Sinopsis Pujani
Pujani, seorang wanita yang berhati lembut dan keibuan, memutuskan untuk hidup dalam ikatan perkawinan dengan seorang pelukis yang bernama Suratno. Keduanya saling mengasihi dan saling memperhatikan kepentingan lawan jenisnya. Hidup perkawinan seolah firdaus yang takkan pernah berubah. Tetapi ketika Pujani telah memberikan seorang anak perempuan dari rahimnya, hidup perkawinan mereka mulai menunjukkan gejala keretakan. Suratno merasa bahwa Pujani mulai lebih banyak memberikan waktunya buat anak mereka, Ismilah, daripada untuk dirinya. Sikap Suratno juga mulai acuh tak acuh terhadap istri dan anaknya. Pertengkaran-pertengkaran antara
suami istri itu makin sering terjadi, keduanya saling menyalahkan.
Suratno mencari hiburan dari kemelut rumah tangganya di sanggar perkumpulan para pelukis. Di sana pelukis Suratno bebas bergaul dengan calon-calon pelukis lelaki dan wanita. Pujani tidak tahan menyaksikan tingkah laku liar suaminya ini dan minta bercerai.
Setelah bercerai, orang tua Pujani meminta kepadanya agar hidup bersama mereka kembali di Surakarta. Tetepi Pujani menolak, karena ia mampu hidup sendiri dan membesarkan anaknya. Pujani menjadi guru di Bogor. Ibu Pujani yang sangat prihatin terhadap hidup perkawinan anaknya, telah lama menderita tekanan batin. Rupanya
penolakan Pujani untuk hidup bersama orangtuanya makin memperberat penderitaan ibunya, sehingga mengakibatkan kematian ibunya. Karena merasa bersalah, maka Pujani akhirnya mematuhi permintaan keluarganya agar menemani ayahnya yang sepeninggal lstrinya dirawat kakak Pujani di Ciamis. Pada waktu menemui ayahnya inilah, anak Pujani sakit keras. Ayahnya menasehatkan untuk mengganti nama anaknya dari Ismilah menjadi Kustiati. Dan si anak sembuh.
Ayah Pujani juga prihatin menyaksikan anak perempuannya itu. Ia berkali-kali mendesak kepada Pujani agar mau menikah lagi, sebab cukup banyak lelaki yang mau memperistrinya namun Pujani menolak. Akibat rasa bersalah yang tumbuh di batin Pujani karena tidak pernah mematuhi anjuran-anjuran orang tuanya, sehingaga ibunya malah meninggal, maka Pujani terserang TBC dan sakitnya semakin parah. Kemudian ia dibawa ke Bandung untuk dirawat.
Sementara itu, Suratno menikah lagi dengan kawan sesama pelukis bernama Juita. Namun, watak Juita berbeda sekali dengan Pujani. Juita galak, berani melawan lelaki dan bebas. Hidup perkawinan Suratno diisi dengan banyak ketegangan yang seolah-olah Suratno dikekang oleh istri barunya. Pujani yang telah sembuh dari penyakitnya dan sebenarnya ia masih mencintai Suritno, akhirnya mengetahui kehidupan rumah tangga dari mantan suaminya, ia pun kembali kambuh penyakitnya dan mengakibatkan kematiaannya. Suratno akhirnya bercerai dari Juita karena pergaulan Juita yang semakin bebas dan ia menjauhkan diri dari pergaulan dengan kaum wanita.
Suratno mengajar melukis pada sekelompok calon pelukis muda, diantaranya Kustiati seorang gadis belia. Suratno mulai tertarik pada Kustiati yang lantaran memiliki kemiripan dengan Pujani. Tetapi ada pemuda lain yang juga menaruh hati pada Kustiati bernama Sugondo. Hingga pada suatu saat, Kustiati meminta untuk melukis foto ibunya dan alangkah terkejutnya Suratno ketika ia melihat fotonya yang tidak lain dan tidak bukan adalah Pujani mantan istrinya. Suratno akhirnya memutuskan untuk menyerahkan Kustiati yang tak lain bernama Ismilah,anaknya itu, kepada Sugondo. Beberapa bulan kemudian Suratno meninggal dunia.
0 comments:
Post a Comment