya!. Kan kamu sendiri yang waktu itu usul. “Turuti saja apa maunya Samiun. Tunggu saat yang tepat baru kita lawan dia” begitu katamu.
BAWOR
Bukan itu. Maskudku, kenapa Kasmun mengatakan pada mas Blentung bahwa Mbah Joyo akan pulang dengan syarat tertentu?
TUJI
Kan sudah dibilang, Kasmun tidak tega melihat mas Blentung. Makanya, dia sedikit kasih harapan.
BAWOR
O, ya, ya. Betul juga sih. Samiun saja yang gendeng. Semua ini emmang gara-gara dia. Terus menurutmu kapan waktu yang tepat bagi kita untuk melawan si gendeng itu?
GUBIL
Malah Tanya lagi. Sudah. Jangan banyak omong. Lebih baik kita pulang supaya Kasmun bisa istirahat.
LAMPU BERUBAH
ADEGAN DUA PULUH
rumah mas Genggong. Mbak Yuk Laras. Malam. Lurah Jarkoni datang mengendap-endap, lalu mengetuk pintu perlahan. Lurah itu tidak ingin ada orang melihat dirinya bertamu tengah malam seperti itu. Hujan turun rintik-rintik dan baju pak lurah tampak basah.
JARKONI (mengetuk pintu, tapi tak ada jawaban)
Mabk Yuk, Mbak Yuk…. Ini saya, tolong buka pintu.
LARAS
Oh, maaf. Sudah lama? Saya tidak dengar. Maklum, kuping tua.
JARKONI
Tidak apa Mbak Yuk, sayalah yang minta maaf karena bertamu malam-malam begini.
LARAS
Ada yang penting?
JARKONI
Tentu Mbak Yuk. Kang mas?
LARAS
Ia sudah tidur dari tadi. Mana pernah tidur lewat jam 9. tidak apa saya bangunkan nanti.
JARKONI
Oh, tidak perlu. Malah kebetulan, saya ada perlu sama Mbak Yuk.
LARAS
Begitu?
Setelah beberapa saat memandangi Laras, mendadak Jarkoni berlutut dan memeluk kaki wanita itu, lantas mengungkapkan rasa kangennya.
JARKONI
Aduh, Mbak Yuk. Kangen sekali rasanya. Ahhh….
LARAS
Lho, katanya ada perlu, kok malah begini?
JARKONI
Kangen adalah keperluan saya, Mbak Yuk.
LARAS (Juga berlutut)
Oh, dik Jarkoni…. Kalau boleh jujur, saya juga sangat kangen. Oalah…. Jagat Dewa Batara. Kenapa ada rasa yang disebut kangen? Kenapa rasa itu ada di hati dan tertuju pada dirimu, dik jarkoni? Kenapa bukan pada suamiku seorang? Ngenes… ngenes…. (menangis)
JARKONI (Khawatir)
Mbak Yuk, tenang Mbak Yuk. Jangan keras-keras, nanti kang mas bangun.
LARAS
Biar saja dia dengar. Kan tidak ada salahnya dia tahu apa yang sedang terjadi pada istrinya. Kalau perlu, biar semua tetangga dengar. Ini sebuah keajaiban. Apa salahnya, iya kan?
JARKONI
Iya, iya. Boleh saja Mbak Yuk merasa begitu, tapi sebaiknya jangan sampai orang lain tahu tentang kita. Tidak baik Mbak Yuk. Bahaya. Tenang Mbak Yuk, tenang.
LARAS
Tenang, tenang. Bagaimana bisa tenang? Seumur hidup baru pernah merasakan seperti ini kok disuruh tenang. Coba kamu jadi saya, apa bisa tenang? Enak saja.
JARKONI
Maaf, Mbak Yuk. Saya bukannya tidak memahami perasaan Mbak Yuk, saya hanya khawatir.
