Di Tepi Kali Bekasi
Novel Pramoedya Ananta Toer
Farid adalah anak seorang bekas tentara Kompeni yang kini tinggal di Jakarta. Karena ayahnya bekas tentara Kompeni, yang tahu bagaimana kekejaman Belanda dan kesengsaraan rakyat Bekasi, maka beliau suka menceritakan peristiwa masa silamnya kepada anaknya, terutama peristiwa-peristiwa yang terjadi di tepi Kali Bekasi.
Bekasi, tempat yang membekas hati. Dan kalinya yang nampak tenang damai itu, telah menyimpan berbagai ragam pengalaman. Hebat, ngeri dan menyeramkan pengalaman yang didapatnya dari zaman ke zaman.
Dalam zaman penjajahan Belanda, berpuluh kali terjadi pertempuran berdarah antara rakyat dengan militer Belanda atau pun marsose.
Alangkah banyaknya Belanda yang binasa di Bekasi. Dan alangkah banyaknya penduduk yang tak berdosa naik ke tiang gantungan, ditembak dengan tiada bersebab, disapu dengan sapu kawat, dicincang sampai lumat-lumat, ditembusi dengan sangkur, karena didakwa campur tangan dengan kaum teror, gerakan penjahat di bawah tanah melawan Belanda penjajah.
Alangkah banyak kanak-kanak yang menjerit pilu, meraung-raung karena kehilangan bapak serta ibu. Alangkah banyaknya gadis kampung yang mengorbankan kehormatannya untuk melindugi keluarganya dari sangkur Belanda.
Sampai saat itu pertempuran masih berkecamuk antara pemuda-pemuda setempat dengan pihak Inggris-Belanda-Inlander. Dengan perang tersebut dan dengan mendengar tentang bagaimana kesengsaraan dan penderitaan rakyat, maka Farid menginginkan sekolah tentara di Cikampek. Niat tersebut pada mulanya tidak berkenan di hati ayahnya, sebab beliau merasa khawatir bila nantinya anaknya menderita dan terlunta-lunta seperti yang pernah dialaminya. Namun dengan perasaan berat akhirnya beliau mengizinkan anaknya sekolah di Cikampek. Dengna berkendaraan kereta Farid meninggalkan ayahnya menuju Cikampek.
Di tengah perjalanan itu dia bertemu dengan sahabat-sahabatnya yaitu Amir dan Surip. Mereka juga mempunyai tujuan yang sama. Sampai di kota perjuangan itu Farid dan kawan-kawannya mendaftarkan diri. Setelah segala administrasi dan lainnya beres, tiga sekawan itu digembleng dan dilatih kemiliteran selama satu tahun. Setelah mahir dalam hal angkat senjata, mereka pun menerima pembagian tugas. Farid di bagian militer jalanan, Surip ditempatkan di bagian keuangan dan Amir ditempatkan di garis depan, tempat pertempuran.
Sekian lama mereka tidak bertemu. Kabar yang datang mengatakan Amir gugur di medan pertempuran. Betapa kaget Farid dan Surip serta sahabat-sahabat lainnya. Berita yang mengejutkan ini disampaikna pula oleh Farid kepada Nanny, seorang gadis Indo, teman dekat Amir. Nanny kaget menerima berita ini. Sedihlah hatinya. Dan Farid serta Surip menghiburnya, sehingga Nanny dapat menerima kenyataan hidupnya. Pergaulan antara mereka ini, menimbulkan rasa cinta dalam hati Farid. Namun dia tidak berani mengutarakannya, sebab takut ditolak.
Setelah sekian lama perasaan itu dipendam, akhirnya Farid memberanikan diri untuk mengemukakan isi hatinya. Ternyata Nanny tidak menolaknya. Betapa girang hati Farid. Hubungan mereka pun kian intim. Namun di balik itu, Surip mengatakan bahwa Nanny mencintai dirinya, sebab setelah meninggalnya Amir, Nanny diurus dan sering dibiayai oleh Surip. Ini membuat hati Farid gelisah dan bimbang.
Setelah lama Farid tinggal di Cikampek akhirnya ia dipindahkan ke Kranji. Di sana ia menjadi wakil Kepala Batalyon. Ia berminat menjenguk ayahnya di Jakarta, namun di sana tak dijumpai orangtua yang sangat menyayanginya itu. Dari tetangganya diperoleh kabar, bahwa ayahnya pergi karena seluruh isi rumah dirampas musuh. Farid pun berniat meninggalkannya. Namun kehendak yang Kuasa mempertemukan ayah dan anak itu. Mereka saling melepaskan rindu masing-masing di rumah tetangga. Ayahnya menginginkan agar Farid dapat lebih lama tinggal bersamanya. Namun karena tugas selalu menanti, Farid tak dapat memenuhi harapan ayahnya. Tugas itulah yang sejak lama diidam-idamkannya sebagai seorang tentara. Maka Farid kembali ke Kranji. Di sana dia berkenalan dengan Fatimah, yang lalu menjadi akrab. Namun sebenarnya Farid masih selalu mengingat Nanny, walau Surip selalu menyayanginya. Tak terduga sebelumnya, tiba-tiba Surip memberitahukan padanya bahwa Nanny kini dalam keadaan sengsara hidupnya. Surip tak lagi menanggung biaya hidup Nanny, karena ia telah keluar dari pekerjaannya. Kini ia masuk kemiliteran jalanan. Mendengar hal itu Farid semakin kasihan pada Nanny.
Dikabarkan bahwa musuh sudah ada di daerah Bekasi untuk melakukan penyerangan. Ini mengejutkan tentara dan rakyat. Pikiran Farid masih tertuju kepada Nanny walau dalam keadaan kacau dan panik. Rakyat dan tentara mencari perlindungan dari rentetan senjata yang ditembakkan musuh. Mereka berlarian untuk menyelamatkan diri. Begitu pula halnya Farid dan Surip. Dalam keadaan yang serba gawat itu sebentar-sebentar pikiran Farid tertuju pada ayahnya, Fatimah, dan juga Nanny, gadis Indo Prancis yang memihak bangsa Indonesia. Gadis itu sangat besar jasanya pada Amir dan dirinya, sehingga api asmara sempat berkobar di antara mereka. Namun kini yang terdengar hanyalah dentuman meriam dan tembakan beruntun. Di sela-sela tembakan yang terus bergema dari kedua belah pihak, itulah mereka saling mengumandangkan kenangan masing-masing. Dari tepi ke tepi Bekasi yang penuh riwayat; Bekasi yang penuh kisah, ini berulang kembali. Mereka di sana, kita di sini, tepi menepi di kali Bekasi.
1 comments:
wah.... bagi bukunya dung :)
Post a Comment