TELEGRAM
(Putu Wijaya)
Novel karya Putu Wijaya ini mengisahkan tentang seorang laki-laki yang memiliki pandangan buruk terhadap telegram. Dalam pemahamannya, telegram selalu berisikan hal-hal yang menakutkan. Cerita dalam novel ini berawal dari seorang laki-laki Bali yang tinggal di Jakarta itu tiba-tiba mempunyai firasat akan menerima telegram dari kampungnya. Ia merasa bahwa telegram itu telah berada di dalam genggamannya. Ia menjadi sangat takut karena menurut anggapannya, telegram selalu berisi berita menakutkan seperti kabar kecelakaan, sakit keras, meninggal dunia atau kabar-kabar yang menakutkan lain. Namun sekarang ia tidak bisa berbuat apa-apa lagi karena telegram itu sudah ada dalam genggamannya. Isinya pasti bisa ditebak. Ibunya meninggal dunia. Betapa celakanya ia.
Begitulah laki-laki itu berkhayal. Khayalannya itu seakan-akan kejadian yang sungguh terjadi. Mendapat telegram itu, si lelaki segera bersiap-siap untuk pulang ke kampung halamannya. Dalam benaknya, ia membayangkan kelanjutan nasibnya. Karena ibunya meninggal, maka sebagai anak tertua ia harus berperan sebagai kepala keluarga, sehingga ia harus mengurus semua urusan penguburan ibunya, mengurus berhektar-hektar tanah, tiga buah rumah berikut isinya, membagi-bagi harta warisan, serta setumpuk tugas lain yang harus dipikulnya. Benar-benar sebuah malapetaka!
Tentu saja ia merasa berkeberatan dengan semua peranan itu. Tetapi apa lacur, sebagai anak tertua ia harus memikul semuanya. Jika tidak, ia berarti akan menghancurkan keluarganya. Dilema itulah yang berkecamuk dalam pikirannya. Di tengah kebingungannya itu, tiba-tiba anak angkatnya, Sinta, ingin tahu apa isi telegram itu. Sebagai seorang ayah yang bijaksana, ia tidak sampai hati membebani pikiran gadis kecil itu dengan persoalan berat yang harus dihadapinya. Maka ia pun berbohong kepada Shinta dengan menyatakan bahwa pamannya dari Surabaya akan datang ke Jakarta mengunjungi mereka. Namun lelaki itu tidak tahu bahwa sebenarnyalah Shinta telah mengetahui isi telegram itu. Itulah sebabnya Shinta mendesaknya untuk menceritakan apa yang sesungguhnya terjadi.
Karena sudah terlanjur tahu isi telegram yang sesungguhnya, maka mereka berdua mempersiapkan segala sesuatu untuk segera pulang ke Bali. Namun sebelum mereka ke luar rumah, Ibu kandung Shinta datang dan ingin meminta kembali anak kandungnya yang telah dirawat oleh lelaki itu. Lelaki itu menolak karena ia telah membesarkan Shinta, sementara wanita itu terus memaksa. Maka mereka bersepakat untuk menyerahkan keputusan kepada Shinta, siapa yang akan dipilih.
Belum lagi persoalan rebutan Shinta kelar, muncul masalah baru. Tiba-tiba, lelaki itu merasa kondisi tubuhnya sangat lemah. Seluruh tubuhnya tiba-tiba gemetar dan terserang demam. Ia merasa takut jika semua itu disebabkan oleh penyakit kotor yang ditularkan Nurma, wanita penghibur yang pernah digaulinya. Ia sangat khawatir dengan penyakit itu sebab temannya yang mengalami hal yang sama akhirnya melahirkan anak yang cacat.
Bayangan-bayangan itu menyebabkan laki-laki itu sangat bingung dengan apa yang dialaminya. Ia mengalami krisis kejiwaan. Ia tidak dapat membedakan mana yang nyata dan mana yang khayalan semata. Kebingungannya itu pernah ia tanyakan pada tukang rokok di depan rumahnya. Dia pernah bertanya, apakah tukang rokok itu melihat dirinya gila atau waras. Seringkali lelaki itu sadar bahwa yang berkecamuk di dalam pikirannya itu hanyalah khayalan, tidak benar-benar terjadi, hanya manifestasi dari rasa khawatirnya. Namun kesadaran itu kembali hilang. Ia masuk kembali ke dunia khayalnya. Ia pernah berkhayal bahwa ia berpisah dengan kekasihnya, Rosa. Padahal perempuan bernama Rosa itu sebenarnya tidak ada. Rosa hanyalah kekasih khayalannya saja, seperti ia mengkhayalkan tentang telegram itu.
Karena kebingungannya, si lelaki itu berteriak-teriak di jalan,”aku tidak gila”, ”aku waras!”. Meski ia sudah berteriak-teriak di jalanan, kesadarannya tidak pulih karena beberapa detik kemudian ia masuk lagi ke dalam dunia khayalnya. Dalam khayalannya, ia bersama Shinta bersiap-siap berangkat ke Bali. Ia telah memesan tiket pesawat, dan mereka tinggal berangkat saja.
Tiba-tiba di tengah khayalannya, terdengar pintu di ketuk. Ia bangkit untuk membuka pintu. Ternyata yang datang adalah bibinya, pemilik rumah yang dikontraknya. Ia memberikan sepucuk telegram kepadanya. Secepat kilat, ia membuka telegram itu dan isinya jelas: ibunya telah meninggal dunia.
Telegram yang baru diterima dari bibinya itu adalah kejadian nyata dan benar terjadi. Isi telegram itu juga sesuatu yang benar dan nyata. Ibunya meninggal dunia adalah fakta, bukan khayalan si lelaki. Itulah kenyataan yang sebenarnya, sedangkan seluruh cerita sebelumnya hanyalah dunia khayal lelaki itu saja.***
0 comments:
Post a Comment