LARAS
Baik, baik. Sekarang cepat bilang, apa keperluanmu yang lain? Mum pung aman, tidak ada yang dengar.
JARKONI
Anu, Mbak Yuk, saya mau Tanya mengenai kang mas. Bagaimana keadaanya? Apa sudah sehat?
LARAS
Ya, begitulah.
JARKONI
Syukur. Kalau begitu sekarang waktu yang tepat bagi saya untuk konsultasi.
LARAS
Ya, biar dia stress lagi. Darah tingginya kambuh lagi.
JARKONI
Tapi ini mendesak, penting Mbak Yuk. Dan lagi kalau….
LARAS
Ya, ya. Kalau kang mas sakit. Kita makin gampang ketemu. Kamu betul, dik jarkoni. Pintar. Ihh…. Jadi gemes….gemes….
JARKONI
Jadi, saya boleh konsultasi sekarang?
LARAS
Sekarang? Ini jam berapa? Edan kamu.
JARKONI
Ini mendesak, Mbak Yuk. Saya mohon Mbak Yuk mengerti.
LARAS
Baik kalau begitu, tapi saya ada permintaan.
JARKONI
Boleh. Apa permintaan Mbak Yuk?
LARAS
Kamu yakin bisa memenuhi permintaanku?
JARKONI
Adalah sebuah kebahagiaan, bisa memnuhi permintaan orang yang saya cintai.
LARAS
Ssst…. Aku tak butuh kata-kata. Yang aku butuh tindakan.
JARKONI
Katakana yang Mbak Yuk minta.
LARAS (Berbisik)
JARKONI (kaget)
Ah, yang benar? Tapi dimana?
LARAS
Di dapur. Ayo…. (menuju dapur, menggandeng tangan Jarkoni)
LAMPU BERUBAH
Sayup-sayup terdengar senandung merdu dari dapur. Itulah rupanya yang diminta Laras pada lurah jarkoni. Bersenandung berdua di dapur. Beberapa saat kemudian fajar pun datang. Mas Genggong muncul, ia baru bangun tidur rupanya.
GENGGONG
Bu, bu…. Mana tehnya? Bu…. (Tidak ada jawaban) Bu!
LARAS (di dapur)
Ya, ya. Sebentar… (Muncul, membawa teh) saya kira belum bangun. Baru mau dibangunkan.
GENGGONG
Kenapa tidak? Coba kamu bangunkan, aku tidak perlu mimpi aneh-aneh.
LARAS
Mimpi aneh-aneh gimana?
GENGGONG
Ya, pokoknya aneh. Belum pernah saya bermimpi seperti tadi. Saya khawatir ini isyarat buruk untuk desa kita. Saya mesti cerita sama Jarkoni secepatnya.
LARAS
Isyarat buruk bagaimana?
GENGGONG
Nanti saja saya ceritakan kalau ada Jarkoni
LARAS
Itu dia dik jarkoni, baru datang. Dia lagi ke kamar kecil.
GENGGONG
Ada? Mana? Tumben pagi-pagi?
LARAS
Ada yang penting katanya.
JARKONI (muncul)
Selamat pagi, kang mas.
GENGGONG
Ah, kebetulan jarkoni. Saya baru mau suruh orang panggil kamu. Ada yang penting untuk kamu dengar, Jarkoni. Anu, saya baru mimpi aneh. Belum pernah saya mimpi seaneh ini. Mudah-mudahan bukan isyarat buruk untuk desa kita.
JARKONI
Aneh bagaimana, kang mas?
GENGGONG
Dalam mimpi, desa kita kebanjiran. Coba apa masuk akal desa di pengungan kena banjir? Banjir dari mana coba? Anehnya lagi, seluruh penduduk desa tidak ada yang saling menolong. Semua orang Cuma sibuk menyelamatkan diri sendiri. Semua. Bahkan kamu bu, kamu pun tidak mau menolong saya, padahal saya berteriak sekuat tenaga minta tolong. Lebih-lebih kamu, jarkoni. Kamu malah tertawa keras dan sama sekali tidak mengulurkan tangan waktu air mulai menenggelamkan saya. Dan tidak lama kemudian, kamu sendiri tenggelam. Negeri…. Ngeri….
