Sinopsis Citra
Drama/Film Usmar Ismail
Citra adalah naskah drama karya Usmar Ismail. Konon, cerita drama inilah yang kemudian dibuat menjadi film layar lebar dengan judul yang sama. Judul film inilah yang kemudian dipakai sebagai nama piala kompetisi film Indonesia (Festifal Film Indonesia) yang memperebutkan Piala Citra.
Citra juga bermakna 'Bayangan Waktu Fajar' yaitu bayangan samar-samar diri Suryani (salah satu tokoh wanita dalam drama tersebut) ketika ia gadis remaja, turun mandi ke sungai waktu fajar.
Citra ini pula sebuah judul lagu yang digubah oleh Cornel Simanjuntak. Lagu ini juga menjadi theme song dalam drama dan film Citra. Dalam drama dan film itu digambarkan, bila Sutopo ingat kepada Suryani pada keadaan di atas, dinyanyikannya lagu Citra tersebut.
Naskah drama Citra terdapat dalam buku kumpulan drama berjudul Lakon-lakon Sedih dan Gembira karya Usmar Ismail. Buku ini berisi 3 (tiga) buah drama yaitu Citra, Api, dan Liburan Seniman
Berikut adalah ringkasan drama tersebut.
Perusahaan perkebunan teh "Mega Putih" di lereng Gunung Gede berjalan dengan lancar berkat pimpinan Sutopo, anak mendiang Pak Suryo, pemilik usaha perkebunan teh tersebut. Banyak rintangan dan halangan yang dialaminya dari saudara tirinya, Harsono, untuk memajukan perusahaan itu. Tetapi rintangan itu dihadapinya dengan sabar karena ia sudah terbiasa prihatin dan berhati tabah oleh tempaan masa kecilnya sebagai seorang anak tiri.
Harsono, anak kandung Pak Suryo, selalu dimanjakan, sehingga sikapnya setelah dewasa terbawa-bawa. Ia selalu ingin hidup mewah, berfoya-foya tinggal di kota. Sutopo, kakak tirinya dianggap sebagai orang yang tidak punya hak, bahkan dianggap sebagai pekerja bulanan saja.
Suatu ketika pimpinan perusahaan itu diambilnya secara paksa ketika ia dipanggil ibunya pulang. Tetapi para karyawan bawahannya tidak menyenangi Harsono karena mereka telah mengetahui sifat-sifat Harsono yang tidak baik, tidak sungguh-sungguh, pemboros, dan senang berfoya-foya. Apalagi setelah mendengar bahwa Harsono telah menodai kehormatan Suryani, seorang gadis pemetik teh. Banyak pula karyawati pemetik teh yang diperlakukan dengan tidak senonoh.
Karena kelihaian Sandra (seorang wanita jinak-jinak merpati), Harsono terpikat dan terperangkap. Dengan Senyum manis Sandra dan siasatnya dengan Suwanto banyaklah uang Harsono yang tergaet. Bahkan berkelanjutan dengan perkawinan mereka.
Setelah menjadi suami-istri Sandra mendesak Harsono agar tinggal di Jakarta, bermewah-mewah menikmati kehidupan di kota.
Habislah bekal uang yang tidak sedikit, yang diberikan ibu Harsono ketika mereka berangkat ke Jakarta. Kini mulailah Sandra minta cerai kepada Harsono.
Dalam keadaan demikian Harsono bingung dan marah kepada Sandra yang nyata-nyata sebagai perempuan yang ada uang abang sayang, tak ada uang abang ditendang. Lebih membingungkan lagi setelah Sutopo datang dan membentahukan bahwa Suryani hamil atas perbuatan Harsono dahulu.
Harsono tetap tidak mau mengakui perbuatannya itu. Hampir terjadi perkelahian karena Sutopo minta kepada Harsono agar mau bertanggung jawab atas perbuatannya itu, seandainya Sutopo tidak mengalah.
Karena Sandra terus mendesak untuk bercerai, bangkitlah marah Harsono dan Sandra dicekiknya hingga meninggal. Untung saja dokter yang sering mengobati Sandra menyatakan bahwa Sandra meninggal karena penyakit kandungan yang dideritanya. Dengan demikian Harsono terhindar dan tuntutan.
Dalam keadaan demikian Harsono menyesal dan sedih memikirkan nasibnya. Pulanglah ia ke Mega Putih untuk melihat ibunya. Sesudah itu ia bermaksud hendak menjauhkan diri karena malu terhadap orang-orang di Mega Putih.
Timbullah pengakuannya atas kemuliaan hati dan pengorbanan Sutopo yang telah menikah dengan Suryani (Citra) menggantikan tanggung jawabnya demi menjaga nama baik dan kehorniatan keluarga Pak Suryo.
Kepada ibunya, Harsono mengakui semua kesalahannya yang tidak dapat lagi diperbaiki ke jalan yang benar
Download postingan ini KLIK di sini.
0 comments:
Post a Comment