JARKONI
Aduh. Jadi….jadi…. (mendadak menemukan akal) kalau begitu sama kang mas. Saya juga mimpi seperti itu, persis.
GENGGONG (Kaget)
Begitu? Kapan kamu mimpi?
JARKONI
Tadi, menjelang subuh. Itu sebabnya saya langsung kemari. Buru-buru ingin cerita pada kang mas.
GENGGONG
Ah, jadi isyarat buruk apa ini?
LARAS
Jangan beranggapan buruk dulu, Pak. Mimpi kan bisa saja Cuma kembang orang tidur.
GENGGONG
Ini lain, Bu. Firasat saya mengatakan ini hal yang buruk. Menurutmu bagaimana Jarkoni?
JARKONI
Soal mimpi. Kang Mas pasti lebih tahu. Yang jelas, belakangan ini kalangan warga desa memang sedang tersiar banjir berita yang tidak enak didengar. Konon mereka percaya bahwa betul Mbah Joyo akan segera pulang. Jadi, mereka sedang merencanakan upacara penyambutan untuk kedatangan Mbah Joyo.
GENGGONG
Begitu? Buset! Darimana mereka percaya kalau Mbah Joyo akan pulang? Apa mereka tahu di mana Mbah Joyo berada!? Ada-ada saja. Gila. Jangan-jangan ada diantara kita yang bocor mulut.
JARKONI
Sepanjang saya tahu, tidak kang mas.
GENGGONG
Tapi sebaiknya hati-hati. Bukan soal harapannya saja yang saya khawatirkan. Tapi, juga akibatnya. Orang kalau punya harapan – apalagi harapan yang muluk-muluk – kemudian harapan itu tidak terkabul, bisa patah hati. Lalu orang itu bisa aneh-aneh dan resah terus menerus. Bisa repot. Siapa yang repot? Ya, kita-kita juga, para tetua desa.
JARKONI
Betul kang mas. Dan memang begitulah kelihatannya.
GENGGONG
Terus, apa upayamu?
JARKONI
Saya belum tahu, kang mas. Itu sebabnya saya datang.
GENGGONG
Aduh…. Jangan dibiasakan menyebut kata-kata itu. Belum tahu, belum tahu. Harus tahu dong. Cegah, cegah, segala tetek bengek rencana upacara penyambutan itu.
JARKONI
Kelihatannya sudah terlambat, kang mas. Mereka sudah mulai bergerak.
GENGGONG
Bagaimana bisa begitu?
JARKONI
Saya tidak tahu.
GENGGONG
Stop kata tidak tahu. Stop!
JARKONI
Maaf, kang mas. Begitulah kenyataanya. Kita memang bakal repot. Teruatama, kang mas sebagai ketua panitia festival topeng. Mereka bilang, kalau sampai Mbah Joyo tidak pulang, mereka akan menuntut kang mas.
GENGGONG
Apa? Menuntut saya? Berani betul mereka bilang begitu!?
JARKONI
Begitulah yang saya dengar. Dan katanya lagi, kalau sampai ketua panitia tidak….
GENGGONG
Cukup, cukup. Stop! Aku tidak mau dengar lagi apa kata warga. Aduh, mana air putih? Bu, tolong air putih…..
Mas Genggong memegang dadanya, rupanya jantungnya kambuh lagi. Ia tampak berusaha tenang, tapi tidak kuasa. Ia ambruk. Pingsan.
LARAS (Dingin)
Sukses kamu, dik jarkoni, sukses kamu. Tapi, seharusnya tidak perlu sekeras itu. Tidak kusangka, dibalik sikap lembutmu tersimpan kekejaman yang luar biasa.
JARKONI
Saya capek, Mbak Yuk. Terlalu lama saya menjadi bayang-bayang kang mas. Maafkan saya, capek saya. (menangis)
LAMPU BERUBAH
ADEGAN DUA PULUH SATU
Mulut desa. Pagi. Hampir semua warga desa Mosokambangan berkumpul. Mereka bermaksud menyambut kedatangan Mbah Joyo. Bawaan mereka mecam-macam. Ada spanduk selamat datang, umbul-umbul, beraneka ucapan selamat dan banyak lagi. Termasuk, tetabuhan yang membuat suasana meriah. Malah ada juga yang membawa tumpeng dan makanan lainnya. Layaknya orang yang mau selametan.
KIRNO (Memimpin yel)
Hidup Mbah Joyo!
WARGA
Hidup Mbah Joyo….
KIRNO
Hidup Mbah Joyo!
WARGA
Hidup Mbah Joyo…..
KIRNO
Mbah Joyo pulang, semua senang!
WARGA
Mbah Joyo pulang, semua senang….
KIRNO
Mbah Joyo hilang, warga meradang!
WARGA
Mbah Joyo hilang, warga meradang….
KIRNO
Hidup Mbah Joyo! Selamat datang, Mbah Joyo!
WARGA
Hidup Mbah Joyo…. Selamat datang Mbah Joyo….
Samiun datang diiringi tiga centeng
SAMIUN (Marah)
Stop! Saudara-saudara, stop! Ini apa maksudnya? Apa-apan ini? Berhenti!
Kirno tetap maju, tetapi Peang dan Panjul mencegahnya
PEANG
Kami tidak ada yang memimpin
PANJUL
Ini inisiatif sendiri-sendiri.
KIRNO
Ya, sendiri-sendiri. Untuk apa pemimpin! Kami sudah tidak percaya pemimpin! Semua pemimpin Cuma sibuk mengurus diri sendiri. Buktinya, Mbah Joyo hilang, semua pemimpin di desa ini juga menghilang.
SAMIUN
Hati-hati bicara, Kirno. Kalau kedengaran lurah Jarkoni, Mas Genggong, seluruh staff kelurahan, habis kalian!
PEANG
Perasaan takut kami sudah habis. Tidak takut.
PANJUL
Kami sudah bosan takut.
SAMIUN
Jangan bilang kami, Peang, Panjul. Siapa kami? Jangan bawa-bawa orang lain. Katanya, inisiatif sendiri-sendiri!?
WARGA
Betul! Kami memang tidak takut. Kami sudah bosa takut!
SAMIUN (Pada para centeng)
Hei, tangkap mereka!
KIRNO (Maju)
Apa salah kami? Kami datang ke sini untuk menyambut Mbah Joyo, tetua desa ini, orang yang selama ini kami hormati. Apa hakmu melarang? Kami tidak berbuat salah. Kamu yang salah kalau menganggap kami salah.
SAMIUN
Baik. Tapi apa kalian tahu di mana Mbah Joyo? Apa kalian pikir Mbah Joyo sedang piknik? Sedang naik haji? Kok pakai disambut segala. Mbah Joyo hilang atau pulang itu bukan urusan kita. Tapi, wewenang roh suci pelindung festival topeng. Roh suci yang mbahurekso desa kita.
KIRNO
Bohong.tidak ada itu roh suci pelindung festival topeng. Kami tidak percaya omonganmu
WARGA
Betulll….. Samiun pembohong!
SAMIUN
Setan kamu, Kirno. Setan semua! Roh suci akan marah dan kalian semua akan celaka. Kalian akan terima akibatnya nanti. Bisa kualat!
Kasmun, bawor, Tuji dan Gubil muncul
KASMUN
Cukup, pak Samiun. Sandiwara sudah selesai. Semua warga sudah tahu akal bulus sampean.
SAMIUN (Sangat kaget)
Kasmun? Apa maksudmu? Berani betul kau bicara seperti itu!
Jarkoni muncul
JARKONI
Kasmun betul, kang Samiun. Sandiwara sudah selesai. Mbah Joyo orang baik, dan kita tahu semua warga desa mengharapkan beliau pulang. Tidak ada alasan lagi menahan beliau lebih lama.
SAMIUN (Menarik Jarkoni ke sudut)
Tapi, dia melanggar aturan
JARKONI
Betul. Tapi, bukan berarti boleh memperlakukan Mbah Joyo sewenang-wenang. Itu juga melanggar aturan.
SAMIUN
Kamu mau mengkhianati Mas Genggong? Mengkhianati saya?
JARKONI
Saya melakukan apa yang menjadi tuntutan warga desa. Saya lurah.
SAMIUN
Kamu tidak jadi lurah tanpa dukungan saya dan mas Genggong.
JARKONI
Dulu ya. Tapi, sekarang berbeda. Semua tahu nanti Mbah Joyo pulang karena upaya saya. Dan, warga pasti akan terus mendukung saya.
SAMIUN
Warga sudah tahu, kamu terlibat penahanan Mbah Joyo!
JARKONI
Itu tidak masalah. Warga juga tahu saya yang membebaskan Mbah Joyo. Jadi, impas.
SAMIUN
Tapi, warga juga tahu kamu sudah melindungi orang yang melanggar aturan. Lurah macam apa itu? Warga tidak akan suka.
JARKONI
Semua warga berpihak kepada Mbah Joyo. Jadi, aturan itu akan saya ubah. Aturan kan dibikin berdasarkan kebutuhan. Namanya boleh saja tetap festival topeng, tapi kalau warga ingin tidak selalu pakai topeng pada setiap festival, ya boleh saja. Jangan dipaksakan. Wajah kita kan topeng juga. Susah amat.
SAMIUN
Setan kamu, Jarkoni!. Pengkhianat! Sialan!
JARKONI
Sekali lagi, saya melakukan apa yang menjadi tuntutan warga. Saya lurah, peimpin. Dan, sampean selalu bilang kalau pemimpin tidak boleh lemah, harus tega dan harus berani mengambil inisiatif. Ingat itu.
Samiun lepas kendali. Ia menyerbu Jarkoni. Tapi, warga segera meringkus Samiun. Sebagian warga yang kalap nyaris menhajar Samiun. Untung Mbah Joyo – didampingi Blentung dan Mitro - segera datang dan mencegah.
MBAH JOYO
Tunggu, saudara-saudara! Stop! Jangan diteruskan, tidak boleh begitu. Lepaskan. Lepaskan dia!
Samiun belum dilepaskan.
KASMUN
Dia yang menyuruh orang menculik Mbah Joyo. Dia layak mendapat hukuman.
WARGA
Lho? Mbah, apa kabar? Sehat, mbah?
Semua warga mau mendekat kepada Mbah Joyo, tapi urung karena orang tua itu melanjutkan bicara menjawab Kasmun.
MBAH JOYO
Kabar baik, sehat-sehat…. Kasmun, darimana kau tahu Samiun yang menyuruh orang untuk menculik saya?
KASMUN
Dia yang menyuruh saya bohong pada semua warga desa. Yang melarang warga menyambut kedatangan Mbah Joyo, juga dia.
MBAH JOYO
Itu baru dugaan. Wong saya yang diculik saja, tidak tahu siapa yang menculik!
BAWOR
Ciri-ciri penculiknya bagaimana, Mbah? Sebutkan! Biar saya gantung!
GUBIL
Sebutkan, mbah. Biar saya habisi sekarang juga!
MBAH JOYO
Ciri-cirinya? Ya, tidak tahu. Orang saya dikerudungi sarung. Ee, itu Samiun dilepaskan dulu. Ayo!
Samiun dilepaskan
TUJI
Apa Mbah Joyo diperlakukan dengan baik, selama ditahan?
BAWOR
Apa Mbah Joyo tidak dilukai?
KIRNO
Mbah, sebaiknya Samiun jangan dilepaskan. Kita malah harus tangkap semua orang yang kita curigai.
WARGA
Betulll….. kita harus tangkap. Kita harus tuntut mereka.
MBAH JOYO
Tunggu saudara-saudara, jangan keburu nafsu. Sabar. Dalam keadaan begini, kita harus tenang. Harus berpikir jernih. Kalau tidak, keadaaan akan lebih kacau. Desa kita sejak dulu ayem tenterem, tidak pernah ribut-ribut. Soal saya tidak mau pakai topeng saja kok diributkan. Apa salahnya orang tidak mau pakai topeng? Toh, masih banyak lagi orang yang mau pakai topeng? Wajah kita pada dasarnya juga topeng-topeng, jadi apa bedanya kita pakai topeng atau tidak? Hidup jangan dibikin susah.
Soal tangkap emnangkap, culik menculik, juga jangan dibiasakan. Itu tidak bagus. Perbedaan pendapat itu biasa. Jangan kata dengan tetangga, dengan teman atau saudara, dengan anak dan istri saja bisa beda pendapat. Bahkan, hati dan pikiran kita saja sering beda kemauan. Jadi, apa salahnya perbedaan? Hidup jangan dibikin susah. Orang yang berniat jahat, pada akhirnya akan ketahuan. Dan, alam akan menghukumnya. Jadi jangan repot-repot. Tidak perlu balas dendam. Nanti jadi geger terus-terusan. Itu tidak bagus.
Lihat saya, saya sehat walafiat. Lahir batin. Tidak terluka sedikit pun. Percayalah. Nah, saya lihat kalian ada yang bawa tumpeng. Ayo kita makan. Sudah lama saya tidak makan enak. Ayo, tunggu apa lagi? Ayo Jarkoni, Miun, Kasmun, Mitro, Blentung, Kirno. Ayo semua makan, nanti kita bicara lagi.
Suasana mendadak berubah. Ketegangan mencair ketika warga spontan mendekati Mbah Joyo. Ada yang menyalami, mencium tangannya, malah ada yang memeluk sambil menangis penuh harus dan bahagia. Tumpeng digelar, semua siap makan.
Mendadak terdengar tangis seorang wanita. Di kejauhan. Semua orang kaget. Ketika suara tangis itu makin dekat, tahulah mereka suara siapa itu.
LARAS (Muncul)
Toooolooooong….. tolooooooong….. suami saya, suami saya…. Tooolonnnng…. (Laras pingsan)
JARKONI
Mbak Yuk, ada apa? Kangmas kenapa?
Semua mendekat dan menolong Mbakyuk Laras. Menyadari sesuatu yang mungkin terjadi dengan mas Genggong, semua warga segera menuju ke rumahnya.
LAMPU BERUBAH
ADEGAN DUA PULUH DUA
Jalanan desa. Siang. Arak-arakan jenazah Mas Genggong menuju makam. Semua warga desa mengantar. Kasmun, Bawor, Gubil dan Tuji mengusung keranda. Laras berjalan tepat di belakang keranda, ditemani beberapa wanita dan lurah Jarkoni. Mbah Joyo, Blentung dan Mitro di belakangnya. Kirno, Peang, dan Panjul di deretan berikutnya.
Warga desa yang lain mengiringi di belakang. Suasana duka sangat terasa.
LAMPU BERUBAH
ADEGAN DUA PULUH TIGA
Pemakaman, siang. Jenazah mas Genggong sudah dikubur. Mbah Joyo memberi sambutan.
MBAH JOYO
Sauadara sekalian, hari ini kita kehilangan salah seorang warga terbaik kita, tokoh yang kita hormati dan kita cintai. Kepergian saudara Genggong, seolah menjadi puncak dukacita atas apa yang terjadi di desa kita akhir-akhir ini. Sungguh sangat disesalkan.
Semasa hidupnya, saudara Genggong banyak berjasa untuk desa kita. Beliau lama menjabat lurah, bekerja keras membangun desa kita. Bahkan setelah memasuki masa pension, beliau tetap penuh perhatian dan tetap cawe-cawe demi keajuan desa kita.
Sebagai manusia biasa, saudara Genggong tentu tidak luput dari eksalahan. Marilah kita memaafkan semua kesalahan dan kekhilafan almarhum. Agar almarhum berangkat dengan tenang dan mendapat tempat yang layak di sisiNya. Semoga kita yang ditinggalkannya, juga tabah dan senantiasa sehat.
WARGA
Aminnn…….
MBAH JOYO
Hari sudah sore, mari kita pulang. Saudara-saudara pasti capek. Saya juga capek. Kita baru saja melewati hari-hari yang buruk. Kita harus beristirahat dan menenangkan pikiran. Musim kemarau dan paceklik kelihatannya masih panjang. kita harus melakukan banyak upaya agar anak istri kita tidak kelaparan.
Semua pergi
LAMPU BERUBAH
ADEGAN DUA PULUH EMPAT
Sebuah tempat. Beberapa waktu kemudian. Malam. Kasmun, Bawor, Gubil dan Tuji sedang kongkow. Malam sudah larut dn sepi, mereka ngobrol ngalor-ngidul.
GUBIL
Ah, sepi sekali rasanya. Sejak peristiwa geger itu, orang jadi jarang ngumpul. Kira-kira tahun depan masih pada mau ikut festival topeng tidak ya?
Tidak ada yang menyahut. Tuji sibuk membakar singkong, Kasmun dan Bawor leyeh-leyeh
GUBIL
Heh, diajak ngomong kok pada diam saja.
TUJI
Festival Topeng bikin gegeran saja kok ditunggu-tunggu
GUBIL
Siapa yang nunggu!? Saya Cuma Tanya.
TUJI
Lebih baik kita berpikir besok mesti bikin apa, supaya kita tetap bisa makan dan masa depan lebih jelas. Festival topeng ditanyakan…huh….
GUBIL
Tanpa festival topeng, desa kita jadi sepi. Dan, gara-gara festival itu kemudian ada gegeran, kita hampir kaya mendadak. Kita hampir dapat sawah, kerbau, TV. Jangan lupa itu. Kita saja malu-malu, jadi nggak jadi dapat.
BAWOR
Jangan ngomong Gubil. Kalau mau sekarang juga kita masih dapat semua itu. Melamar sana jadi jongos atau centengnya Samiun.
GUBIL
Mas Gubil jadi centeng, jongos? Gengsi dong…. Mendingan deket-deket Jarkoni, siapa tahu disuruh menggarap swahanya. Syukur-syukur diangkat jadi staf kelurahan. Lumayan dapat gaji bulanan, dapat baju seragam kantor, teurs dilirik perawan desa. Ya, nggak, Kasmun?
KASMUN
Sederhana betul impianmu. Dasar anak kam pung.
GUBIL
Sialan. Memang apa impian kamu? Pergi ke kota, jadi kuli bangunan? Itu lebih kampong lagi.
KASMUN
Saya mau masuk partai
TUJI
Apa? Tidak salah dengar, Kasmun?
KASMUN
Masih ingat waktu kita mengumpulkan warga desa di tanah kosong Marto Pacul, di lor desa?
SEMUA
Ingat.
KASMUN
Nah, itu modal saya masuk partai. Pidato saya jauh lebih baik dan didengar orang daripada pidato lurah Jarkoni. Jadi, saya bukan boneka. Dan kamu tidak salah dengar, Tuji.
TUJI
Cukup…. Masuk partai Cuma pakai modal pidato?
KASMUN
Yang lain-lain bisa dipelajar sambil jalan. Orang lain malah banyak yang tidak pakai modal.
BAWOR
Apa untungnya masuk partai?
KASMUN
Lewat partai, kita bisa punya kekuasaan. Dengan kekuasaan di tangan, kita bisa nikin keputusan. Artinya, kita bisa menangkap orang macam Samiun, Jarkoni, Genggong….
TUJI (Memotong)
Sssttt… jangan bawa-bawa orang yang sudah meninggal. Main tangkap, Mbah Joyo bilang juga tidak baik….
KASMUN
Mbah Joyo memang baik. Tapi kelewat baik juga, tidak baik.
BAWOR
Maskudnya?
KASMUN (Bergaya politisi di mimbar)
Saudara-saudara sekalian, hokum harus ditegakkan! Mari kita membangun demokrasi. Kita ciptkan pemerintahan yang bersih. Kita ciptakan masyarakat yang adil dan makmur. Kita harus membangun ekonomi yang sehat. Kita berantas KKN. Kita bisa, kalau kita mau.
Tapi maaf saudara-saudara, malam sudah larut. Waktu saya terbatas. Pertemuan saya akhiri sampai di sini. Besok banyak tugas lain menanti. Sampai bertemu pada rapat mendatang. Selamat malam. (Pergi)
TUJI
Buset….
GUBIL
Bisa begitu?
BAWOR
Edan….
Semua pergi
LAMPU BERUBAH
ADEGAN DUA PULUH LIMA
Jalan desa. Dua tahun kemudian. Pagi. Festival topeng kembali digelar. Rupanya pesertanya makin banyak. Kasmun, Bawor, gubil dan Tuji juga ada diantara mereka. Ya, bukan lagi sebagai penonton, tapi peserta. Gubil, Bawor dan Tuji memakai banyak topeng. Kasmun, memakai lebih banyak topeng lagi, seluruh tubuhnya nyaris tertutup topeng-topeng. Diantara bunyi tetabuhan yang penuh geeget, para penonton berolok-olok, terutaman pada Kasmun.
ORANG KE 1
Wah, meriah betul. Ini lebih meriah dari tahun-tahun sebelumnya.
ORANG KE 2
Ya, pesertanya juga paling banyak
ORANG KE 3
Kalau tidak, percuma dong. Tahun ini sumbangan kita juga paling banyak
ORANG KE 4
Kasmun, hebat kau. Topengnya banyak betul. Coba dari dulu ikut festival, kamu pasti menang.
ORANG KE 5
Ya, topeng kamu bagus-bagus, Kasmun. Tapi, kelihatannya galak-galak.
ORANG KE 1
Ya, galak sekali.
KASMUN
Biar galak, asal menang.
Arak-arakan terus berjalan menuju tanah lapang tempat festival topeng biasa digelar. Blentung dan Mitro memisahkan diri dari arak-arakan. Setelah semua pergi.
MITRO
Zaman apa ini Blentung? Semua orang ingin jadi pemain.
BLENTUNG
Zaman berubah, semua berubah. Panggung festival topeng memang penuh magnet. Di sana orang mendapat sorotan, tepuk tangan dan pujian….
MITRO
…. Sekaligus makian.
BLENTUNG
Dan, kita tetap di sini sebagai penonton
MITRO
Setelah ayahmu pensiun, rasanya kamu pantas ikut.
BLENTUNG
Begitu? Ah, aku baru mau bilang.
MITRO
Betul?
BLENTUNG
Betul. Sebagai keluarga donator turun-temurun, rasanya kamu juga pantas ikut.
MITRO
Begitu? Ah, baru aku mau bilang.
BLENTUNG
Betul?
MITRO
Betul
Mereka berdua lantas tersenyum dan berjabat tangan
LAMPU PADAM
SELESAI
Download naskah ini KLIK di sini
0 comments:
Post a Comment